top of page

Yose Ferlianto - Quick to Listen

Catatan Khotbah: Quick to Listen. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Yose Ferlianto, di Ibadah Doa Pagi Tgl. 4 Maret 2023.


“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;” (Yakobus 1:19).

Kita hidup dalam keadaan di mana dunia begitu bising. Kebanyakan orang sudah tidak dapat lagi untuk lepas dari gadgetnya, karena banyak hal yang bersinggungan di dalam hidup kita ini sudah terkoneksi di dalam gadget masing-masing. Ketika bangun pagi, kita malah membuka gadget terlebih dahulu, bukannya Alkitab. Akibatnya kita mengalami penurunan untuk cepat mendengar dan lebih cepat untuk memberi komentar, karena kita hidup di dalam dunia yang begitu bising dan semua serba terburu-buru.


Ketika kemampuan seseorang untuk mendengar itu menurun, maka mereka lebih mudah merespon segala sesuatu yang terjadi dengan kemarahan. Ketidakmampuan untuk mendengar dengan baik pada akhirnya akan menjurus dan mendasarkan segala sesuatu hanya berdasar asumsi (bukan kebenaran, tetapi prasangka yang kita balut dengan kebenaran kita sendiri).


Semuanya terjadi karena kita lambat untuk mau mendengar. Respon pertama pada saat menghadapi semuanya, seharusnya kita cepat mendengar baru bertindak melakukan sesuatu. Jangan terbalik, karena akan menuntun pada kemarahan yang bersumber dari ego pribadi. Cepat mendengar berarti kita mau membuka telinga dan hati lebar-lebar, dan menutup mulut rapat-rapat untuk berbicara.


Berbicaralah Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar.

Di dalam berdoa, sering kali kita juga terburu-buru menyampaikan seruan permohonan doa kita kepada-Nya. Seharusnya kita mendasari setiap kehidupan doa kita ini dengan mendengar suara Tuhan terlebih dahulu di waktu teduh kita. Sama seperti Samuel saat masih muda yang berkata,


“Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."” (1 Samuel 3:10b).

Kekristenan bukanlah tentang melakukan kebenaran firman Tuhan dan berbagai aktivitas rohani saja, tetapi juga kemauan kita untuk mau mendengar apa yang Tuhan mau, bagi hidup kita. Ini adalah masalah terbesar. Mengikut Kristus berbicara tentang mendengar suara-Nya, apa yang Dia mau katakan bagi hidup kita, karena hal ini akan menentukan sejauh mana kedalaman hubungan yang kita jalin bersama dengan-Nya.


“If you have trouble hearing God speak, you are in trouble at the very heart of your Christian experience.” -Henry Blackaby

Doa harus didasari dengan mendengar suara Tuhan terlebih dulu. Mengenali suara-Nya di dalam waktu teduh kita.


Mendengar seperti seorang murid.


“Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4b).

Telinga kita perlu dipertajam setiap pagi oleh firman Tuhan, supaya setiap kedegilan yang melekat dan berbagai kontaminasi dunia dapat lenyap karena terang firman Tuhan.


Dan hal ini dapat dilakukan hanya pada saat kita memiliki waktu teduh untuk mau membaca firman-Nya dan juga mendengar suara-Nya. Waktu teduh ini tidak dilakukan hanya sekadar ritual yang berlalu begitu saja, tetapi juga menjalaninya dengan sikap hati yang benar. Mempertajam pendengaran dan mendengar seperti seorang murid, juga berbicara tentang kita memiliki roh dan sikap yang mau untuk terus belajar dan juga diajar.


“(In our fast-paced life) we have no time for contemplation. We have no time to answer God when He calls.” -A.W. Tozer

Kita tidak memiliki waktu lagi untuk merenung dan mendengar, padahal Tuhan itu sudah siap untuk berbicara di dalam waktu teduh kita. Kita perlu berlatih agar kita cepat mendengar suara Tuhan dan melakukannya, karena hal itu adalah bentuk ketaatan kita yang paling sederhana.


Kita selalu siap dan bersemangat untuk berdoa, tetapi bila kita tidak memiliki hati yang siap untuk mau taat dan melakukan kebenaran firman Tuhan, maka hal itu menjadi sia-sia dan sama saja dengan kita memperkatakan perkataan yang menipu-Nya. Kita sering bertanya boleh atau tidak, tetapi hal tersebut tidak akan menjadi pertanyaan lagi ketika kita mau belajar untuk mendengar suara Tuhan, dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.


“The greatest prayer is prayer where you don’t say one single word or ask for anything.” -A.W. Tozer.

Doa bukan hanya sekadar memperkatakan perkataan yang indah, tetapi kita mau belajar untuk taat mendengar dan juga melakukan suara-Nya. Doa bukan hanya sekadar lip service di dalam waktu teduh kita.


“Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk.” (1 Samuel 1:12-13).

Samuel dilahirkan pada saat Hana sudah tidak dapat berkata-kata lagi, karena sudah sangat susah hatinya (ayat 15). Ada kalanya kata-kata kita tidak cukup, yang dapat kita lakukan hanyalah berdoa dengan suara di dalam hati. Tetapi Tuhan itu mendengar, bahkan setiap jeritan di dalam hati kita. Dan sebelum menyampaikan sesuatu, bergumullah terlebih dahulu dan mencari apa yang sesungguhnya menjadi maunya Tuhan. Marilah kita bersama-sama belajar memiliki sikap yang sama seperti Samuel muda,


"Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."” (1 Samuel 3:10b).

Amin. Tuhan Yesus memberkati..

4 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page