Catatan Khotbah: “The Prodigal God.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Soetjipto Koesno, di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 17 November 2024.
The Prodigal God.
Dalam Lukas 15:11-32, kisah anak sulung dan anak yang bungsu di Alkitab Perjanjian Baru bahasa Indonesia ditulis dengan judul “Perumpamaan tentang Anak yang Hilang”. Tetapi di dalam bahasa Inggrisnya, kisah ini ditulis dengan judul “The Parable of the Prodigal Son”. Dan bila tidak berhati-hati, maka kita bisa menyalahartikan judul di atas menjadi Tuhan yang hilang. Padahal Tuhan sendiri tidak pernah hilang, kita-lah yang sering menghilang dan menjauh dari-Nya.
Arti kata prodigal sendiri sesungguhnya bukanlah hilang / menghilang tetapi memiliki arti,
Seseorang yang mengeluarkan harta dan resources / sumber daya begitu berlebihan, untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu sampai sebegitu banyaknya. Tetapi bagaimanapun juga, orang ini tetap mengeluarkan sehingga kita sering kali menyebut orang ini dengan istilah “sangat boros”.
Bila diartikan secara lengkap judul di atas, maka “The Prodigal God” memiliki arti:
Tuhan yang kita sembah itu adalah Tuhan yang sangat boros.
Kalau sekilas kita membacanya, konotasinya mungkin terkesan negatif. Tetapi mari belajar dan menyimpulkan bersama, apakah Tuhan itu benar-benar boros di dalam hidup kita atau tidak.
Bila di antara kita ada yang memiliki profesi sebagai seorang pengusaha, maka ada sebuah pertanyaan yang perlu untuk direnungkan bersama,
Siapakah di antara kita ada yang mau berinvestasi sebesar 100, tetapi return / hasil yang didapat pada saat kembali nantinya hanya sebesar 30?
Pastinya tidak ada seorangpun yang mau. Justru kalau bisa, kita mau agar return-nya sama 100, bahkan bila memungkinkan, jauh di atasnya.
Tetapi sesungguhnya Tuhan sendiri itu sangat boros di dalam hidup kita. Mengapa? Karena Dia telah berinvestasi di dalam hidup kita, Dia telah memberi yang terbaik yang Dia punya, yakni Tuhan Yesus sendiri, yang telah mati untuk menebus dosa-dosa kita. Bukankah firman-Nya berkata,
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Dan yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kita sudah mengembalikan 100 persen dari hidup kita untuk mengasihi dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati? Bila mau jujur, tidak semua dari kita, bahkan mungkin angkanya tidak sampai 50 persen, yang dijumpai bahwa kita semua mau mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati.
Padahal Tuhan sudah berinvestasi besar di dalam hidup kita, tetapi hasil yang Dia dapat tidaklah sama seperti pada saat Dia invest semula. Dia sudah memberikan yang terbaik, bahkan hidup kita juga sudah diberkati dengan begitu berlimpah. Tetapi saat kita memberikan kembali kepada-Nya, kita menjadi hitung-hitungan. Kita hanya mau memberi pada Tuhan, bila apa yang kita dapat nantinya jauh lebih banyak dari apa yang kita beri.
Bagaimanapun juga, Tuhan tahu kalau apa yang Dia investasikan itu pasti tidak akan mungkin kembali dengan 100 persen. Tetapi Dia tetap memberikan yang terbaik, yang Dia bisa berikan. Melalui hal ini kita bisa belajar bersama bahwa Dia sesungguhnya adalah Tuhan yang “sangat boros” dalam memberi kasih-Nya pada kita. Dia terus memberi, sekalipun Dia tahu hasilnya tidak akan mungkin kembali utuh sebesar 100 persen.
“Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.” (Roma 2:4-5).
Ayat di atas dimulai dengan pertanyaan,
“Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya?”
Sering kali kita menganggap sepi apa yang Tuhan sudah berikan di dalam hidup kita, sesuai dengan ayat di atas. Bahkan kita sudah tahu kalau apa yang kita lakukan adalah sebuah dosa dan menyakiti hati-Nya, tetapi kita tetap saja melakukannya. Karena itu di ayat di atas ditanyakan,
“Maukah kita terus menganggap sepi segala hal yang Tuhan sudah berikan di dalam hidup kita?”
Dua bulan yang lalu di dalam khotbah “Tulah Berhenti”, kita telah belajar bagaimana Daud melakukan sensus yang menyakiti hati Tuhan. Sehingga akibatnya kita bisa membaca bahwa bangsa Israel ini dihukum dengan 70 ribu orang tewas karena penyakit sampar, dalam waktu hanya tiga hari saja (1 Tawarikh 21:14).
Sesungguhnya ada banyak cara yang dilakukan Tuhan untuk dapat menarik perhatian kita, agar kita dapat kembali kepada-Nya dengan bersungguh hati. Kalau Dia bisa menarik perhatian kita dengan “kebaikan, kekayaan kemurahan, kesabaran, dan kelapangan hati-Nya”.. maka semuanya itu bertujuan untuk menuntun kita agar dapat kembali pada pertobatan yang sungguh, serta relasi karib, dan terus dipulihkan bersama dengan-Nya.
Tetapi kita sering menganggap sepi “kebaikan, kekayaan kemurahan, kesabaran, dan kelapangan hati-Nya”.. sehingga Dia mulai berkata dengan “agak keras” melalui berbagai hal yang memaksa kita untuk mengalihkan perhatian, kembali kepada-Nya. Melaluinya, tak sedikit dari antara kita yang menganggap bahwa Tuhan begitu jahat. Mengapa kita seolah-olah “dihukum” dengan berbagai hal yang tidak mengenakkan hidup kita.
Padahal tanpa kita sadari, selama ini Dia sudah memberikan berbagai kemurahan, berkat, mukjizat, dan juga pertolongan secara berulang.
Meskipun masih dalam keadaan berdosa, kita selalu diberi kesempatan untuk dapat kembali pada Tuhan dan bertobat dari segala dosa. Oleh sebab itu firman Tuhan di atas kembali mengingatkan.. kalau kita masih bisa menikmati berbagai kebaikan Tuhan di dalam hidup ini, seharusnya hal tersebut dapat membawa kita untuk kembali bertobat dengan sungguh, kepada Tuhan.
Tetapi sering kali kita berpikir, seseorang itu baru mau bertobat setelah dirinya menerima hukuman. Sehingga pada akhirnya kita harus memilih,
Apakah kita mau dihukum Tuhan terlebih dahulu, baru kita mau bertobat?
Atau kita tetap diberkati dengan “kebaikan, kekayaan kemurahan, kesabaran, dan kelapangan hati-Nya” yang telah diberikan di dalam hidup, tetapi semuanya itu tidak membuat kita lengah, justru membuat kita memiliki hati dan sikap yang tidak jauh dari pertobatan?
Pastinya semua yang Dia sudah lakukan di dalam hidup kita bukan karena Dia benci atau sudah tidak sayang lagi sama kita.. tetapi tujuan akhirnya adalah agar hubungan kita dengan Bapa di Surga dapat selalu diperbarui dan dipulihkan.
Selain itu, bila kita mengatakan bahwa semua yang terjadi di dalam hidup ini karena ada berkat Tuhan yang menyertai, sehingga kita tidak perlu lagi melayani Tuhan.. maka hal ini kurang tepat. Mengapa? Karena semua pelayanan yang kita lakukan merupakan respon hati kita kepada anugerah yang Dia sudah berikan di dalam hidup. Semakin kita merespon lebih atas apa yang Tuhan mau untuk kita lakukan, maka semakin besar pula nantinya Tuhan dapat mempercayakan banyak hal di dalam kehidupan kita.
Tuhan mau agar kita selalu meresponi “kebaikan, kekayaan kemurahan, kesabaran, dan kelapangan hati-Nya” di dalam hidup kita.
Poin Pertama. Tuhan itu Murah Hati di dalam Memberi Mukjizat-Nya.
Tuhan itu tidak pernah pelit dalam memberikan berkat-berkatNya, di dalam hidup kita. Mungkin selama ini kita sudah berdoa lama dan masih belum mendapat jawaban dari-Nya. Tetapi teruslah percaya bahwa kita masih memiliki Bapa yang baik dan sangat sayang pada anak-anakNya. Cara-Nya itu tidak terduga dalam menolong setiap kita. Bapa kita setia dan tidak pernah terlambat. Dia begitu murah hati dalam memberi berkat-berkatNya.
Pada suatu hari Bp. Tjipto berkhotbah di sebuah persekutuan doa, dan membagikan bahwa Tuhan itu begitu mudah dan bermurah hati dalam memberi berkat dan mukjizat terbaik-Nya. Sepulang ibadah, ada seseorang yang mengatakan bahwa mukjizat itu ada teologinya tersendiri, dan tidak semudah itu terjadinya. Dalam hati, Bp. Tjipto mengucap syukur karena dirinya tahu dia memiliki Bapa yang sangat baik, penuh kuasa, dan tidak pelit dalam memberi mukjizat terbaik-Nya.
Mungkin kita merasa bahwa langkah-langkah kita masih belum cukup untuk menyukakan hati-Nya, tetapi jangan pernah lupakan bahwa kita masih memiliki Bapa yang baik. Dia sanggup untuk memberi dan melakukan mukjizat terbaik-Nya.
Pada suatu hari anak Bp. Tjipto kehilangan barang miliknya. Dan ketika anaknya bertanya apakah ayahnya pernah melihat barang miliknya, Bp. Tjipto berbalik bertanya apakah anaknya sudah berdoa terlebih dahulu, dan menenangkan dirinya agar dapat mengingat di mana anaknya ini menaruh letak terakhir barang tersebut?
Melaluinya, anak-anak juga perlu diajar pada saat menghadapi masalah, mereka dapat berdoa dan mencari pertolongan Tuhan terlebih dahulu, sebelum nantinya mereka dapat memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya.
Melalui kisah ini kita juga dapat belajar bahwa Tuhan itu masih dapat menjumpai dan menolong hidup anak-anakNya, apa pun levelnya, termasuk ketika tekanan di dalam hidup terasa begitu berat. Dia masih sanggup untuk memberi mukjizat terbaik-Nya dan memelihara hidup kita.
Tuhan yang Memiliki Banyak Cara.
Pada bulan Juli 2021 saat wabah COVID-19 melanda dan banyak yang meninggal dunia, pemerintah pada saat itu menganjurkan masyarakat untuk memakai double masker. Ketika semua orang berada di dalam rumah, ada seorang ibu yang hendak membeli tanaman di Bp. Tjipto. Tetapi ibu ini tidak mau turun dari mobilnya, dan mengatakan pada Bp. Tjipto bahwa akan ada tukang kebun yang menyusul di belakangnya, naik motor.
Lebih lanjut, tukang kebunnya ini yang nantinya akan mem-foto setiap tanaman dan akan mengirim fotonya melalui aplikasi whatsapp, di nomor handphone ibu tersebut.
Singkat cerita, setiap foto yang dikirim bapak tukang kebunnya tidak jelas / nge-blur. Akhirnya, Bp. Tjipto mengajak ibu tersebut turun dan melihat sendiri tanaman koleksinya. Bp. Tjipto meyakinkan ibu tersebut untuk berani turun, karena mereka berdua sama-sama memakai double masker, ada jarak 2 meter di antara keduanya, dan mereka juga berada di tempat yang terbuka.
Pada akhirnya ibu tersebut memutuskan membeli tiga tanaman, tetapi anehnya saat itu masih bulan Juli, dan ibu ini meminta dikirim bulan Desember. Ketika ditanya kapan pembayarannya, ibu tersebut berkata malam ini akan di-transfer lunas.
Mungkin kita mengira bahwa cerita tersebut hanyalah kisah kebetulan semata, karena di masa COVID-19 orang-orang keluar rumah hanya bertujuan untuk pergi ke apotek, belanja kebutuhan di supermarket, dan tes SWAB. Tidak ada seorangpun yang berani keluar rumah hanya untuk membeli tanaman. Tetapi dari kisah kebetulan tersebut kita dapat belajar bahwa Tuhan itu luar biasa, Dia masih bekerja dan memiliki banyak cara, serta sanggup untuk memelihara hidup kita melalui berbagai kebetulan yang terjadi.
Kisah Sepuluh Orang Kusta.
“Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.” (Lukas 17:11-14).
Penderitaan yang harus ditanggung oleh penderita kusta di zaman tersebut sangatlah berat. Selain harus dipisahkan dari keluarga, mereka juga dijauhkan dari kumpulan masyarakat. Di masa itu mereka juga dianggap najis. Secara fisik mereka memang tertekan oleh penyakit tersebut, tetapi secara psikologis mereka juga dianggap orang-orang yang dikutuk. Mereka dianggap sudah berbuat dosa, sehingga mereka terkena penyakit tersebut.
Ketika Tuhan Yesus datang, sepuluh penderita kusta ini berteriak agar Dia mau menyembuhkan mereka. Tetapi Tuhan hanya memandang dan berkata,
“Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” (ayat 14).
Pada zaman tersebut, yang menyatakan mereka sudah sembuh dari penyakit kusta bukanlah dokter / tabib melainkan para imam. Dan sementara di tengah perjalanan, diceritakan bahwa mereka menjadi tahir, serta menerima mukjizat kesembuhan. Karena terlalu bahagia menerima kesembuhan tersebut, di ayat 15-19 diceritakan hanya ada seorang yang tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya.
Kira-kira pertanyaannya, apakah Tuhan Yesus tahu bahwa yang akan kembali dan mengucapkan terima kasih kepada-Nya hanya satu orang? Pastinya, Dia mengetahuinya. Tetapi Dia tetap memutuskan untuk menyembuhkan sepuluh orang kusta tersebut. Dia begitu bermurah hati dalam memberi mukjizat-Nya. Mereka semua memang bukanlah murid-muridNya, tetapi Dia tetap mau menyembuhkan mereka.
Kalau yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan Yesus saja dapat menerima dan mengalami mukjizat-Nya, masa kita anak-anakNya yang sudah ditebus dengan darah-Nya, dosa-dosa kita yang sudah diampuni oleh-Nya, hubungan kita yang sudah dipulihkan dan kita dapat memanggilnya Bapa.. masa kita tidak dapat mengalami mukjizat terbaik dan menerima pertolongan dari-Nya?
Pada suatu hari ada seorang ibu yang meminta dukungan doa pada Bp. Tjipto, karena ditemukan ada benjolan di dua area di tubuhnya. Sama pihak rumah sakit disarankan untuk dilakukan biopsi, karena diperkirakan tumor. Lalu Bp. Tjipto mengajak istrinya dan juga ibu ini untuk berdoa bersama di rumahnya, serta menyarankan untuk tidak melakukan biopsi terlebih dahulu, mencoba mencari second opinion di sebuah klinik onkologi di tempat yang ditunjukkan Bp. Tjipto.
Singkat cerita, Tuhan itu baik dan memberi mukjizat pertolongan-Nya. Dokter mengatakan bahwa di satu area ditemukan hanya kelenjar biasa, dan area satunya memang ada tumor, tetapi setelah diangkat, yang tersisa hanyalah kelenjar biasa.
Beberapa minggu kemudian, anak dari Bp. Tjipto gantian yang masuk rumah sakit, akibat sakit demam berdarah. Ibu yang didoakan tadi mengirim pesan di whatsaap pada Bp. Tjipto,
“Pak, saya berdoa supaya Tuhan Yesus dapat menyembuhkan anak Bapak.”
Mungkin bahasa di dalam doanya terdengar biasa, tetapi ibu ini bukan dari golongan orang percaya. Sekalipun demikian dirinya tahu, kita memiliki Bapa yang baik. Tugas kita sebagai anak-anakNya adalah memberitakan pada orang lain bahwa kita memiliki Bapa yang baik dan murah hati, dalam memberikan mukjizat terbaik-Nya.
Teruslah mengejar Tuhan dengan sungguh di dalam hidup ini. Kalau kita hanya mencari pertolongan dan mukjzat-Nya saja.. hari ini memang kita mendapat pertolongan-Nya tetapi kita tidak mendapatkan Pribadi Tuhan. Minggu depan pada saat menghadapi masalah lagi, kita kembali pusing. Pastikan kita mendapatkan Tuhan di dalam hidup. Musim memang akan selalu berganti, ekonomi dapat naik dan turun, masalah akan datang dan pergi.. tetapi selama kita memiliki Yesus di dalam hidup, kita akan baik-baik saja.
Dialah yang memegang kendali penuh di dalam hidup kita. Kita memiliki Tuhan yang dahsyat, yang sekaligus sayang sama kita. Kita memiliki Bapa yang mudah dan murah hati, dalam memberikan mukjizat terbaik-Nya, pada anak-anakNya.
Poin Kedua. Tuhan itu Panjang Sabar dan Lapang Hati.
Tuhan tidak mudah marah dan menghukum anak-anakNya, sebab bila Dia mempunyai sifat seperti itu, maka tidak ada seorangpun yang dapat hidup di dalam dunia ini. Tuhan itu panjang sabar, dan kalau kita berdoa meminta ampun, Dia selalu membuka tangan-Nya serta siap menerima kita kembali.
Tuhan memang sangat membenci apa yang namanya dosa, tetapi Dia sangat mengasihi setiap kita. Tidak ada yang namanya dosa besar dan dosa kecil, tetapi yang ada hanyalah kita semua membutuhkan pengampunan Tuhan di dalam hidup ini. Tidak ada seorangpun yang dikatakan baik, yang ada hanyalah kita semua sudah diampuni dan menerima kemurahan Tuhan.
Ketika Bp. Tjipto mengadakan pelayanan di dalam penjara, dirinya menyadari bahwa sering kali kita mengatakan bahwa orang-orang yang berada di dalam penjara adalah orang jahat, dan kita adalah orang baiknya. Tetapi perbedaannya hanyalah, kalau orang-orang di penjara melakukan kejahatan dan mereka ketahuan. Sedangkan kita melakukan kejahatan, tetapi masih belum ketahuan.
Pada suatu hari setelah selesai pelayanan di penjara, ada seorang bapak yang datang sambil menangis dan mengaku bahwa dirinya masuk penjara karena menjadi bandar narkoba. Bapak ini bercerita, pada saat uangnya banyak, temannya juga banyak, semua ingin mendekat kepadanya. Tetapi saat dirinya tertangkap, semua teman meninggalkannya. Istri dan anaknya tidak ada yang mau mendekat. Dia merasa telah kehilangan segalanya. Tetapi bapak ini bersyukur bahwa di dalam penjara, dia menemukan Tuhan Yesus yang mau mengasihi dan mengampuni dirinya.
Seseorang yang melakukan dosa dan kejahatan begitu besar akan lebih bersyukur ketika mendapatkan pengampunan-Nya, daripada seseorang yang melakukan dosa yang terlihat remeh. Bisa jadi hal ini menjadi salah satu alasan mengapa selama ini kita tidak pernah dapat untuk bersungguh hati dalam mengasihi Tuhan, mungkin saja karena kita merasa hanya memiliki dan melakukan dosa yang tampak remeh.
Padahal yang namanya dosa tetaplah dosa. Tidak ada yang namanya dosa besar, maupun dosa yang terlihat kecil atau remeh.
Di dalam penjara tersebut, banyak orang merasa sudah melakukan dosa dan kejahatan yang besar. Tetapi tidak ada dosa yang terlalu besar ataupun yang terlalu kecil, yang tidak dapat diampuni-Nya. Darah Yesus masih cukup bagi setiap kita yang membutuhkan pengampunan-Nya.
Perumpamaan tentang Anak yang Hilang.
“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (Lukas 15:18-20).
Anak bungsu ini memiliki seorang kakak, dan pada suatu hari dirinya berpikir alangkah enaknya kalau memiliki kebebasan dan bisa hidup sendiri, sesuai dengan apa maunya. Lalu dirinya datang ke ayahnya, dan meminta warisan bagiannya.
Tidak ada seorang ayah di dalam dunia ini yang hatinya tidak sedih bila ada anaknya yang meminta warisan, padahal ayahnya masih hidup. Lebih lanjut diceritakan bahwa di ayat di atas pada akhirnya ayahnya ini membagi harta warisannya. Setelah mendapatkannya, anak bungsu tersebut segera pergi dan menghabiskannya.
Ketika uangnya sudah habis, menjauh pula teman-temannya. Mau makan tidak bisa, dan tidak ada seorangpun yang mau menolongnya, sehingga pada akhirnya dirinya mulai mencari pekerjaan. Mungkin karena tidak terbiasa bekerja keras, pekerjaan yang didapat anak bungsu ini hanyalah, menjaga peternakan babi. Tugasnya memberi makan dan membersihkan kotoran babi.
Ketika membersihkan kandang babi, dirinya mulai tersadar bahwa keadaan orang-orang yang bekerja di rumah ayahnya masih jauh lebih baik dari keadaan yang dialaminya sekarang.
Karena itu anak bungsu ini memutuskan untuk kembali pada ayahnya dan mulai memikirkan apa yang nantinya akan diperkatakan pada ayahnya, supaya dia dapat diterima kembali. Dirinya tidak berani memikirkan untuk dapat diterima kembali menjadi anak, karena sudah terlalu jauh baginya. Baginya, bila dirinya dapat diterima sebagai karyawan, hal ini sudah lebih dari cukup.
Anak bungsu ini juga teringat pada waktu keluar dari rumah baunya harum karena parfum, tetapi sekarang ketika mau pulang dan kembali ke rumah ayahnya dengan bau peternakan babi. Dahulu pada waktu keluar dari rumah memakai jubah yang sangat bagus, tetapi sekarang jubahnya sudah kotor terkena kotoran babi. Tetapi dia tetap memiliki satu tujuan, kembali pulang ke rumah ayahnya.
Dan diceritakan di ayat di atas, ketika ayahnya melihat anak bungsunya ini dari jauh, tergeraklah hati ayahnya karena belas kasihan. Ayahnya segera berlari mendapatkan dia. Memeluk dan menciumnya.
Cobalah bayangkan bila kita yang menjadi ayahnya. Apabila anak kita berasal dari peternakan babi, lengkap dengan bau kotoran babi yang menempel di tubuhnya.. apakah tetap akan kita peluk?
Tetapi ayat di atas menceritakan pada kita bahwa ayahya tidak peduli. Dia berlari dan segera merangkul anaknya. Dia tidak bertanya di mana sertifikat yang dia pernah titipkan, ataupun bagaimana dengan uang yang dia berikan, apakah sudah berlipat ganda atau tidak. Bagi ayahnya, anaknya sudah kembali pulang ke rumahnya. Ini segala-galanya bagi dirinya.
Lalu ayahnya berkata pada hamba-hambanya,
“Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.” (ayat 22-24).
Tetapi kita menjumpai di ayat selanjutnya, anak sulungnya ketika diberitahu hamba ayahnya, menjadi marah (ayat 28-30). Bisa jadi karena anak sulungnya ini takut dan trauma, bila harta ayahnya akan dibagi lagi untuk anak bungsunya. Natur kita sebagai seorang manusia hanya menghitung semuanya dengan uang, apa untung dan ruginya, mempertimbangkan apa yang kita dapat nantinya. Tetapi bagi Bapa di Surga, hubungan bersama anak-anakNya itu jauh lebih penting.
“Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.” (ayat 28).
Di tempat mana paling banyak ditemukan orang-orang mengalami sakit hati, dan juga kepahitan? Bisa jadi jawabnya adalah, di dalam gereja.
Pada suatu hari ada badan misionaris yang mengirim beberapa misionarisnya ke sebuah daerah pedalaman di Indonesia. Tetapi belum selesai kontraknya lima tahun, banyak dari mereka yang memutuskan untuk kembali ke Amerika. Ketika disurvei, mengapa mereka begitu cepat kembali? Apakah mungkin makanannya tidak cocok, tidak ada wifi, tidak ada listrik, merasa kesepian, atau ketakutan karena di pedalaman?
Semua itu bukan jawaban dari hasil surveinya. Tetapi jawabnya adalah,
Ketika mereka datang melayani, ada beberapa masalah yang terjadi dan mereka semua menjadi sakit hati dengan sesama yang melayani. Sehingga mereka memutuskan untuk berhenti melayani di daerah misi tersebut, dan memutuskan untuk pulang dan kembali ke Amerika.
Tetapi sama seperti Bapa yang panjang sabar dan lapang hati, murah hati, dan juga besar kasih-Nya.. maka kita sebagai anak-anakNya juga seharusnya memiliki DNA yang sama di dalam hidup kita, dan dapat mempraktikkannya dalam hidup sesama.
Poin Ketiga. Kasih Tuhan Harus Diberitakan.
Kalau kita memiliki Bapa yang luar biasa baik, murah hati, dan lapang hati-Nya.. tidakkah kita ingin memberitakan segala kebaikan yang sudah Dia perbuat di dalam hidup kita, kepada sesama? Kalau misal kita menemukan ada tempat makanan yang enak, harganya sangat terjangkau, porsinya juga banyak.. tidakkah kita juga ingin membagikan info tersebut pada teman-teman kita?
Pada suatu hari Bp. Tjipto memiliki jadwal pelayanan di Pontianak, dan teman-temannya menyarankan untuk mencoba Warung Kopi Asiang yang sudah berdiri sejak tahun 1958, serta lokasinya berada di jalan Merapi. Setiap penggemar kopi dan mereka yang ada jadwal ke Pontianak, selalu menyempatkan diri untuk mencoba kopi di tempat ini. Dan sama seperti yang dilakukan teman-teman Bp. Tjipto, seharusnya semudah itulah kita juga memberitakan kebaikan Tuhan pada sesama.
Kita dapat berbagi cerita tentang Tuhan yang sudah menolong hidup kita, yang sudah mengampuni dosa-dosa kita, memulihkan, memberkati, dan menjaga hidup kita di setiap harinya. Tidakkah Dia layak untuk diceritakan? Semudah kita berbagi info kuliner pada teman-teman kita, maka semudah itulah seharusnya kita dapat bercerita tentang kebaikan Tuhan, pada sesama.
Kesaksian Anak Karyawan Bp. Tjipto.
Pada suatu hari, ada anak dari karyawan Bp. Tjipto yang menderita sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit. Karena sudah dirawat selama empat hari, sudah habis banyak biaya dan masih belum sembuh dari penyakitnya.. maka dengan terpaksa diputuskan untuk dikeluarkan dari rumah sakit tersebut, dikarenakan keterbatasan biaya.
Lalu karyawan ini pergi ke beberapa rumah sakit, dan berusaha mencari kamar yang bisa menerima layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setelah mendapat kamar perawatan bagi anaknya, Bp. Tjipto memberanikan diri untuk bertanya apakah boleh karyawan dan anaknya ini didoakan bersama istri dan juga temannya.. dan karyawan tersebut mengiyakan ajakan tersebut.
Di dalam kamar perawatan anak, tampak anak karyawannya Bp. Tjipto ini baru berusia sekitar satu tahun, badannya kurus, panasnya tinggi, dan tidak bisa makan. Bp. Tjipto berdoa dan memohon kemurahan Tuhan agar Dia menjamah, memberi kekuatan dan pemulihan agar bisa makan dan panasnya turun. Beberapa hari kemudian Bp. Tjipto mendapat kabar bahwa Tuhan mulai memulihkan kesehatan anak ini, dan dari hasil laboratorium yang keluar beberapa hari kemudian.. darahnya ditemukan bersih dan sama sekali tidak ada virus. Tak lama kemudian anak ini diputuskan boleh keluar meninggalkan rumah sakit.
Mungkin kita berpikir bahwa yang mendoakan haruslah figur seseorang, tetapi jangan pernah lupakan bahwa yang dapat menyembuhkan bukanlah kuasa manusia, melainkan kuasa Tuhan. Mulai tunjukkan pada orang-orang yang ada di sekeliling, kita itu memiliki Bapa yang baik. Kita memiliki Tuhan yang murah hati dalam memberi mukjizat terbaik-Nya. Dia tidak memandang rupa dan apa latar belakang di hidup kita.
Memasuki tahun 2025, marilah kita memegang teguh sebuah keyakinan bahwa kita memiliki Bapa yang setia. Kita memiliki Bapa yang sabar dan lapang hati, dan mari menceritakan pada semua orang bahwa kita memiliki Bapa yang baik.
Kesaksian 20 tahun yang lalu.
Ada seorang ibu yang menelepon Bp. Tjipto dan mengatakan bahwa dirinya mau datang ke rumahnya. Mendengarnya, Bp. Tjipto sangat bersukacita karena ibu ini adalah salah satu pembeli tanaman terbesar, dan tidak pernah menawar harga.
Jam 10 pagi ibu ini menelepon dan memberi kabar bahwa jam 1 siang dirinya akan datang. Bp. Tjipto sudah berbahagia, karena membayangkan ada berkat Tuhan yang datang di dalam hidupnya. Tetapi jam 11 hujan mulai turun, dan Bp. Tjipto memberanikan diri untuk berdoa meminta kemurahan Tuhan, agar sekitar jam 1-1.30 hujan dapat berhenti. Karena ibu ini beli tidak pernah lama, hanya membutuhkan waktu 15 menit.
Tetapi hujan malah bertambah deras. Bp. Tjipto sempat berpikir bahwa mungkin ibu tersebut tidak jadi membeli. Tak lama kemudian ibu tersebut menelepon bagaimana keadaan di tempat Bp. Tjipto, dan ternyata sama-sama hujan deras. Tetapi ibu ini memiliki iman yang jauh lebih besar, dan memutuskan untuk tetap mau datang.
“Siapa tahu sampai sana, hujannya sudah berhenti,” demikian perkataan dari ibu tersebut. Jam 12 lebih ibu ini mulai berangkat, jam 12.30 sudah gerimis dan cuaca mulai terang. Jam 1 kurang, matahari mulai muncul. Tidak ada mendung dan hujan. Tuhan memang dahsyat dalam mengatur cuaca.
Ketika sampai di depan pintu, hujan tiba-tiba turun dengan begitu derasnya, bahkan hujan angin. Bp. Tjipto di dalam hati berkata mungkin saja ini bukan waktu-Nya Tuhan untuk memberkatinya.
Tetapi yang dilakukan ibu ini adalah membuka pintu mobilnya, disusul dengan membuka payung lipatnya, serta mulai turun dari mobil. Ibu ini lalu mem-foto beberapa tanaman yang ingin dibeli, dan menunjukkan pada Bp. Tjipto. Lebih lanjut ibu ini meminta agar nanti dapat di-faksimili nota sekaligus total harganya. Besoknya, tanamannya dikirim dan uangnya ditransfer lunas.
Bp. Tjipto berdoa meminta kemurahan Tuhan agar hujan dapat berhenti, dan hujannya memang berhenti.. hal ini sungguh luar biasa mukjizat dari Tuhan. Tetapi dirinya belajar, sekalipun diizinkan datang badai, mendung tebal, angin luar biasa.. kalau Tuhan mau mengirimkan sesuatu, itu pasti sampai tujuannya dan tidak mungkin salah alamat. Dia adalah Tuhan yang dahsyat dan luar biasa. Dia sanggup menjaga hidup kita. Bahkan Dia suka untuk menunjukkan pada kita, Dia melakukan sesuatu yang besar di dalam hidup kita.
Selain untuk menyatakan kuasa-Nya, Dia juga ingin menyatakan bahwa Dia adalah Bapa yang baik, yang sanggup memelihara anak-anakNya.
Tuhan yang Dahsyat di Manapun juga.
“Pegawai-pegawai raja Aram berkata kepadanya: “Allah mereka ialah allah gunung; itulah sebabnya mereka lebih kuat dari pada kita. Tetapi apabila kita berperang melawan mereka di tanah rata, pastilah kita lebih kuat dari pada mereka.”” (1 Raja-raja 20:23).
Raja dan barisan orang Aram mempercayai perkataan dari pegawai-pegawainya yang mengatakan bahwa Allah orang Israel hanya hebat di dalam peperangan, hanya khusus di daerah pegunungan saja. Tetapi Dia ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang tetap dahsyat, di manapun peperangannya diadakan.
“Maka tampillah abdi Allah dan berkata kepada raja Israel: “Beginilah firman TUHAN: Oleh karena orang Aram itu telah berkata: TUHAN ialah allah gunung dan bukan allah dataran, maka Aku akan menyerahkan seluruh tentara yang besar itu ke dalam tanganmu, supaya kamu tahu, bahwa Akulah TUHAN.”” (ayat 28).
“..dan pada suatu hari orang Israel menewaskan seratus ribu orang berjalan kaki dari orang Aram itu. Orang-orang yang masih tinggal melarikan diri ke Afek, ke dalam kota, tetapi temboknya roboh menimpa kedua puluh tujuh ribu orang yang masih tinggal itu.” (ayat 29-30).
Tuhan kita bukan hanya Tuhan yang dahsyat di dalam gereja, tetapi juga di dalam rumah, di rumah sakit, tempat kerja, dan di manapun juga. Karena itu, marilah datang dan mencari-Nya dengan bersungguh hati. Pastikan kita mendapatkan-Nya di dalam hidup, maka hidup kita pasti akan baik. Kita akan mendapat tuntunan hikmat dan kasih-Nya.
Bapa yang Baik. Pembuat Mukjizat sejati.
Tantangan di dalam hidup memang berat, dan semuanya serba tidak menentu. Tetapi Tuhan kita masih jauh lebih hebat dari semua tantangan yang sedang kita hadapi. Dia masih sanggup untuk melakukan berbagai mukjizat, memulihkan hubungan keluarga, dan bahkan menyembuhkan sakit penyakit kita.
Dia adalah Pembuat mukjizat sejati. Datanglah dengan penuh ucapan syukur, bahwa kita memiliki Bapa yang begitu baik. Bisa jadi di tengah pergumulan berat yang tak tahu kapan tanggal berakhirnya.. kita bisa kehilangan pandangan, merasa putus asa, dan menjadi tawar hati.
Tetapi biarlah firman-Nya terus mengingatkan kita, bahwa kita memiliki Bapa yang baik, yang memegang kendali penuh masa depan di dalam hidup kita. Dia menyayangi kita. Kuasa-Nya tidak terbatas, dan cara-caraNya tidak terduga dalam memberkati kehidupan anak-anakNya.
Datanglah dan rendahkan diri kita. Jadikan Tuhan sebagai yang terutama di dalam hidup kita.
Kalau kita merasa hidup kita hari-hari ini sudah jauh dari Tuhan, marilah kita bersungguh hati untuk kembali kepada-Nya. Dia adalah Bapa yang baik, yang memberikan kemurahan, kelapangan hati dan kesabaran-Nya bagi setiap kita.
Sama seperti anak yang hilang dan pulang kembali ke rumah ayahnya.. dikatakan bahwa ayahnya itu masih mau mendatangi dan merangkulnya, tidak peduli apa pun keadaannya. Demikian hal yang sama, Bapa kita itu sungguh baik dan rindu untuk memulihkan hidup kita anak-anakNya. Sekalipun hidup kita mungkin terasa berat, kita sudah tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat.. Tuhan itu masih ada. Dia adalah Pembuat mukjizat sejati.
Kita masih memiliki Tuhan yang murah hati dalam memberikan mukjizat terbaik-Nya, Dia panjang sabar dan juga lapang hati, serta beritakanlah kasih dan kebaikan Tuhan yang sudah kita alami.. bagi sesama yang membutuhkannya.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments