Catatan Khotbah: “Kelahiran Baru.” Ditulis ulang dari sharing khotbah Bp. Pdt. Samiton Pangellah di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan pada Tgl. 12 Mei 2024.
“Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.” Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?”
Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.” (Yohanes 3:1-7).
Akhir-akhir ini cukup lama gereja Tuhan jarang membahas apa yang namanya kelahiran baru / lahir kembali / dilahirkan dari Roh.
Tetapi ada tiga pertanyaan yang dapat dipelajari darinya,
Pertama. Siapa yang melahirkan kita kembali menjadi manusia ciptaan baru? Siapa saja yang dilahirkan? Siapa saja yang perlu untuk dilahirkan baru?
Kedua. Apa yang akan terjadi ketika kita dilahirkan kembali?
Ketiga. Mengapa kita perlu dilahirkan kembali? Apa alasannya?
Nikodemus. Seorang Pemimpin Agama.
Nikodemus adalah seorang pemimpin agama Yahudi yang datang pada waktu malam, kepada Tuhan Yesus. Dari latar belakang yang dimilikinya, pastinya dia sangat hafal dengan isi dari kitab Perjanjian Lama (PL), mempraktikkan dengan setia berbagai peraturan dari kitab Taurat Musa, puasa beberapa kali dalam seminggu, setiap hari rajin berdoa beberapa kali, setia dalam memberi berbagai persembahan yang diwajibkan, dan juga taat dalam melakukan berbagai tata cara ibadah yang diajarkan di agama Yahudi.
Nikodemus ini bergabung di dalam sebuah “organisasi masyarakat (ormas)” yang bernama Farisi, yang memiliki visi dan misi ingin mendirikan dan melakukan pembaruan di dalam Kerajaan Israel, dengan meniru dan mengulang kembali apa yang terjadi di zaman dahulu. Itulah sebabnya mereka sangat menanti-nantikan kedatangan dari Sang Mesias, seseorang yang mereka yakini akan memerintah dan membawa kerajaan mereka berjaya kembali, sama seperti pada waktu dipimpin Raja Daud. Di dalam kerajaan yang mereka harapkan ini, mereka akan menerapkan Taurat Musa sebagai peraturan dan hukumnya.
Sebagai seorang pemimpin agama, pastinya Nikodemus memiliki pengaruh yang sangat kuat dan juga memiliki harta kekayaan, di mata masyarakat dikenal sebagai seorang saleh, taat beragama, hidupnya tertib, dan terpuji. Ilmunya tentang Taurat Musa pasti juga sangat mendalam. Tidak perlu diragukan lagi wawasannya.
Saat menjumpai Tuhan Yesus, dia memanggil-Nya dengan panggilan Guru (ayat 2) padahal Nikodemus sendiri adalah seorang guru yang terkenal, dan Tuhan Yesus pada saat itu masih baru memulai pelayanan-Nya. Murid-muridNya memang memanggil-Nya dengan sebutan Guru, tetapi orang-orang di sekitar masih belum menganggap-Nya, bahkan Dia hanya dikenal sebagai sebatas anak dari seorang tukang kayu saja (Matius 13:55, dan Markus 6:3).
Lalu Nikodemus melanjutkannya dengan pujian bahwa melalui apa yang diamatinya selama ini, pengajaran Tuhan Yesus sangatlah berkualitas dan selalu disertai dengan berbagai tanda dan mukjizat, yang tidak ada seorangpun dapat melakukannya tanpa ada penyertaan dari Allah (ayat 2).
Tetapi menindaklanjuti pujian dari Nikodemus, Tuhan Yesus malah menjawabnya,
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” (ayat 3).
Jangankan mendirikannya, jangankan masuk di dalam dan mengalaminya.. untuk melihat Kerajaan Allah saja, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Nikodemus tidak dapat melihatnya. Sekalipun perkataan-Nya pada saat itu seperti “menampar wajah” Nikodemus, tetapi Tuhan Yesus tahu inilah kebenaran yang sebenarnya Nikodemus butuhkan.
Datang setiap hari Minggu di gereja, mengikuti seluruh peraturan yang ada, dan banyak berbuat baik itu memang bagus.. tetapi sesungguhnya semuanya itu tidak akan membuat kita dapat melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Mengapa? Karena Kekristenan sesungguhnya bukan berbicara tentang kita yang berusaha berbuat baik dengan hikmat dan kekuatan kita manusia yang terbatas, tetapi tentang Allah yang melakukan sesuatu di dalam hidup manusia.
Bagian Pertama. Siapakah yang melahirkan kita kembali menjadi manusia ciptaan baru? Siapa saja yang dilahirkan? Siapa saja yang perlu untuk dilahirkan baru?
Dan jawabnya adalah Roh Kudus, Roh Allah sendiri yang melahirkan kita menjadi manusia ciptaan yang baru. Bukan seorang figur hamba Tuhan, ataupun melalui berbagai upacara dan liturgi tertentu di dalam gereja. Lahir baru bisa kapanpun waktunya, dan kita tidak bisa mengatur kapan waktu-Nya. Tetapi satu hal yang pasti, hanya Tuhan Yesus yang sanggup untuk melakukannya di dalam hidup kita. Bukan lainnya.
Ketika Roh Kudus melahirkan seseorang menjadi ciptaan yang baru, maka hal ini sungguh-sungguh merupakan pengalaman personal / bersifat pribadi. Pada saat kita dilahirkan baru, maka saat itulah kita disebut orang Kristen yang sebenarnya. Sebelum kita mengalami proses lahir baru, tubuh dan roh kita sesungguhnya berada di dalam keadaan mati, dikuasai kegelapan, dan di bawah hukuman.
Inilah kondisi ketika kita lahir di dalam dunia, belum berbuat dosa apa pun, kita sudah lahir ke dalam kematian. Tanpa Kristus dan proses dilahirkan baru, sesungguhnya kita sudah berada di dalam kebinasaan. Orang yang mati di dalam kematian, dirinya tidak akan mengetahui kalau sesungguhnya dia sudah mati. Mungkin saja dia tetap bisa berbuat baik dan melakukan berbagai kegiatan keagamaan. Tuhan Yesus berkata pada Nikodemus, keadaannya adalah seperti ini.
Bisa jadi kita adalah orang yang baik-baik dan tidak pernah berbuat kejahatan. Tetapi Tuhan tidak mau kita berada di dalam kematian terus-menerus, sampai kita masuk ke dalam kekekalan. Tuhan mau mengaruniakan kita hati dan roh yang baru.
Bagian Kedua. Apakah yang akan terjadi ketika kita dilahirkan kembali?
Firman Tuhan berkata,
“Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.” (Yehezkiel 36:26-27).
Seseorang yang belum lahir baru, dia memiliki hati yang keras dan hidupnya tidak teratur. Kalaupun dirinya berbuat baik, pasti memiliki motivasi hati lainnya. Tak ada satu hal pun di dalam dunia ini yang bisa mengubah, selain dari Pribadi Tuhan sendiri. Hanya Dia yang sanggup untuk memberikan hati dan roh yang baru di dalam hidup kita. Oleh karena itu bagi seseorang yang lahir baru, rohnya dijadikan baru dan Tuhan juga memberi Roh-Nya untuk tinggal di dalam hidup, agar kita mudah untuk menaati setiap firman-Nya.
Ketika Roh-Nya tinggal di dalam hidup kita, setiap kita dimampukan untuk dapat menaati dan melakukan setiap firman-Nya. Sekalipun kita tahu bahwa lahir baru ini membutuhkan proses dan banyak belajar, mengikut Yesus harus menyangkal diri dan memikul salib (Matius 16:24).. tetapi Dia memberikan kerinduan dan juga kekuatan agar kita terus bertekun di dalam-Nya, dan mau melakukan setiap perintah-Nya dengan setia, agar hati-Nya dapat disukakan.
Berbeda halnya dengan seseorang yang belum lahir baru. Karena merasa susah untuk melakukan setiap perintah Tuhan yang sudah tertulis di dalam firman-Nya, dirinya dengan begitu mudahnya untuk menyerah. Untuk hidup kudus memang tidaklah mudah dan butuh perjuangan, tetapi seseorang yang lahir baru akan selalu diberi kerinduan di dalam hati dan hidupnya untuk terus bertekun dan berusaha, walaupun itu tidak mudah.
“Di dalam Dia kamu juga karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.” (Efesus 1:13).
Paulus mengatakan barangsiapa yang percaya pada Kristus dan Injil Keselamatan, maka di dalam hidupnya diberikan Roh Kudus sebagai meterai. Ada konfirmasi juga di dalam Perjanjian Baru (PB), Tuhan Yesus mengembusi murid-muridNya dan memberi mereka Roh Kudus (Yohanes 20:22).
Sebelum kita mengalami kelahiran baru, roh kita mati, tidak dapat menaati perintah-Nya, hidup di dalam kekacauan, tidak dapat mengenal Allah lebih dalam, tidak dapat mengenal siapa identitas diri kita yang sebenarnya, memiliki hati yang keras, dan juga memiliki sifat tegar tengkuk.
Tetapi Tuhan Yesus baik, bagi yang percaya dan mau menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, setiap kita dilahirkan baru. Dia mati dan menebus dosa-dosa kita, dan bangkit pada hari yang ketiga untuk mengalahkan kuasa maut. Roh kita dilahirkan baru, di dalam Kristus sesungguhnya kita adalah ciptaan baru. Ketika lahir baru, hidup kita juga diberi meterai oleh Roh Kudus. Jadi, Roh Kudus dan roh kita bersatu untuk selamanya.
Meterai itu artinya kepemilikan. Hidup kita sudah dibayar tunai oleh darah Yesus, kita dimiliki oleh Allah, dan meterainya tidak tanggung-tanggung yakni Roh Kudus sendiri. Bukan dengan tinta yang fana, ataupun dengan perangko.
Kalau kita belum lahir baru, ada empat hal yang dapat kita alami..
Pertama. Kita tidak mengenal Allah.
Itulah sebabnya ketika ke gereja, kita tidak memiliki antusias. Ada saja alasan yang dimiliki, mulai dari suasana gereja yang terasa kurang baik, materi yang disampaikan hamba Tuhan kurang pas, hamba Tuhan yang berbicara kurang jokes-nya, sound system dan musiknya kurang enak, dan berbagai macam alasan lainnya.
Mengapa gereja perlu didandani, karena cukup banyak orang yang menghadiri ibadah di gereja, tetapi sesungguhnya mereka masih belum lahir baru. Tetapi bagi seorang Kristen yang sudah lahir baru, semua alasan tersebut tidak menjadi masalah baginya.
Ketika Pdt. Samiton lahir baru sekitar tahun 1980, kalau hendak mem-follow up seseorang dilakukan di tempat AMIGOS atau Agak MInggir GOt Sedikit, di daerah parkiran motor. Tidak ada tempat lainnya, sama-sama duduk di motor masing-masing, dan saling mendoakan di tempat tersebut. Bahkan dilawat Tuhan, juga di tempat tersebut. Panas terik tidaklah menjadi masalah. Asal ada ruang, asal ada waktu dan kesempatan, jadilah.
Bagi Pdt. Samiton, tidaklah masalah kalau pada saat itu harus menginjil dalam keadaan yang sederhana dan terbatas. Mengapa? Karena dirinya, sudah mengalami proses lahir baru.
Kedua. Tidak mengenal identitas dirinya.
Karena itu bagi seseorang yang belum lahir baru, dia menciptakan ilahnya sendiri. Yang menjadi ilah di dalam hidupnya adalah uang, popularitas, jabatan, gelar, dan apa saja yang bisa digapai di dalam dunia yang fana ini. Karena tidak tahu siapa identitas dirinya, bisa jadi hidup mereka juga mudah tersinggung.
Ketiga. Tidak tahu tujuan hidupnya.
Mereka menciptakan tujuan hidupnya masing-masing. Tidak sedikit dari antara mereka yang memiliki pendapat,
“Hidup itu untuk dinikmati, hidup itu harus mencapai banyak kesuksesan..”
Memang semuanya itu tidaklah salah, asal kita tahu bahwa semuanya itu adalah tujuan hidup yang Tuhan berikan bagi setiap kita, agar kita nantinya dapat menjadi berkat dan memuliakan nama-Nya. Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah, seseorang yang belum lahir baru tidak mengetahui untuk apa dirinya diciptakan. Untuk itulah mereka membuat tujuan hidupnya sendiri, supaya perasaan mereka dapat merasa lebih baik.
Keempat. Tidak tahu ke mana sesudah meninggal dunia.
Bagian ini tidak bisa diciptakan dengan hikmat dan kekuatan kita sendiri. Itulah sebabnya bagi seseorang yang belum mengalami lahir baru, ketika dirinya mendekati ajal, pasti mengalami ketakutan. Tetapi bagi seseorang yang sudah lahir baru akan dengan mudahnya berkata,
“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:21).
Ada seorang pria yang dikonselingi Pdt. Samiton, yang tertangkap basah berselingkuh dengan perempuan yang non-Kristen. Padahal pria ini sudah mengikut Kristus cukup lama, dan menjadi seorang Kristen sejak lahir. Dan pada saat ditanya Pdt. Samiton, pria ini tetap pada pendiriannya ingin tinggal bersama dengan perempuan yang baru dikenalnya dan meninggalkan istrinya yang lama.
Lebih lanjut Pdt. Samiton bertanya pada pria ini tentang bagaimana latar belakang dari istrinya yang dulu ternyata juga non-Kristen, dan proses lahir barunya juga tidak dengan bersungguh hati. Ketika mengetahui pria yang dia nikahi berselingkuh, istrinya yang berada di rumah malah semakin mengajaknya ribut. Pdt. Samiton lalu bertanya,
“Menurutmu, siapa Tuhan Yesus itu bagimu? Apa arti pengorbanan Tuhan Yesus yang mati di atas kayu salib, bagi hidupmu?“
Pria ini menjawab,
“Tuhan Yesus itu Juruselamat, Penolong, dan satu-satunya Jalan keselamatan..”
Lalu Pdt. Samiton bertanya,
“Apa definisi / arti dari Juruselamat, Penolong, dan Jalan menurutmu?”
Pria ini menjawab,
“Penolong itu memiliki arti kalau kita sedang susah, Tuhan langsung menolong kita. Juruselamat itu memiliki arti, saya ke mana-mana tetap selamat, dan selalu diluputkan dari kecelakaan. Kalau Jalan itu memiliki arti, kalau kita butuh, Tuhan pasti akan segera membuka jalan di dalam hidup kita.”
Padahal pria ini sudah bisa praise and worship, memahami ungkapan bahasa-bahasa Kristiani tertentu, bahkan sudah menerima baptisan Roh Kudus.. tetapi dirinya masih belum mengalami lahir baru yang sesungguhnya, karena pengertian Tuhan Yesus sebagai Penolong, Juruselamat, dan Jalan itu masih sebatas untuk kepentingan dirinya sendiri saja.
Lebih lanjut Pdt. Samiton bertanya apa artinya Tuhan Yesus yang sudah disalib bagi dirinya. Dan pria ini menjawab bahwa dirinya diterima Bapa apa adanya. Dan di sepanjang waktu yang ada, pria ini tidak pernah menyinggung bahwa Tuhan Yesus mati di atas kayu salib itu untuk dan sudah menebus dosa-dosanya, yang sudah dibayar lunas oleh-Nya. Penebusan-Nya sama sekali tidak memiliki arti bagi pria ini.
Pdt. Samiton dapat memastikan bahwa pria dan istrinya sama-sama belum lahir baru..
Bahkan ada seorang anak muda yang dikira Pdt. Samiton sudah mengalami lahir baru, dan sudah menjadi guru sekolah minggu. Ketika datang terlambat dan tidak mendapat tempat parkir di gerejanya, anak muda tersebut menjadi marah, dan.. pindah ke gereja lainnya.
Ketika Pdt. Samiton bertemu lagi dengan anak muda ini di lain waktu, dan bertanya siapa Yesus bagimu dan apa arti Yesus mati bagi hidupmu? Anak muda itu menjawab kalau pada waktu masih muda dulu, bisa jadi dirinya hanya sekadar ikut-ikutan, tidak mengikut Tuhan dengan penuh komitmen dan bersungguh hati.
Di mana-mana Pdt. Samiton menyampaikan prinsip ini, karena tidak banyak yang memahami apa makna sesungguhnya dari lahir baru. Ketika kita baru lahir ke dalam dunia ini, kita sedang di dalam KEMATIAN dan mengalami keempat hal di atas.
Itulah sebabnya kita membutuhkan proses lahir baru. Roh Kudus, Roh Allah sendiri yang melahirkan kita untuk menjadi manusia ciptaan baru dan menuntun setiap kita untuk dapat berjalan di dalam KEHIDUPAN. Di dalam kehidupan itu ada terang dan anugerah dari Allah.
Ketika kita berada di dalam kematian, kita tidak sadar bahwa kita sudah mati. Orang yang mati tidak tahu kalau dia sudah mati, berbau busuk, dan betapa hancur hidupnya. Dirinya berpikir bahwa semuanya sedang berjalan baik-baik saja.
Tetapi Roh Kudus itu bekerja dan memberi kehidupan pada orang tersebut. Dan ketika diberi kehidupan, maka terjadilah proses berbalik seratus delapan puluh derajat. Dari tadinya hidup di dalam kematian, sekarang berbalik arah dan menjalani hidup di dalam kehidupan.
Sekarang hidup di dalam anugerah, dan di dalam terang-Nya. Kita sekarang dapat berjalan setiap hari di dalam pertobatan. Hati kita berkata,
“Tuhan aku mau mengikuti perintah-Mu. Mungkin sekarang masih belum bisa, dan membutuhkan banyak proses. Tetapi aku mau selalu belajar. Tolong mampukan aku selalu, Tuhan, untuk mengikuti setiap perintah-Mu dan juga untuk menyenangkan hatimu, melalui hidupku..”
Kalau kita berada di dalam keadaan seperti itu, berarti kita sedang berjalan, rohani kita sehat, dan kita berada di dalam proses kehidupan. Tetapi tidak sedikit seorang yang sudah lahir baru, yang baru jalan dua langkah lalu menghadapi pergumulan yang pada saat itu dirasa berat.. tak sedikit dari antara mereka, berhenti. Mereka memutuskan untuk memadamkan semangatnya.
Sekalipun di bagian kanan dan kiri kita tidak ada yang membaca Alkitab, tidak ada yang bersaksi, tidak ada yang tetap berbuat benar sesuai dengan firman Tuhan.. tetaplah setia mengerjakan apa yang harus kita lakukan. Jangan memadamkan semangat kita. Ini adalah kehidupan Kristen yang normal, yang seharusnya tetap terjadi di dalam hidup kita, yakni untuk menyenangkan hati-Nya.
Lahir baru ini prosesnya unik. Seseorang yang mengalami kematian mulai bisa mencium bahwa dirinya memiliki aroma bau bangkai, dan hal ini menandakan mulai datang kehidupan di dalamnya. Kita sedang diproses untuk mulai mengalami lahir baru.
Kesaksian Pdt. Samiton Pangellah.
Tgl. 23 Februari 1980, jam 2 siang, Pdt. Samiton memutuskan untuk lahir baru. Paginya pada saat kuliah, Pdt. Samiton mem-bully seorang temannya yang pada saat itu dilihatnya sedang membaca Alkitab, padahal saat itu mereka sedang menanti kelas perkuliahan arsitek.
“Membaca Alkitab itu di rumah dan gereja, bukan di dalam ruang kelas kuliah,” demikian seloroh dari Pdt. Samiton.
Lalu temannya menatap sambil tersenyum,
“Samiton, Jesus loves you..”
Dan ketiga kata ini membuat Pdt. Samiton membuat freeze, serta membuatnya dalam keadaan sadar dan tidak sadar. Dirinya tidak bisa menjawab apa-apa. Lalu temannya melanjutkan,
“Samiton, setelah kuliah selesai kita ada persekutuan doa. Kamu ikut ya?”
Dan Pdt. Samiton mengiyakan ajakan tersebut. Roh Kudus mencengkeram hidupnya pada saat itu. Saat memasuki ruang persekutuan doa tersebut, hadirat Allah menjamahnya, dan air mata terus mengalir dari matanya. Kerinduannya untuk mencari apa makna hidup selama ini, dijawab di dalam hadirat-Nya. Pdt. Samiton merasa selama ini sudah menjalani kehidupan yang kacau, sia-sia, dan tidak memiliki tujuan. Lalu pertanyaan ini muncul di dalam hatinya,
“Buat apa dirinya hidup selama ini?”
Dan selanjutnya di dalam hati Pdt. Samiton diberi kerinduan untuk dapat mengenal Tuhan lebih dalam. Pdt. Samiton juga diingatkan pengalamannya saat berusia 7 tahun, saat membersihkan patung-patung. Sama sekali tidak ada kesan. Tetapi dirinya diingatkan kembali pada saat membersihkan salib Kristus, ada suara yang berbisik kepadanya,
“Maukah kamu menjadi seperti ini?”
Baru sekarang Pdt. Samiton diberi hikmat Tuhan, bahwa sejak kecil, Roh Kudus sudah berusaha untuk berbicara dan “mengerami” hidupnya.
Di dalam persekutuan doa tersebut, ada seseorang yang bersaksi bahwa hidupnya dijamah dan diubahkan Tuhan. Mendengarnya, Pdt. Samiton mau dan rindu agar Tuhan juga menjamah dan mengubah hidupnya lebih lagi. Setelah didoakan, hati dan hidup Pdt. Samiton dipenuhi damai dan sukacita dari Tuhan. Dirinya dipenuhi anugerah Tuhan, dan memiliki kerinduan untuk mengenal Allah lebih dalam lagi melalui doa dan juga pembacaan firman-Nya.
Rindu berdoa, membaca Alkitab, bersaksi tentang Tuhan Yesus.. ini semua bukanlah hasil usaha perbuatan manusia, tetapi kekuatan yang diberikan Allah dalam hidup setiap orang yang mau menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Pdt. Samiton mulai mendekati dan memberitakan Injil pada satu per satu mahasiswa di dalam kelasnya. Inilah ciri-ciri dari seorang yang mengalami lahir baru di dalam hidupnya.
Bagian Ketiga. Mengapa kita perlu dilahirkan kembali? Apa alasannya?
Karena kita terpisah dari Allah. Inilah definisi yang sebenarnya dari seorang berdosa. Ini juga adalah definisi dari dosa warisan. Siapa yang terpisah dari Allah? Yang membuat kita terpisah dengan-Nya sesungguhnya bukanlah perbuatan kita, tetapi perbuatan Adam. Karena pada suatu hari Adam memutuskan untuk lebih mempercayai perkataan ular daripada perkataan Allah (Kejadian 3), dan akhirnya membuat dia terpisah dari-Nya.
Ketika Adam terpisah dari Allah, dia berada di dalam kematian. Dan ketika berada di dalam kematian, dia tidak langsung mati dan masih hidup sampai usianya sembilan ratus tiga puluh tahun (Kejadian 5:5), dan menurunkan status kematiannya di dalam hidup keturunannya. Jadi otomatis status keterpisahan dari Allah itu kita warisi dari Adam.
Ketika kita baru lahir di dalam dunia ini, masih belum berbuat apa-apa, status kita sudah terpisah dari Allah. Orang yang terpisah dari Allah ini, kemudian menghasilkan buah-buah dosa.
Bukan perbuatan kita yang membuat terpisah dari Allah, tetapi status keterpisahan kita yang membuat kita melakukan dosa.
Ketika kita terpisah dari Allah, sering kali kita tidak bisa terlalu menghayati bagaimana seramnya terpisah dari Allah. Kita terbiasa selama ini melihat gambaran Allah berada di sebelah kiri, kita di sebelah kanan, dan di tengahnya ada Salib Kristus yang menjadi jembatan penghubung.
Cobalah membayangkan kita sedang tur wisata dan berada di kapsul luar angkasa. Lalu kita keluar dari kapsul tersebut untuk mengambil foto buat kenang-kenangan dan dimasukkan di media sosial kita. Ketika masih dekat dengan kapsul, kita merasa bahwa kita kurang mendapatkan hasil foto yang maksimal dan ingin lebih jauh lagi jaraknya dalam mengambil fotonya. Dua meter, lima meter, sepuluh meter, dua puluh meter, dan tiba-tiba tali yang menghubungkan kita dengan kapsul luar angkasa tersebut.. putus. Seram atau tidak?
Terpisah selama-lamanya. Kita tidak bisa balik ke kapsul, demikian sebaliknya, kapsul tidak bisa menghampiri dan menjangkau kita. Terhilang di dalam luasnya jagat raya. Tetapi hal ini hanya bertahan selama beberapa jam, setelah kadar oksigen kita habis, maka kita akan mengalami kematian di dalam kehampaan.
Ketika Adam terpisah dari Allah, dia tidak langsung mati dan mengalami keadaan tersebut selama sembilan ratus tiga puluh tahun lamanya, dan menurunkan warisan keterpisahan dari Allah, pada setiap kita keturunannya.
Jadi mengapa kita perlu lahir baru? Bukan karena kita berbuat kejahatan atau supaya kita menjadi lebih baik lagi. Bukan. Tetapi agar kita dapat diperdamaikan terlebih dahulu melalui Salib Kristus, kepada Bapa. Hubungan kita dikembalikan / diperdamaikan dengan Allah terlebih dahulu. Dari sini kita mulai belajar untuk membangun hidup setiap harinya, agar dapat menjadi lebih baik lagi.
Seorang yang terpisah dari Allah seharusnya memandang ke arah Salib Kristus. Ketika kita melihat Yesus yang tersalib, itulah keadaan diri kita yang seharusnya. Kitalah yang seharusnya menanggung akibat dari semua dosa yang kita sudah perbuat. Tetapi Tuhan Yesus mau menanggungnya, Dia mau mati demi menebus dosa-dosa kita. Bahkan keadaan Tuhan Yesus yang kita lihat dari film itu tidaklah sama dengan kejadian yang sebenarnya, karena Alkitab berkata bahwa rupa-Nya sudah tidak dapat dikenali lagi (Yesaya 53). Tuhan Yesus mau menggantikan kita, yang seharusnya berada di posisi salib, karena Dia sangat mengasihi hidup kita.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments