Catatan Khotbah: “Membangun Pagar.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Rubin Ong di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 16 Juni 2024.
Pada suatu hari Pdt. Rubin memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pembicara di dalam seminar bagi para gembala gereja, yang diadakan di Tobadak yang terletak di Kabupaten Mamuju Tengah, provinsi Sulawesi Barat. Lalu ada seorang ibu gembala yang baru saja selesai dirinya sapa, dan ternyata orang lain ada yang memberitahunya kalau ibu ini baru saja kehilangan suami dan juga dua orang anaknya, sepulang dari pelayanan.
Bisa jadi mungkin karena keadaan sepulang pelayanan sudah malam dan kurangnya lampu penerangan di jalan yang sedang mereka lalui, sehingga kendaraan bermotor yang mereka kendarai jatuh ke dalam jurang. Hanya ibu ini yang berhasil selamat.
Tetapi ibu ini tidak tampak ada kesedihan dan keluhan, melainkan tetap menjalani setiap proses di dalam hidupnya dengan tabah dan sabar. Dan sikap dari ibu ini telah menjadi berkat secara pribadi di dalam hidup Pdt. Rubin. Tidak mudah memang bila kita sendiri yang berada di posisi ibu tersebut, kehilangan pasangan dan juga dua orang anaknya. Tetapi ibu ini memutuskan untuk tetap setia dan melayani Tuhan Yesus, di sepanjang hidupnya.
Pembunuh iman terbesar justru sesungguhnya bukanlah aniaya dan penderitaan, karena kedua hal tersebut dapat membuat iman dan Kekristenan kita bisa bertumbuh dengan luar biasa. Bahkan Kekristenan sendiri juga bukan sekadar berbicara tentang kegiatan agamawi saja, tetapi merupakan bagaimana cara kita hidup. Ada kisah tentang misi penginjilan di sebuah negara yang pergerakan Kekristenannya ditekan dengan begitu hebat, tetapi dalam kurun waktu hanya enam bulan saja, ada kurang lebih empat puluh ribu jiwa yang memberikan diri mereka untuk dibaptis.
Dua Pembunuh Terbesar di dalam iman dan hidup Kekristenan adalah Kekecewaan dan Kenyamanan. Kita akan belajar bersama dari kehidupan Daud, seorang raja yang diurapi, di mana Mesias telah dikatakan lahir dari keturunannya. Bukan disebut keturunan dari Musa yang hebat, yang telah mengeluarkan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Bukan pula disebut dari keturunan Elia yang telah meminta Allah menurunkan api dari langit.
Bahkan Raja Daud sendiri dikatakan telah menggenapi janji Allah yang pernah diberikan pada Abraham, di mana dirinya berhasil menyatukan seluruh daerah Israel, termasuk Yebus yang penduduknya tinggal di daerah pegunungan.
Tetapi ada black hole / lubang hitam besar di dalam hidupnya, yakni Raja Daud pernah jatuh ke dalam dosa bukan karena adanya aniaya dan penderitaan, tetapi justru karena kenyamanan. Kejatuhan Raja Daud ini juga diakuinya di dalam Mazmur 51, bahkan turut menginspirasi Sting, penyanyi dari lagu sekuler, yang menyanyikan kisahnya dengan judul “Mad about You.”
Alkitab memang menyatakan kekudusan-Nya pada pembacanya dengan brutal / sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya juga mencatat cerita apa adanya “kebrutalan” yang pernah dilakukan oleh orang-orang kudus-Nya. Kisah pahlawan iman ditulis apa adanya, termasuk bila ada yang memiliki sejarah perjalanan hidup yang kurang baik.
Semuanya ini untuk menunjukkan pada kita bahwa tidak ada seorangpun manusia yang sempurna, hanya Allah sendiri yang sempurna, yang terus memproses, menuntun, dan mengarahkan hidup kita semua untuk dapat menggenapi rencana-Nya.
Membangun Pagar.
“Apabila engkau mendirikan rumah yang baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari atasnya.” (Ulangan 22:8).
Ayat di atas adalah sebuah ketetapan yang berlaku di Israel, yakni ketika mereka mendirikan rumah baru, mereka harus memagari sotoh / atap rumahnya. Dan kata “rumah” di ayat ini tidak hanya berbicara tentang bangunan secara fisik saja tetapi bisa juga tentang promosi, segala aspek di kehidupan kita, dan juga berkat dari Tuhan.
Di ayat di atas ada tertulis kata “haruslah,” yang merupakan salah satu perintah dari Tuhan untuk membangun “pagar” di dalam hidup kita. Hal ini bisa berwujud membasmi “virus-virus” kecil, hal-hal yang mungkin pada awalnya terlihat begitu remeh, tetapi bila kita tidak menanganinya dengan segera, maka hal tersebut dapat menjadi “monster” / dosa yang terus membesar, yang pada akhirnya akan menghancurkan hidup kita.
Ketika Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu dengan berbagai aniaya dan penderitaan, kita masih bisa bertahan dan sanggup untuk menghadapinya. Tetapi bagaimana bila ada pujian dan sanjungan terus-menerus, beberapa fasilitas tambahan yang memudahkan hidup kita, dan bahkan ada yang mengenakkan hidup kita dalam rentang waktu yang cukup panjang.. hal tersebut memang tidaklah mudah.
Karena itulah, banyak orang memulai hidup pelayanan mereka dengan tulus tetapi begitu mereka “diangkat” dan merasa enak hidupnya, mereka dengan begitu mudahnya kehilangan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan.
Pelajaran Hidup dari Daud.
“Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.” (2 Samuel 11:1).
Hari-hari ini kita sedang hidup di dalam peperangan rohani. Kekristenan sedang diserang dengan berbagai pengajaran yang meragukan keTuhanan dari Yesus Kristus dan Alkitab juga diragukan kebenarannya sebagai firman Allah. Melalui ayat pertama ini kita belajar, di dalam peperangan rohani tidak ada seorangpun yang tidak ikut berperang. Semua harus terlibat di dalam peperangan rohani. Karena kalau kita tidak terlibat dan hanya berdiam diri saja.. maka kita bisa mengalami apa yang dialami Raja Daud,
“Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya. Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: “Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu.”” (ayat 2-3).
Tiap kali Raja Daud pergi berperang, dirinya dan bangsanya tidak pernah kalah. Tetapi ketika dirinya tidak ikut berperang, dan tidak “memagari sotoh rumahnya” dengan sangat berhati-hati, maka hal ini justru menjadi momen kejatuhannya.
Di dalam hidup ini memang ada hal-hal tertentu yang tidak selalu bisa kita hindari pada saat kita melihatnya. Tetapi tentang “pandangan yang kedua,” semua kembali lagi pada apa dan bagaimana keputusan yang harus kita ambil.
Ada banyak orang yang memulai hidup kerohaniannya dengan bagus, tetapi di dalam perjalanan iman, mereka tergeletak. Masalahnya kembali pada dirinya sendiri.
Daud adalah seorang raja yang hebat, penyembah yang diurapi, pemimpin yang diberikan Tuhan hikmat dan strategi yang luar biasa untuk dapat mengatur bangsanya dan juga melawan musuh-musuhnya, tetapi Daud jatuh di titik ini. Karena kejatuhannya, Daud sangat menyesal dan menulis apa yang menjadi ungkapan isi hatinya dan yang tertuang di dalam Mazmur 51,
“Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku! Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.” (ayat 11-15).
Melalui ayat di atas, kita masih dapat belajar dari hidup Daud mengenai kerendahan hatinya yang luar biasa, lututnya yang fleksibel karena mudah ditekuk dan ditegur sama Tuhan.
“Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya. Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: “Aku mengandung.”” (2 Samuel 11:4-5).
Bila kita membaca sekilas dari kedua ayat di atas, kita mungkin akan memiliki pendapat dan setuju bahwa Batsyeba ini juga pantas dihukum, karena telah mengambil keputusan yang mengkhianati suaminya, yakni Uria orang Het.
Tetapi dalam terjemahan bahasa aslinya, diceritakan bahwa Raja Daud menyalahgunakan kewenangan kuasanya sebagai seorang raja untuk mempengaruhi dan mengintimidasi para imam, yang pada saat itu memiliki tugas untuk membuat berbagai peraturan di dalam bangsa Israel. Daud memaksa para imam membuat peraturan bahwa pada malam harinya Daud dapat menikah dengan Batsyeba secara resmi, dan pada pagi harinya mereka dapat dipisahkan / cerai. Jadi kesannya, Daud tidak menyalahi peraturan.
Dunia yang sedang kita hidupi hari-hari ini sedang bergumul dengan ketiga hal ini,
Pertama. Roh Mamon. Kedua. Ilegal’s Power. Di mana dunia memiliki anggapan bahwa Tuhan sebenarnya tidak memiliki legitimasi kekuasaan, tetapi gereja yang memberi Dia wewenang agar seolah-olah Dia tampak terlihat memiliki kuasa. Dan ketiga adalah Sistem Mamon, yang di mana seharusnya benda mati tetapi malah “dihidupkan.” Dan hal ini berbicara tentang peranan uang, yang memang sangat penting untuk keperluan jual beli dan memenuhi kebutuhan dalam hidup kita, tetapi fungsinya uang tidak lebih dari itu.
Raja Daud memakai cara ilegal ini dan dia menyalahgunakan kekuasaannya, mengintimidasi para imam untuk membuat berbagai peraturan yang menguntungkan dirinya, dan memaksa Batsyeba untuk tidur dengannya.
Di dalam 2 Samuel 12, Tuhan mengirim Natan untuk memperingatkan dirinya. Memang hal ini tidaklah mudah karena selain Daud adalah seorang raja yang hebat, dirinya juga pasti terlatih dalam menggunakan berbagai macam senjata yang bisa jadi hanya dalam waktu singkat, dapat menghabisi dengan segera nyawa dari nabi Natan. Oleh karena itulah Natan memakai perumpamaan, untuk menyampaikan pesan Tuhan pada Daud.
Tidak ada pemarah yang rendah hati, pasti dirinya merasa sombong, tinggi hati, dan tidak mau ditegur. Tetapi ketika Daud ditegur oleh nabi Natan, di satu sisi memang dirinya menyadari sudah melakukan dosa dan kesalahan di hadapan Tuhan. Tetapi di sisi lainnya, Daud berada di pusat kekuasaan, dikelilingi para pejabat tinggi, dan panglima perangnya.
Dalam 2 Samuel 12:5-6, Daud mengungkapkan kemarahannya dan sekaligus mengatakan sendiri bagaimana hukuman yang harus ditanggungnya,
“Lalu Daud menjadi sangat marah karena orang itu dan ia berkata kepada Natan: “Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan.””
Dan kita melihat bahwa hukuman Daud benar-benar berjalan empat kali lipat, yakni empat orang anaknya meninggal dunia: anak yang dikandung Batsyeba, Amnon, Adonia, dan Absalom.
Berhati-hatilah. Tidak sedikit kisah yang di mana seseorang menjalani hidup mereka pada awalnya dengan begitu bagus, tetapi bagaimana mereka menyelesaikannya di garis akhir kehidupan? Apakah tetap setia menjaga iman dan tetap mengiring Tuhan Yesus?
Jehovah (Yahweh) is my light (flame).
“Isai memperanakkan raja Daud. Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria,” (Matius 1:6).
Di ayat di atas tidak disebut nama Batsyeba, tetapi memakai kata “istri Uria”. Uria sendiri adalah orang Het, dan dari dulu orang Israel tidak memiliki hubungan sama orang Het. Tetapi sekalipun Uria adalah orang Het yang tidak memiliki hubungan dengan Israel, hati Uria benar-benar mendukung raja Daud, raja yang dikasihinya..
“Tetapi Uria berkata kepada Daud: “Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!”” (2 Samuel 11:11).
Melalui ayat di atas kita mendapati, sekalipun Uria merupakan seseorang dari luar Israel, tetapi hatinya ada di dalam bangsa Israel, yakni mengasihi Raja Daud. Dan melaluinya kita juga dapat belajar, berapa banyak orang yang mengaku sudah dan sangat rajin untuk pelayanan di dalam gereja lokal, tetapi hatinya sesungguhnya tidak berada di dalam, tetapi justru berada di luar gereja?
Kalau kita menjaga hati dengan benar, kita berlatih dan melatih hati sehingga kita terlatih di dalam firman Tuhan.. maka apa pun keadaan yang terjadi, cara kita menyelesaikan setiap masalah selalu dasarnya menggunakan firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Tetapi kalau kita menggunakan cara dan prinsip dunia, berarti selama ini kita tidak pernah berlatih dan melatih, sehingga kita tidak terlatih dengan firman Tuhan yang ada.
Kenapa seseorang dapat mengalami kematian di dalam pertempuran? Karena selama ini dirinya tidak pernah berlatih dengan sungguh-sungguh. Yang namanya kesetiaan, kerendahhatian, dan juga berbagai karakter lainnya.. semua harus dilatih. Sebab karunia adalah gifts / pemberian dari Roh Kudus. Tetapi yang namanya karakter adalah buah Roh yang harus dipergumulkan dan dihasilkan dari persekutuan kita bersama-Nya di dalam doa dan pembacaan firman-Nya / Alkitab. Dan hal ini tidak bisa dihasilkan hanya dalam satu hari.
Oleh sebab itu, banyaklah keluar keringat di dalam latihan, agar kita tidak terluka terlalu parah, kehabisan darah, dan mati di dalam pertempuran.
Nama Uria sendiri memiliki arti,
Jehovah (Yahweh) is my light (flame). Tuhan adalah terangku / nyala apiku. Nama Uria tidak hanya sekadar teori, tetapi dirinya telah memberikan keteladanan melalui praktik hidup. Itulah sebabnya ketika Daud menyuruh pulang ke rumahnya, memberinya hadiah, bahkan membuatnya mabuk.. Uria tidak pulang ke rumahnya tetapi,
“..berbaring tidur di tempat tidurnya, bersama-sama hamba-hamba tuannya. Ia tidak pergi ke rumahnya..” (2 Samuel 11:13).
Kalau kita belajar dari runtuhnya tembok Yerikho di dalam Yosua 6, maka semua yang terjadi tidak semata-mata hanya karena adanya jalan keliling, tiupan sangkakala dari para imam, dan sorak-sorai dari para imam dan prajurit saja.. tetapi semua terjadi karena adanya tindakan ketaatan. Percuma juga kita bersorak-sorai, tetapi hidup kita selama ini tidak pernah mau taat pada Tuhan dan kita selalu suka untuk memberontak.
Sebab ekspresi tertinggi dari bentuk penyembahan hanyalah ketaatan. Pelayanan misi pada dasarnya hanya berjalan sederhana, kita mendengar suara Tuhan dan memiliki hati-Nya, dan kita membagikan dan mempraktikkan pesan dari Tuhan.
“Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Ditulisnya dalam surat itu, demikian: “Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati.”” (2 samuel 11:14-15).
Di ayat di atas kita dapat belajar bagaimana jahatnya rencana yang dimiliki Daud. Tetapi selain itu kita juga dapat belajar bahwa Uria adalah seseorang yang memiliki hati yang besar dan juga hebat, dan pertempuran yang dihadapinya tidaklah kecil. Di dalam hidup ini, kita menghadapi banyak pertempuran. Berbijaksanalah di dalam memilih setiap pertempuran, dan jangan memilih medan pertempuran yang biasa-biasa saja.
Bila kita melihat di ayat dan di bagian terakhir di ayat 27 dikatakan,
“Setelah lewat waktu berkabung, maka Daud menyuruh membawa perempuan itu ke rumahnya. Perempuan itu menjadi isterinya dan melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.”
Jangan pernah melanggar sebuah covenant / ikat janji. Akibat dari perbuatan Daud ini, banyak terjadi kekacauan, anak-anaknya saling bertengkar dan membunuh, dan pada akhirnya kerajaan yang dibangunnya selama ini pecah.
Pagar yang dibangun Uria.
Dari perkataan Uria pada Raja Daud,
“Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!” (2 Samuel 11:11).
Kita dapat belajar ada “pagar” yang dibangun Uria di dalam hidupnya,
Pagar Pertama. Hadirat Tuhan.
Dia ada di mana-mana. Karena itu sesungguhnya penyembahan berbicara tentang sikap hati kita yang mau bergantung sepenuhnya pada Tuhan dalam segala hal dan juga di setiap keadaan. Kita memiliki ekspresi berserah pada Tuhan, dan mempercayai bahwa rencana yang dimiliki-Nya jauh lebih baik dari setiap rencana terbaik yang sudah kita miliki.
Pagar Kedua. Dilarang hidup sendirian.
Tidak ada yang namanya superman, yang ada superteam. Soliter / seseorang yang bekerja secara sendirian akan cepat pulang, tetapi solider / seseorang yang setia kawan akan terus bertambah kuat.
Di taman Eden,
“TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”” (Kejadian 2:18).
Ada penolong saja, bila tidak berhati-hati, masih dapat terjatuh. Apalagi kita sekarang sedang hidup di dunia yang Edan. Itulah sebabnya di dalam Contact / Covenant in Action / komunitas sel di dalam gereja MDC Surabaya adalah arti dari gereja yang sesungguhnya. Kita dapat belajar untuk saling mendahulukan, dan juga saling menguatkan.
Karena itu, ayo join Contact!
Pagar Ketiga. Hadiri dan hargai setiap pertemuan ibadah yang ada, karena ada dinamika Roh Kudus di dalamnya.
Hargai segala sesuatu yang bernilai sakral, dan jangan disepelekan. Bukankah firman Tuhan sudah mengatakannya pada kita,
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:25).
Pagar Keempat. Banyak pertempuran di dalam hidup kita, tetapi pilihlah pertempuran yang akan kita hadapi dengan bijaksana.
Selain itu, bertempurlah untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri. Jadilah Generasi Misi, bagi kemuliaan nama-Nya!
Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Comments