top of page

Rubin Ong - Kekecewaan: Ketika yang Diharapkan Tidak Terjadi

Catatan Khotbah: “Kekecewaan: Ketika yang Diharapkan Tidak Terjadi.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Rubin Ong di MDC Graha Pemulihan di Ibadah Pertama, pada Tgl. 16 Juni 2024.



Pada waktu kita percaya pada Tuhan Yesus, maka hidup kita sudah pasti telah ditebus, diampuni, dan diselamatkan oleh pengorbanan diri-Nya dari atas kayu salib, dan juga disertai-Nya. Hal ini sudah tidak mungkin bisa terbantahkan lagi. Tetapi di sisi lainnya, mengapa kita sebagai anak-anak Tuhan masih saja harus menghadapi dan tidak dapat dihindarkan dari berbagai permasalahan yang ada di dalam dunia ini? Jawabnya karena dunia ini sendiri sudah bermasalah dan kita tidak mungkin dapat lari darinya, karena kita masih hidup di dalam dunia yang fana ini.


Tetapi ada satu pertanyaan yang sering kali muncul ketika kita menjalani hidup ini,


Kalau apa yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan, bagaimana dengan respon kita?

Ernest Prakasa, yang terkenal dengan salah satu filmnya yang berjudul “Cek Toko Sebelah,” di dalam film tersebut dirinya banyak menyindir soal permasalahan sosial yang sering kali terjadi di dalam kehidupan nyata. Dan melalui film tersebut, juga mulai bermunculan istilah “Cek Gereja Sebelah”, yang di mana tak sedikit dari kita yang terus membanding-bandingkan apa yang terjadi di dalam gereja kita, dengan apa yang terjadi di dalam gerejanya sesama kita. Bisa jadi kita mengharapkan sesuatu terjadi di dalam gereja kita, tetapi di gereja sebelah ada sesuatu yang kita harapkan.


Tetapi mengapa seseorang bisa mengalami kekecewaan? Hal ini terjadi karena apa yang kita mau dan harapkan, tidak dapat kita alami dan terima di dalam hidup kita.


Yesus dan Yohanes Pembaptis.


“Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu menyuruh murid-muridnya bertanya kepada-Nya: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” Yesus menjawab mereka: “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”” (Matius 11:2-6).


Ada sebuah narasi bagus yang diceritakan di ayat di atas. Judul perikopnya sendiri adalah tentang percakapan Tuhan Yesus bersama dengan Yohanes Pembaptis, yang bisa dikatakan bahwa Yohanes ini adalah nabi terakhir di dalam Perjanjian Lama (PL) sebelum masuk ke dalam era Perjanjian Baru (PB) melalui kehadiran Tuhan Yesus.


Di masa-masa itu, hanya Yohanes seorang yang berani menyatakan keMesiasan Yesus, walaupun Dia masih belum menyatakan jati diri-Nya pada umat manusia (Matius 3:11-12). Sedangkan Yesus sendiri baru menyatakan diri-Nya sebagai Mesias pada seorang perempuan Samaria di sumur Yakub, di kota Sikhar (Yohanes 4:23-26).


Kita mendapati di ayat di atas tertulis,


“Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu menyuruh murid-muridnya bertanya kepada-Nya: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?”” (ayat 2-3).


Yohanes yang selama ini begitu bersemangat telah berubah menjadi ragu, terlebih setelah dirinya berada di dalam pengapnya dinding penjara setelah menegur Herodes yang mengambil Herodias istri Filipus saudaranya (Matius 14:3-4).


Bahkan Yohanes bisa jadi di dalam penjara mulai mempertanyakan, apakah Tuhan Yesus benar-benar Mesias yang telah dinanti-nantikan dirinya dan juga bangsanya selama ini? Kalau iya, mengapa tidak ada pertolongan dan kelepasan yang Yohanes bisa dapatkan dari-Nya? Padahal selama ini dirinya sangat sering memberitakan kedatangan-Nya dan juga telah mengalami berbagai pengalaman rohani yang luar biasa seperti,


“Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”” (Matius 3:16-17).


Pengalaman rohani dan juga berbagai mukjizat yang kita dapatkan dari Tuhan.. bila tidak berhati-hati dengannya, maka kehidupan kita dapat berfokus hanya pada mukjizat dan tidak lagi pada Sang Pemberi mukjizat. Kita akan menjalani sebuah kehidupan yang hanya berfokus untuk mengejar dan mendapatkan mukjizat Tuhan saja, padahal Tuhan ingin agar setiap kita dapat bertumbuh menjadi dewasa rohani sebab,


Seseorang yang dewasa rohaninya tidak mengejar mukjizat-Nya saja, tetapi dengan kekuatan Tuhan yang memampukan, dirinya akan memiliki kerinduan dan juga dimampukan untuk dapat menjadi mukjizat bagi orang-orang di sekitarnya.


Sesungguhnya kita hidup tidak dituntun oleh mukjizat, tetapi dituntun oleh setiap berkat yang kita terima dari Tuhan. Karena orang-orang yang mendasari hidupnya hanya di atas mukjizat saja, bisa jadi imannya kepada Tuhan tidak akan bertumbuh dewasa dan bertahan lama.


Puji Tuhan kalau kita mendapat mukjizat sesuai dengan apa yang kita mau, dan waktunya sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita akan berkata bahwa kita telah menerima mukjizat-Nya.


Tetapi ketika Tuhan tidak menjawab berbagai doa dan harapan kita sesuai dengan apa mau dan waktunya kita, masihkah kita tetap percaya dan berharap hanya pada Tuhan? Masihkah kita tetap percaya bahwa Dia pasti memberi berkat dan mukjizat terbaik bagi kita anak-anakNya, bukan sesuai dengan apa mau dan waktunya kita, tetapi sesuai dengan apa dan mau-Nya Tuhan.


Definisi dari arti kata kaya adalah KABAT, yang memiliki arti kehidupan yang berkualitas. DAGAL, di mana memiliki arti investor, ada kekayaan yang dapat berkembang lebih lagi. Dan ada satu kata lagi, yakni KAIL, yang memiliki arti kekuatan untuk mempengaruhi sebuah kota, yang seharusnya dapat berubah menjadi lebih baik lagi. Jadi kekayaan tidak hanya berbicara soal uang saja.


Dunia menganggap keberadaan uang hanyalah sebatas komoditas yang diperjualbelikan, sedangkan orang Kristen menganggap uang adalah tujuan berkat. Kita sudah kalah level. Demikian pula hal yang sama, mukjizat Tuhan hanyalah salah satu fasilitas bagi kita untuk dapat mengenal-Nya lebih dalam lagi, bukan satu-satunya fasilitas.


Bagaimana sikap kita ketika menghadapi harapan yang tidak menjadi kenyataan?


“Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu menyuruh murid-muridnya bertanya kepada-Nya: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?”” (Matius 11:2-3).


Ragu itu adalah hal yang normal dan manusiawi, tetapi jangan sampai hidup kita dikuasai keraguan. Yohanes adalah orang hebat, nabi terakhir, memproklamirkan pertama kali keMesiasan Tuhan Yesus, khotbahnya bertemakan pertobatan, dan menantang orang-orang agamawi.. tetapi ketika dirinya berada di dalam penjara, dia menjadi ragu, bisa jadi mengalami stres berat, dan menyuruh murid-muridNya bertanya pada Yesus, siapa jati diri-Nya yang sesungguhnya.


Stres itu memiliki arti sempit, baik secara solusi, pikiran, situasi, dan bisa jadi karena masih ada permohonan doa kita yang belum dijawab-Nya. Bahkan dunia ini sendiri sudah dipengaruhi oleh banyak orang yang mengalami stres.


Dan Tuhan Yesus menjawab pertanyaan dari murid-murid Yohanes Pembaptis,


“Yesus menjawab mereka: “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”” (ayat 4-6).


Di dalam terjemahan King James Version (KJV), di ayat 6 ada tertulis,


“And blessed is he, whosoever shall not be offended in me.”

Dan kata offended sendiri di ayat ini memiliki arti kecewa dan menolak Dia. Tetapi di dalam terjemahan bahasa Yunaninya, terdapat kata skandalisthē / scandalizo. Melalui ayat ini, Tuhan Yesus hendak memperingatkan setiap kita untuk tidak menyerah untuk tetap mempercayai-Nya, sekalipun Dia tidak selalu memenuhi ekspektasi / harapan yang kita inginkan.


Sehingga dari ayat inilah bisa jadi segala skandal kehidupan itu berasal, yakni ketika harapan kita tidak semua dipenuhi oleh-Nya.


Ketika di dalam hati ada kekecewaan yang tidak dengan segera diselesaikan, maka pasti ada penolakan setelahnya. Mengapa hal ini sangat penting untuk difokuskan? Karena yang namanya kekecewaan selalu memenjara hidup kita dari dalam. Dan bila hal ini tidak dengan segera diselesaikan, maka tinggal menunggu waktunya saja kapan hal itu akan meledak seperti bom waktu.


Mungkin kita berpikir bahwa kita sudah menjadi orang Kristen sudah lama, tidak mungkin kita bisa mengalami kekecewaan. Bahkan seorang hamba Tuhan sekalipun.. masih bisa mengalami kekecewaan, karena kekecewaan sendiri dapat menyerang siapapun. Laki-laki, perempuan, orang Kristen maupun bukan, karena kekecewaan menyerang dari dalam diri, bukan dari luar.


Karena itu jangan pernah melihat penampilan seseorang dari luar, karena pasti dapat menipu kita. Bisa jadi seseorang dari luar terlihat sukses, tetapi kita tidak tahu seberapa dalam pergumulan yang sedang dihadapinya. Bagaimana juga kondisi hatinya yang terdalam. Karena itu sesungguhnya, Kekristenan sendiri berbicara tentang inside out, bukan outside in. Perubahan yang terjadi, yang diubah pertama kali yaitu apa yang ada di dalamnya terlebih dahulu, baru merubah keluar.


Hari-hari ini gereja Tuhan sedang diserang, keTuhanan Yesus Kristus, dan Alkitab juga. Memang gereja Tuhan masih belum sempurna, tetapi satu-satunya wakil Tuhan di atas muka bumi ini adalah gereja-Nya. Gereja yang berasal dari kata ekklêsia yang memiliki arti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Dan pembentukan karakter yang paling luar biasa justru sebagian besar terjadi di dalam gereja-Nya.


Charles Templeton (1915-2001).


Dari berbagai sumber yang dihimpun penulis, Charles Templeton dan Billy Graham menjadi duet pengkhotbah keliling yang dipakai Allah untuk membawa banyak jiwa kepada Tuhan Yesus. Templeton sendiri mengaku percaya pada tahun 1936. Sembilan tahun kemudian (1945), dia bergabung dengan pelayanan Billy Graham dan melakukan pelayanan keliling bersama yang sering kali dikenal sebagai “Youth For Christ Rally.” Banyak orang, pemuda-pemudi dibawa kembali kepada iman yang menyelamatkan di dalam Kristus.


Kemudian pada tahun 1949, kedua penginjil tersebut diserang oleh kebimbangan akan iman mereka, karena di masa-masa tersebut teologi liberal yang sangat menekankan rasionalitas dalam berteologi sedang sangat populer, di mana dalam pandangan mereka banyak hal dalam inti iman Kekristenan tradisional terus diserang dan digugat kebenarannya. Templeton kemudian mulai mengalami keraguan akan iman Kristen yang dipegangnya, sampai kemudian pada satu titik, Templeton kehilangan iman Kristianinya.


Menjelang akhir tahun 1950 Templeton mengumumkan bahwa dirinya sekarang telah menjadi seorang agnostik. Sampai hari kematiannya karena alzheimer pada bulan Juni 2001, tidak pernah tercatat bahwa Templeton berbalik dari pendiriannya. Salah satu buku tulisannya yang terkenal bahkan berjudul “Farewell to God: My Reasons for Rejecting the Christian Faith.”


Pada tahun 2000, Lee Strobel menerbitkan sebuah buku dengan judul “The Case for Faith: A Journalist Investigates the Toughest Objections to Christianity.” Di dalam bukunya, Lee Strobel memasukkan hasil wawancara dengan Charles Templeton.


Pada kesempatan itu Strobel bertanya padanya, bagaimana pendapatnya tentang Yesus Kristus.


Berikut adalah kutipan wawancara ketika Strobel bertanya tentang Tuhan Yesus kepada Templeton,


“Bagaimana dengan Yesus? tanya Strobel, “Anda percaya Yesus pernah hidup di dunia?”
“Tidak perlu dipertanyakan lagi!” jawab Templeton dengan cepat.
“Apa pendapat Anda tentang Yesus?” tanya Strobel.

Ketika mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba rasa haru nampak menguasai Charles Templeton, dengan suara sedih dia berkata,


“Dia adalah,” Templeton melanjutkan, “Dia adalah Manusia paling agung yang pernah hidup di dalam dunia ini. Dia adalah seorang Moralis jenius. Kesadaran moral-Nya sangat unik. Pada hakikatnya, Dia adalah Orang paling bijaksana yang pernah saya temui di dalam hidup, maupun di dalam semua buku bacaan saya. Pengabdian-Nya tuntas, dan hal itu memang mengakibatkan kematian-Nya, sebuah kerugian yang besar bagi dunia.”


Sambil menyandarkan diri Strobel berkata,


“Nampaknya Anda sangat peduli tentang Dia?”


“Oh yaa.. Dia adalah hal paling penting di dalam hidup saya.” Lalu Templeton melanjutkan,


“Saya.. Saya..” Dia gelagapan, berusaha mencari kata-kata yang tepat,


“Saya tahu mungkin ini terdengar aneh, namun saya memuja diri-Nya..”


Strobel berkata,


“Wah! Anda mengucapkannya dengan penuh perasaan.”


Templeton kembali menjawabnya,


“Anda benar. Semua kebaikan dan kesopanan yang telah saya ketahui, semua kesucian yang saya ketahui, saya mempelajarinya dari Yesus. Benar.. Coba pikirkan! Lihatlah Yesus. Dia menyiksa manusia, Dia marah. Namun orang-orang tidak berpikir seperti Yesus, mereka tidak membaca Alkitab. Dia memiliki kemarahan yang suci dan Dia peduli pada yang tertindas dan menderita. Tak perlu dipertanyakan lagi, Dia memiliki standar moral tertinggi di dunia, tidak curang, paling berbelas kasihan di antara seluruh umat manusia. Ada banyak orang baik di dunia ini, namun Yesus adalah Yesus.”


Strobel merasa heran. Apa yang didengarnya sangat mengejutkan. Dia menyatakan bahwa suara Templeton serak dan parau ketika berkata,


“Saya.. sangat.. merindukan-Nya!”

Templeton lalu menangis, tubuhnya terguncang, dan menangis dengan pilu.


Akhirnya Templeton dapat menguasai emosinya, menghapus air matanya seraya berkata,


“Cukup sampai di sini,” katanya, sambil menggoyang-goyangkan tangannya untuk mengatakan bahwa dia tidak mau lagi diberi pertanyaan bernada demikian.


Kesaksian Pdt. Rubin Ong.


Dikisahkan pada suatu hari, ayah dari Pdt. Rubin sakit paru-paru. Bila sebelumnya, Pdt. Rubin biasa menumpangkan tangan untuk berdoa bagi orang lain, ada yang disembuhkan, ada pula yang tidak. Tetapi Pdt. Rubin berdoa dan sangat berharap agar Tuhan Yesus dapat menyembuhkan penyakit ayahnya. Hingga akhir hayatnya, ayah dari Pdt. Rubin tetap tidak sembuh, menderita sakit, dan pada akhirnya meninggal dunia.


Bila menghadapi keadaan sama seperti yang dialami oleh Pdt. Charles Templeton dan juga Pdt. Rubin, keadaannya memang sangatlah tidak mudah. Tetapi Pdt. Rubin belajar bahwa kematian memang, bagaimanapun juga, sudah waktu-Nya Tuhan dan hal tersebut bukanlah sebuah tragedi.


Yang namanya tragedi kalau misal orangnya masih hidup, tetapi “sudah mati”. Apa maksudnya?


Orang tersebut sudah tidak lagi memiliki harapan, sukacita, bahkan kerinduan akan misi sudah tidak ada lagi. Itulah sebabnya betapa penting kita menjaga hati, sebab hal tersebut memiliki potensi bahwa kita bisa mengalami kekecewaan, bisa mengecewakan, dan bisa dikecewakan juga.


Situasi hari-hari ini sangatlah mudah untuk menggiring kita pada hal-hal tersebut.


Contohnya, pendeta kita dirasa kurang perhatian, usher / penerima tamu tampak masam mukanya. Tetapi sebagai seorang Kristen, kita harus belajar untuk bertumbuh dewasa, dan tidak mudah cengeng. Berhati-hatilah dalam menjaga hati,


Kekecewaan selalu membuat seseorang tidak dapat melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang Tuhan sedang buat di dalam hidupnya.

Ketika Charles Templeton memutuskan menjadi agnostik / merupakan suatu pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah suatu yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.. tetapi Billy Graham tetap memutuskan bahwa imannya akan mengalahkan berbagai pertanyaan kebimbangan intelektual yang ada. Dirinya tetap percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah yang diwahyukan dalam hidup manusia.


Saya tidak harus mengerti dengan apa yang saya percayai. Makanya saya percaya saja supaya saya mengerti. Sebab saya percaya, kalau saya tidak percaya, pasti saya tidak akan mengerti.


Bagaimana mengatasi kekecewaan?


Lawanlah kekecewaan. Jangan sampai hal tersebut masuk dan menguasai hati kita. Bagaimanapun juga, kita masih memiliki pilihan untuk kecewa ataupun tidak. Kita masih memiliki pilihan untuk setuju, merasa sakit, dan kesal dengan hal-hal yang membuat kita kecewa, atau kita bisa memilih untuk melihatnya dari sisi Tuhan, Dia pasti memiliki rencana yang jauh lebih baik bagi setiap kita.


Jangan pernah menerima kekecewaan, sebab bisa menghancurkan kita dari dalam diri kita.


Bagaimana mengalahkan kekecewaan?


“Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapanMu.” (Mazmur 119:71).


Ketetapan di dalam firman-Nya / Alkitab adalah kebenaran kekal yang tidak akan dikalahkan oleh apa pun yang terjadi di dalam dunia ini. Bahkan sekalipun perkembangan Artificial Intelligence (AI) sudah mencapai level yang sudah dapat mengerti dan memahami bagaimana perasaan dan emosi kita, tetapi kita tidak boleh takut dan ragu atas kesetiaan dan pemeliharaan Tuhan. Dia tetap berdaulat dan memegang kendali penuh atas segala hal yang terjadi di dalam hidup kita.


Berkata “Tuhan berdaulat atas hidup kita,” memang tidaklah mudah karena hal ini harus menanggalkan gelar, jabatan, kesombongan, pengalaman, koneksi, kedudukan, bahkan berbagai fasilitas. Dan bila seseorang tidak berani untuk menanggalkan semuanya itu, maka dirinya tidak akan bisa mengandalkan Tuhan seutuhnya.


Kasih dari Allah tidak dapat dipraktikkan bersamaan dengan kuasa dari dunia ini. Kasih itu bisa dipraktikkan ketika kuasa dari dunia ini kita tanggalkan, dan kita berharap dan dipenuhi seutuhnya kuasa dari Tuhan saja.


Kasih bukan hanya berbicara tentang rasa, tetapi lebih dari itu, karya yang dapat dihasilkan. Kasih bukan hanya berbicara tentang metode A, B, C yang harus dilakukan, tetapi lebih dari itu, melangkah dalam wujud tindakan. Di luar itu, semua hanyalah omong kosong belaka. Marilah kita belajar untuk berserah, percaya, dan melakukan tugas dan bagian kita karena Dia berdaulat penuh atas hidup kita.


Pengharapan di tengah penderitaan.


“Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!”” (Mazmur 126:1-2).


Di dalam bahasa Ibraninya, kata ziarah bukan berarti menyekar ke kubur dengan membawa bunga untuk ditaburkan, tetapi menurut sumber Wikipedia, kata ini berasal dari kata שיר המעלות Shir Hama’aloth yang memiliki arti nyanyian pendakian. Sebutan ini berasal dari kebiasaan menyanyikan sejumlah mazmur, ketika orang-orang mendaki ke Yerusalem dari berbagai tempat untuk berziarah dan beribadah pada tiga Hari Raya Agung sesuai aturan Taurat (Ulangan 16:16) atau nyanyian para imam ketika mereka menapaki 15 tangga naik untuk melayani di Bait Allah.


Dari ayat 1-2 di atas kita belajar saat berada di dalam hadirat Tuhan, kita tidak boleh memiliki wajah yang masam karena dengan demikian kita menghina-Nya dan tidak mempercayai bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat atas hidup kita.


Cobalah lihat ketika wajah anak kita ceria, maka kita sebagai orang tuanya juga ikut berbahagia. Kalau misal anak kita mukanya masam dan cemberut, maka kita sebagai orang tuanya juga ikut merasa susah hati. Datanglah ke dalam hadirat Tuhan dengan hati yang penuh sukacita. Percayalah bahwa Dia memegang kendali penuh hidup kita. Dia yang memiliki segalanya. Belajarlah untuk berharap sepenuhnya pada Tuhan, karena di luar Tuhan, sistem yang ada sungguhlah berantakan.


“Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:5-8).


“TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!” (Mazmur 126:3-4)


Kalau kita pergi ke Tel Aviv ke arah Mesir, maka kita akan bertemu dengan Tanah Negeb sebelum ke Gaza. Keadaan yang kering kerontang dan panas yang luar biasa. Tetapi di ayat di atas dikatakan bahwa kita tidak perlu takut karena,


“TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.”

“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.” (Mazmur 126:5-6).


Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat 5-6 di atas adalah,


Pertama. Mulut kita dilarang mengomel, dilarang bersungut-sungut, dan berbicara kata yang sia-sia.


Contohnya, ada seorang pengusaha yang selalu berkata “Mati aku!” Dirinya sekarang masih hidup secara fisik, tetapi tak lama kemudian kerohanian dan karakternya mati. Berhati-hatilah dengan apa yang kita perkatakan, karena hal itu sama saja seperti doa, dan itu akan menjadikan kita seperti apa yang kita perkatakan.


Seperti Tuhan dengan firman yang diucapkan-Nya, demikian pula manusia dengan perkataan-Nya. Berhati-hatilah memakai mulut kita. Perhatikan perkataan kita, jangan sampai dikuasai amarah, apa pun situasinya. Tetaplah mengatakan,


“Tuhan Yesus baik, Dia tak terkalahkan. Tuhan Yesus yang kita sembah adalah Allah yang dahsyat.”

Mau lihat bagaimana kehidupan seseorang? Lihatlah dari perkataan yang sering diucapkannya. Kalau perkataannya selalu negatif, selalu menghancurkan semangat, berarti di dalam hatinya masih ada luka yang belum dibereskan.


Perhatikanlah perkataan kita. Situasi dan keadaan bisa jadi tidak enak, kita merasa dijahati, keadaan susah dan berantakan, tidak menentu.. tetapi jati diri identitas kita tetap sama dan tidak akan dikalahkan, yakni sebagai anak-anak Allah. Anak-anak Raja di atas segala raja, yang diberkati dan memperoleh hak istimewa-Nya.


Kedua. Tetaplah setia menabur, dan jangan pernah berhenti melakukannya.


“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.” (Mazmur 126:5).


Dalam keadaan krisis pun, tetaplah setia menabur. Hal ini memiliki arti kita tidak berharap dari tempat yang kita tabur, tetapi kita hanya berharap dari Tuhan yang telah menciptakan dan menyediakan tempat bagi kita.


Selain itu, menabur tidak selalu hanya berbicara tentang uang saja, tetapi setiap hari taburlah pengharapan, nasihat, sukacita, dan jangan pernah berhenti melayani sebab kita pasti akan menuai dari apa yang kita tabur.


Kita akan makan dari apa yang kita tabur. Kenapa seseorang itu bisa sehat? Karena dirinya makan. Kenapa dirinya bisa makan, karena hasil menuai. Kenapa bisa menuai? Karena sebelumnya dia telah menabur. Siapa yang tidak menabur, pasti tidak akan menuai. Siapa yang tidak menuai, pasti tidak dapat makan. Siapa yang tidak makan, pasti akan mengalami sakit penyakit. Jadi, tetaplah setia menabur.


Ketiga. Tetaplah berjalan maju.


“Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.” (Mazmur 126:6).


Jangan ada seorangpun yang mundur dari Tuhan. Bahkan judul perikop dari Mazmur 126 ini adalah “Pengharapan di tengah-tengah penderitaan.” Definisi kata harapan di dalam bahasa Ibrani adalah tiq’vah yang memiliki arti tali yang tersambung, dan menyambung kita pada masa depan. Sama seperti firman Tuhan yang tertulis,


“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11).


Harapan tidak membuat kita mundur ke belakang. Tetapi harapan selalu membuat kita maju ke depan. Karena di masa lalu sudah tidak ada lagi harapan. Harapan selalu ada di depan.


Allah yang kita sembah memiliki banyak nama, tiga di antaranya adalah,


Jehovah Jireh, yang memiliki arti Allah yang menyediakan. Jehovah Rapha, Allah yang menyembuhkan. Jehovah Shammah, the Lord is There. Tuhan hadir di sana.


Dan Jehovah Shammah memiliki arti bahwa di hari esok, satu tahun, lima tahun, masa depan kita dan anak-anak, kita mau bekerja apa.. Tuhan hadir di sana, untuk memberikan berkat dan tuntunan-Nya yang terbaik bagi kita anak-anakNya.


Teruslah maju, walau keadaan kita mungkin sedang tidak baik-baik saja. Firman Tuhan berkata,


“tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:31).


Di ayat di atas dijelaskan pada kita, yang terbang, berlari, berjalan.. teruslah melakukan semuanya itu dengan setia. Tidak boleh ada kata berhenti. Teruslah bergerak ke arah-Nya, dan menyelesaikan setiap rencana-Nya di atas muka bumi ini.


Sebuah Doa.


Jamahlah kami ya Tuhan. Kami tahu bahwa diri kami memiliki potensi untuk menjadi kecewa, bisa mengecewakan, dan juga dikecewakan. Tetapi hari ini kami mau melawan setiap kekecewaan. Memang rasanya sakit, tetapi kami tidak mau kecewa. Kami menolaknya, dan tidak mau kekecewaan tersebut berada terlalu lama di dalam hati kami. Kami mau terus berjalan maju, menabur, menyatakan kebesaran dan kehebatan Tuhan semata.


Berkati dan kuatkan setiap kami juga, yang hari-hari ini ekspektasinya masih belum terwujud.


Kami tetap percaya bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang dahsyat, berdaulat, dan memegang kendali penuh masa depan kami.


Terima kasih. Kami percaya setiap firman yang sudah kami baca sudah dimeteraikan, dan hidup kami sudah dimemerdekakan oleh darah Yesus dan kuasa dari firman Allah.


Dalam nama Yesus, kami berdoa.


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

23 tampilan0 komentar

Kommentarer


bottom of page