Catatan Khotbah: “Perjumpaan Bersama Tuhan.” Ditulis ulang dari sharing khotbah Ps. Bobby Chaw, di Ibadah Anniversary Gereja MDC Surabaya di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 7 Juni 2024.
Melalui momen ini, biarlah setiap kita diingatkan untuk semakin bersungguh hati untuk dapat mengalami Tuhan kembali, di dalam hidup kita. Karena pada waktu kita mengalami Tuhan, maka hal itu adalah titik balik perubahan di dalam hidup kita. Bisa jadi hari-hari ini mungkin kita sedang mengalami masalah yang sampai membuat kita depresi, mengalami kekecewaan akibat berbagai perlakuan dari sesama, dan juga mungkin kita mengalami berbagai pergumulan hidup lainnya.. tetapi satu perjumpaan bersama Tuhan dapat mengubah setiap apa yang dipergumulkan menjadi apa yang Tuhan ingin untuk kita lakukan, melalui berbagai hal yang diizinkan-Nya terjadi.
Musa, Pangeran Muda dari Mesir.
Pada saat dirinya masih muda dan berada di dalam keadaan jaya, Musa berpikir bahwa dirinya dapat memimpin bangsa Israel untuk keluar dari perbudakan bangsa Mesir dan masuk ke dalam tanah perjanjian dengan hikmat dan kekuatannya sendiri. Alkitab mencatat pada kita apa yang dilakukannya,
“Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir.” (Keluaran 2:11-12).
Kita dapat membandingkan ayat di atas dengan pembelaan yang dilakukan Stefanus di hadapan Imam Besar di Mahkamah Agama,
“Pada waktu ia (Musa) berumur empat puluh tahun, timbullah keinginan dalam hatinya untuk mengunjungi saudara-saudaranya, yaitu orang-orang Israel. Ketika itu ia melihat seorang dianiaya oleh seorang Mesir, lalu ia menolong dan membela orang itu dengan membunuh orang Mesir itu. Pada sangkanya saudara-saudaranya akan mengerti, bahwa Allah memakai dia untuk menyelamatkan mereka, tetapi mereka tidak mengerti.” (Kisah Rasul 7:23-25).
Dan tidak lama kemudian,
“Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk membunuh Musa.” (Keluaran 2:15a).
Musa, seorang pangeran muda dari Mesir yang telah dididik di dalam segala hikmat orang Mesir dan berkuasa di dalam perkataan dan perbuatannya (Kisah Rasul 7:22), telah berubah statusnya menjadi buronan nomor satu yang dicari keberadaannya di seluruh tanah Mesir.
“Tetapi Musa melarikan diri dari hadapan Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi sebuah sumur.” (Keluaran 2:15b).
Ketika Musa sampai di tanah Midian, usianya diperkirakan sekitar 40 tahun, sebuah usia di mana bisa jadi dirinya berpikir bahwa sekarang adalah momen yang tepat untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Tetapi ketika rencananya gagal setelah membunuh seorang Mesir (Keluaran 2:12-15), dan sekarang harus melarikan diri dari Firaun yang hendak membunuhnya..
Musa berpikir bahwa semua mimpi yang telah dibangun dan diharapkan selama ini telah runtuh. Tetapi apa yang dianggap Musa sebagai jalan akhir, Tuhan masih memiliki rencana lain yang harus diselesaikan di dalam hidupnya Musa.
The Burning Bush. Flame of Love.
“Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api. Musa berkata: “Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?” Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: “Musa, Musa!” dan ia menjawab: “Ya, Allah.”” (Keluaran 3:1-4).
“Dan sesudah empat puluh tahun tampaklah kepadanya seorang malaikat di padang gurun gunung Sinai di dalam nyala api yang keluar dari semak duri.” (Kisah Rasul 7:30).
Ketika Musa mengalami perjumpaan bersama TUHAN melalui momen the burning bush / semak duri yang terbakar, Stefanus mencatat pada kita bahwa usianya Musa diperkirakan sekitar 80 tahun. Di usia tersebut kita mungkin berpikir, apa yang dapat kita lakukan? Memulai sebuah bisnis? Kelihatannya sudah terlambat waktunya. Semua mimpi yang Musa bangun selama ini telah berantakan. Musa sudah menyerah dan berpikir bahwa dirinya telah kehilangan kesempatan dari TUHAN, dan juga telah mengecewakan-Nya.
Tetapi sebuah perjumpaan bersama TUHAN melalui momen semak duri yang terbakar ini telah menjadi turning point / titik balik yang mengubah hidup Musa. Ada dua hal yang dapat dipelajari dari perjumpaan Musa bersama TUHAN, melalui semak duri yang terbakar di padang gurun ini.
Pertama. Perjumpaan dengan TUHAN dimulai dari sebuah desire / keinginan / kerinduan.
“Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.” (Keluaran 3:2).
Encounters with God are the turning points of our lives. Perjumpaan bersama TUHAN adalah titik balik dari kehidupan kita.
Semak duri yang terbakar adalah pemandangan biasa yang pastinya sering terjadi di padang gurun. Selama kurun waktu 40 tahun, Musa pasti terbiasa melihat pemandangan ini. Tetapi yang menjadi pertanyaannya bagi setiap kita adalah,
Bagaimana Musa tahu bahwa pemandangan semak duri yang terbakar kali ini, berbeda dengan pemandangan sebelumnya?
Dan jawabannya adalah, Musa menyediakan waktu untuk berhenti sejenak, melihat, memperhatikan, dan merenungkan pemandangan tersebut. Demikian pula hal yang sama, perjumpaan kita bersama TUHAN dapat terjadi pada waktu kita melakukan hal yang sama seperti yang Musa lakukan. Kalau kita menjadi terlalu sibuk dengan berbagai masalah di dalam kehidupan ini, maka kita tidak akan memiliki waktu untuk berhenti sejenak, memikirkan, dan melihat dengan sungguh akan apa yang hendak TUHAN katakan dan perbuat di dalam hidup kita. Bisa jadi kita akan kehilangan momen “semak duri yang terbakar” tersebut.
Pada waktu kita mau memberikan pause / berhenti sejenak dari segala kesibukan kita, maka kita dapat memberi perhatian kepada TUHAN, dan kita dapat menemukan-Nya.
Firman TUHAN mengatakan,
“Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala tempat ke mana kamu telah Kuceraiberaikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu.” (Yeremia 29:12-14).
Dengan kata lain, satu-satunya hambatan di dalam hidup kita tidak dapat menemukan TUHAN adalah, karena kita sendiri tidak mau memberi waktu dan perhatian kita dengan sungguh, untuk mencari dan menemukan-Nya. Kalau kita mau memberi waktu untuk mencari-Nya, maka Dia akan kita temukan.
“Musa berkata: “Baiklah aku menyimpang ke sana..”” (Keluaran 3:3).
Musa menyimpang untuk melihat semak duri yang terbakar itu. Dan semuanya dimulai dengan desire / kerinduan “I will..” atau “aku ingin..”
Di dalam kitab Injil, ada kisah seorang perempuan yang mengalami pendarahan selama dua belas tahun. Alkitab mencatat bahwa,
“Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.” (Markus 5:26).
Di dalam Matius 9:21-22 dikatakan,
Karena katanya dalam hatinya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.
Perempuan tersebut memiliki satu kerinduan dan mendapat satu kesempatan untuk dapat berjumpa bersama Tuhan Yesus. Dan ketika dirinya benar-benar mencari dan berfokus kepada-Nya, maka hidupnya disembuhkan dan diubah total.
Tidak ada seorang pun yang dapat memaksa kita untuk memiliki waktu bersama-Nya. Hanya kita sendiri yang harus memutuskan untuk berhenti sejenak dari segala kesibukan, dan mulai bersungguh hati untuk merindukan dan menginginkan Dia, maka Dia akan kita temukan.
Perempuan Filipina yang Dipulihkan.
Di tahun 2023 yang lalu di sekolah alkitab di City Harvest Church, ada seorang murid perempuan dari Filipina yang mengalami banyak hal traumatis di dalam hidupnya. Dirinya telah dilecehkan secara fisik dan emosi, dan di tahun 2019 telah mengalami pengkhianatan yang menghancurkan hidupnya. Dia memutuskan untuk menutup dirinya secara emosi dari semua orang, karena merasa takut dan tidak mau disakiti lagi. Dirinya juga memutuskan semua hubungan sosial dengan sekitarnya, dan mengundurkan diri dari berbagai pergaulan bersama teman-temannya.
Lalu perempuan ini mulai pindah ke kota lainnya untuk memulai hidup sendiri, “membangun tembok tebal” yang menutup dan melindungi diri dari berbagai pergaulan orang-orang di sekitarnya. Saudari perempuannya yang khawatir akan keselamatan dirinya, mendorong perempuan ini untuk mendaftarkan dirinya ke bible school / sekolah alkitab di City Harvest.
Dari awal mulai masuk sekolah, perempuan ini datang dengan muka yang muram dan marah, cemberut, dan tidak tampak sukacita sedikitpun. Tetapi karena dirinya sekarang sudah berada di Singapura, maka mau tidak mau dirinya harus mengikuti setiap sesi di kelas dan sesi worship / penyembahan sebelum kelas dimulai. Sekalipun tidak ada sesuatupun yang terjadi di setiap sesi kelas yang diadakan, di dalam lubuk hati terdalamnya perempuan ini berdoa,
“Tuhan Yesus, jika Engkau benar-benar nyata dan setia, sama seperti yang dikatakan saudari perempuanku.. datanglah dan ubah hidupku. Aku percaya hanya dibutuhkan satu perjumpaan bersama-Mu, maka hidupku dapat diubahkan.”
Selama dua bulan berikutnya, tidak ada perubahan apa-apa di dalam hidup perempuan tersebut.
Hingga pada suatu malam saat berdoa, langit surga terbuka bagi perempuan ini. Gelombang demi gelombang dari kasih Allah, menjamah dan memenuhi hatinya. Dan untuk pertama kalinya, perempuan ini menangis seperti anak kecil di hadapan Tuhan. Semua kemarahan dan kepahitan yang bertahun-tahun selama ini membelenggu hidupnya, telah dimerdekakan oleh kuasa Allah.
Perubahannya drastis. Pada akhir kelas, semua teman di kelasnya merasa heran dan bertanya-tanya, ada perubahan di wajahnya. Dari wajah yang semula muram, sekarang berubah menjadi suka tersenyum dan tampak bercahaya.
Hal apakah yang sedang terjadi di dalam hidupnya?
Sebuah perjumpaan bersama dengan Tuhan, dapat menjadi titik balik yang mengubah arah hidup seseorang. Yang dibutuhkan hanyalah sebuah desire / kerinduan untuk mencari-Nya.
Kedua. Yang dapat dipelajari dari perjumpaan Musa bersama Tuhan melalui semak duri yang terbakar di padang gurun ini adalah, perjumpaan dengan Tuhan artinya kita dapat kembali mengalami kasih Tuhan.
“Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.” (Keluaran 3:2).
In the burning bush encounter, God wants you to experience His love. He wants you to enjoy being loved by Him, such that you will fall in love with Him again and again. Di dalam momen perjumpaan bersama Allah melalui semak duri yang terbakar, Dia ingin agar kita dapat mengalami kasih-Nya. Dia mau agar kita dapat menikmati bagaimana rasanya disayangi oleh-Nya, dan dengan demikian kita dapat jatuh cinta dengan-Nya, lagi dan lagi.
Di dalam ayat di atas dikatakan bahwa TUHAN telah menyatakan diri-Nya melalui nyala api yang keluar dari semak duri. Dan sering kali kita berpikir bahwa kata “api” itu identik dengan kemarahan dari-Nya. Kita berpikir bahwa TUHAN sedang menampakkan diri-Nya dengan penuh kemarahan dan kekecewaan kepada Musa, yang seharusnya dipanggil untuk membebaskan bangsanya dari perbudakan bangsa Mesir, tetapi dengan hikmat dan kekuatannya sendiri malah Musa membunuh seorang Mesir (Keluaran 2:12).
Tak sedikit dari kita yang juga berpikir bahwa TUHAN itu sulit untuk dihampiri. Kita berpikir kalau kita ada berbuat dosa dan kesalahan, maka sudah tersedia nyala api penghakiman dari Dia yang panasnya berlipat kali ganda, untuk menghukum kesalahan kita. Memang benar bahwa Dia itu adalah Allah yang Mahakudus dan kita harus melayani-Nya dengan rasa hormat dan penuh kekaguman. Tetapi kata “api” bisa jadi adalah metafora / kiasan untuk kasih Allah.
“Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!” (Kidung Agung 8:6).
Cinta kasih itu adalah perwujudan dari TUHAN sendiri. Pada waktu Dia menyatakan diri-Nya melalui semak duri yang terbakar, Dia ingin mengatakan pada Musa,
“Musa, I love you. Musa, Aku TUHAN, yang menyayangi dirimu.”
Kalau nyala api itu adalah nyala api penghakiman dari TUHAN, pasti kita tidak akan menemukan kelanjutan dari kisah hidup Musa, karena dirinya adalah seorang pendosa dan pembunuh, dan pasti sudah binasa terkena api penghukuman dari Dia. Tetapi firman TUHAN berkata,
“Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.”” (Keluaran 34:6-7).
Dia adalah TUHAN yang penuh kasih dan panjang sabar. TUHAN mau agar Musa, dan juga setiap kita, dapat mengalami momen perjumpaan kembali bersama-Nya, sebab perjumpaan dengan-Nya adalah titik balik yang mengubah hidup kita, dan kita dapat mengalami kasih-Nya kembali yang mengubahkan hidup kita.
Musa, Musa!
Tetapi bagaimana caranya TUHAN menyatakan kasih-Nya kepada Musa?
“Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: “Musa, Musa!” dan ia menjawab: “Ya, Allah.” Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.” Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.” (Keluaran 3:4-6).
Dikatakan di ayat di atas bahwa Musa takut memandang Allah, maka dari itu dia menutupi mukanya. Bisa jadi mungkin karena Musa merasa sebagai seorang yang gagal dan penuh dengan kelemahan, karena telah membunuh seorang Mesir dan tidak dapat menyelesaikan misi-Nya untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Atau bisa jadi Musa merasa marah, karena TUHAN tidak membela dan melindunginya ketika Firaun hendak membunuhnya, setelah tahu peristiwa pembunuhan orang Mesir tersebut.
Atau bisa jadi selama 40 tahun berikutnya Musa menghabiskan waktu hidupnya di Midian dengan menutup hatinya, karena kecewa pada TUHAN.
Tetapi TUHAN memanggil dirinya,
“Musa, Musa!”
Nama Musa ini di dalam bahasa Ibraninya memiliki arti ditarik keluar dari air (Keluaran 2:10).
Dan melalui momen di mana TUHAN memanggil nama Musa sebanyak dua kali ini, TUHAN ingin mengingatkan kembali siapa pribadi Musa yang telah ditarik keluar dari air, oleh putri Firaun. Karena saat Musa lahir, pada saat itu ada peristiwa orang Israel ditindas di Mesir, dan Firaun mengeluarkan keputusan yang sangat mengerikan,
“Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup.” (Keluaran 1:16).
“Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: “Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup.”” (ayat 22).
TUHAN ingin mengingatkan kembali saat Musa masih bayi, masih berada di dalam keadaan yang sangat lemah, dan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. TUHAN ingin berkata padanya,
“AKU-lah TUHAN yang menyelamatkan dan menjaga hidupmu dari berbagai serangan hewan predator buas di sungai Nil, dan juga dari segala niat jahat bangsa Mesir. AKU-lah TUHAN yang selalu berada di dekatmu, menjaga dirimu yang saat bayi di dalam keadaan yang begitu lemah.”
Seorang bayi tidak memiliki kekuatan apa pun untuk dapat mempertahankan dirinya sendiri, bahkan untuk makan pun, kita harus memegangi kepalanya pada saat mau memberinya makan. Dan melaluinya, TUHAN ingin mengingatkan Musa pada waktu dirinya masih tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. TUHAN itu ada dan selalu mengasihinya.
Demikian hal yang sama dengan hidup kita.
Bisa jadi selama ini kita mungkin merasa menjadi seorang yang gagal dan penuh dengan kelemahan, karena telah berulang kali kita telah menyakiti dan mengecewakan hati-Nya. Atau bisa jadi kita selama ini merasa marah dan kecewa, di mana pembelaan dan perlindungan dari Tuhan pada saat kita dikhianati dan hidup kita dihancurkan sesama. Bahkan mungkin bisa jadi kita sendiri sudah menyerah terhadap diri sendiri, dan beranggapan bahwa kita sudah tidak ada lagi harapan..
Tetapi sama seperti TUHAN yang memanggil nama Musa dua kali, Dia juga memanggil dan ingin mengingatkan kembali siapa pribadi kita.
Selama ini Dia selalu menyelamatkan dan menjagai hidup kita dari berbagai hal yang dapat menjauhkan kita dari menggenapi rencana-Nya yang mulia. Dia selalu berada di dekat kita, dan Dia tidak akan pernah membiarkan kita menjalani hidup ini dengan kekuatan kita sendiri.
Berakar di dalam Kasih-Nya.
Tetapi, Dia tidak berhenti. Firman-Nya berkata,
“Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.”” (Keluaran 3:6).
Rooted and grounded in His love, your faith and trust in Him will grow stronger. Dengan hidup kita berakar di dalam dan didasarkan pada kasih-Nya, maka iman dan rasa percaya kita kepada-Nya akan bertumbuh semakin lama semakin kuat.
Kalau kita menyelidiki bagaimana kehidupan dari Abraham, Ishak, dan Yakub.. maka hidup mereka dipenuhi dengan berbagai cerita kelemahan dan kegagalan, segala macam trik kebohongan, licik, penuh tipu daya, bahkan istrinya sendiri tidak mau diakui pada saat dirinya terancam bahaya. Kehidupan mereka bertiga ini memiliki masalah, yang di mana bisa jadi lebih berat dari permasalahan keluarga yang pernah kita hadapi.
Tetapi Allah yang sempurna itu mau datang dan membangun hubungan secara personal di dalam hidup mereka. Dia menyatakan kasih-Nya, hidup mereka diproses, dimampukan, diubahkan, dan akhirnya mereka menjadi saksi-saksi iman.
“Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” (Ibrani 11:16b).
Sekalipun hidup mereka memiliki banyak kelemahan, tetapi melalui ayat di atas dikatakan bahwa Dia tidak malu disebut Allah mereka.
Oleh karena itu tidak peduli seberapa sering kita merasa lemah, gagal, marah, malu, ada mimpi yang terasa gagal untuk diwujudkan, berbagai janji yang tidak dapat kita tepati di hadapan Tuhan.. jangan pernah menyerah. Pada hari ini Dia masih memanggil setiap kita, dan Dia tidak malu untuk disebut sebagai Allah kita. Mengapa?
Karena Dia tahu pada saat kita mengalami perjumpaan dengan-Nya, maka hidup kita akan mengalami titik balik dan diubahkan. Di dalam hadirat-Nya yang mulia, kita akan berjumpa dan mengalami kasih-Nya, berakar di dalam-Nya, serta iman dan rasa percaya kita kepada-Nya akan bertumbuh semakin lama semakin kuat.
Pelajaran Bahasa Mandarin.
Di City Harvest, Ps. Bobby memiliki jabatan sebagai executive pastor, kepala sekolah dari bible school, dan senior pastor dari chinese congregation. Dan berkhotbah di dalam bahasa Mandarin selama seminggu sekali di gerejanya, merupakan tantangan terbesar di hidupnya. Perbendaharaan kata-katanya di dalam bahasa Mandarin sangatlah terbatas.
Ps. Bobby mengingat bagaimana pengalaman hidupnya pada saat sekolah di test akhir, chinese teacher memanggil dirinya untuk maju ke depan kelas. Di depan teman-temannya, Ps. Bobby dipermalukan gurunya karena mendapat nilai yang paling rendah. Di masa sekolah, Ps. Bobby selalu mengalami kesulitan di dalam mempelajari bahasa Mandarin. Nilainya selalu yang terburuk.
Di tahun 2005, City Harvest memulai pelayanan misi ke negara Tiongkok. Ps. Bobby berkhotbah di dalam bahasa Inggris, dan ada seorang penerjemah yang membantu menerjemahkan khotbahnya di dalam bahasa Mandarin. Pada saat dirinya berkhotbah, Tuhan berkata kepadanya,
“Do you love My Chinese people? Apakah engkau mengasihi umat-Ku, orang-orang Tionghoa ini? Kalau engkau mengasihi mereka, maka mulai dari hari ini engkau harus belajar dan berkhotbah di dalam bahasa Mandarin.”
Respon Ps. Bobby pada saat itu malah teringat bagaimana guru bahasa Mandarin di sekolahnya mempermalukan dirinya di depan kelas, dengan mengatakan bahwa dirinya adalah sebuah disgrace / membuat malu bangsa Tiongkok, karena Ps. Bobby tidak bisa berbahasa Mandarin.
Tetapi Ps. Bobby tidak menyerah, dirinya mau untuk terus belajar, dan meresponi setiap perintah-Nya. Sekalipun pada saat dirinya berkhotbah di dalam bahasa Mandarin masih sering melakukan kesalahan di dalam pengucapan kata-katanya.
Pernah pada suatu kali di dalam ibadah yang ditayangkan secara live streaming, Ps. Bobby pada saat itu ingin mendorong jemaatnya dengan menggunakan bahasa Mandarin, untuk menyembah Tuhan lebih sungguh dan dengan segenap hati menggunakan suara diagragma / sekat di antara rongga dada dan rongga perut pada tubuh. Tetapi Ps. Bobby malah salah mengucapkan kata, dan memakai kata (maaf) anus. Spontan saja jemaat yang hadir pada saat itu tertawa, mendengarkan pengucapan salah kata dari Ps. Bobby.
Tetapi di setiap minggu, Ps. Bobby tetap setia dan terus belajar di dalam ibadah berbahasa Mandarin tersebut. Setiap masuk di dalam hadirat Tuhan, Ps. Bobby mendapat kesan dan merasa bahwa Tuhan tersenyum dan memberinya jempol, karena Ps. Bobby tidak mau menyerah untuk terus belajar.
Bagi sebagian besar orang yang hadir di ibadah berbahasa Mandarin, mungkin Ps. Bobby ada beberapa kata yang salah pengucapannya, dan hal tersebut sungguh membuat malu. Tetapi Tuhan tidak pernah malu terhadap dirinya. Dan hanya karena kasih setia dari Tuhan sajalah, Ps. Bobby diberi kekuatan dan kemampuan untuk terus belajar dan berkhotbah di dalam bahasa Mandarin, semenjak tahun 2005 di City Harvest.
Perjumpaan dengan Tuhan, berarti kita lebih lagi mengalami kasih-Nya.
William J. Seymour (1870-1922) pada “Azusa Street Revival,” tidak pernah memfokuskan diri pada pengajaran di dalam bahasa roh dan kuasa dari Roh Kudus. Tetapi dia mengajarkan pada orang-orang yang hadir di dalam ibadahnya,
“Kuasa Pentakosta ketika engkau menjumlahkan semuanya, sebenarnya adalah lebih banyak lagi kasih Allah.”
Kalau di dalam hadirat Allah dan juga kuasa-Nya tidak terdapat kasih Allah yang dinyatakan di dalam hidup umat-Nya, maka perlu dipertanyakan apakah benar ada Pribadi Allah dan juga kuasa-Nya di tempat tersebut?
Krazō
All it takes is a DESIRE! Segala sesuatu membutuhkan dan dimulai dari Kerinduan!
“Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.” (Yohanes 7:37-39).
Kalau kita mau agar Roh Kudus membaptis dan memenuhi hidup kita, maka kita harus lapar dan haus akan Dia, serta memiliki kerinduan dengan segenap hati agar Dia memenuhi hidup kita.
Di dalam bahasa Yunani terdapat kata Krazō, yakni berteriak dan berseru dengan segenap perasaan. Kita akan melihat penerapan katanya di dalam beberapa ayat, di Perjanjian Baru (PB).
“Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.”” (Matius 9:27).
Di dalam kata “berseru-seru”, terdapat kata Krazō yang memiliki arti seruan hanya karena satu keinginan, yakni ingin agar matanya dapat melihat kembali.
“Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!”” (Matius 14:30).
Di dalam kata “berteriak”, terdapat kata Krazō yang memiliki arti tangisan orang sekarat yang meminta pertolongan.
“Tetapi orang banyak itu menegor mereka supaya mereka diam. Namun mereka makin keras berseru, katanya: “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!”” (Matius 20:31).
Di dalam kata “berseru”, terdapat kata Krazō yang memiliki arti tangisan dari orang yang putus asa, yang tidak mau berdiam diri sampai dirinya mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
Dan setelah kita membaca beberapa ayat firman Tuhan di atas, apakah kita masih memiliki kerinduan untuk dapat mengalami perjumpaan sekali lagi bersama Tuhan, di dalam hadirat-Nya?
I want more of You, Holy Spirit. One encounter with You, once again. Aku ingin mengalami Engkau lebih lagi yaa Roh Kudus. Satu perjumpaan bersama dengan-Mu, satu kali lagi..
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5).
Di luar persekutuan yang karib bersama dengan Roh Kudus, kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Satu Kali Lagi Jamahan Roh Kudus.
Sudah enam belas tahun waktu berlalu, Ps. Bobby dibaptis oleh Roh Kudus. Tetapi dirinya tidak pernah merasa puas, dia selalu ingin mengalami satu kali lagi jamahan dari Roh Kudus. Hadirat Allah dan kasih-Nya, adalah dua hal yang dikejar dan yang paling diinginkan di dalam hidupnya.
Masih teringat sebelum bel berbunyi untuk menunjukkan bahwa kelas di hari itu telah selesai, Ps. Bobby selalu ke tempat perpustakaan di sekolahnya, mencari dan membaca buku tentang Pribadi Roh Kudus. Dirinya bertanya,
“Siapa Engkau, Roh Kudus? Di manakah Diri-Mu berada? Berbicaralah padaku..”
Lalu dia menaruh buku tentang Roh Kudus di bawah rak, dan besok akan membacanya lagi.
Sesampainya di rumah, Ps. Bobby benar-benar merindukan Pribadi Roh Kudus. Dirinya terus berdoa dan menjerit dengan begitu keras, sampai Ibunya yang pada saat itu belum menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, masuk ke dalam kamarnya dan bertanya ada apa gerangan yang terjadi. Ps. Bobby menjawabnya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dan menutup kembali pintu kamarnya. Lalu Ps. Bobby mengambil bantal, menutupi muka dan mulutnya, dan mulai berdoa dan menjerit meminta agar Roh Kudus memenuhi hidupnya. Krazō !
Di dalam perayaan anniversary dari gereja MDC Surabaya yang ke-37 tahun, Ps. Bobby bercerita bahwa dirinya masih lapar dan haus akan Pribadi Roh Kudus. Pada waktu jam 6 pagi harus sampai di airport untuk penerbangan ke Surabaya, jam 3 pagi sudah terbiasa bangun dari tidurnya. Setiap hari, tidak ada yang memaksa, tidak membutuhkan alarm, tidak ada yang menyuruhnya, dan semua lahir dari kerinduan di dalam hatinya.
Sambil memejamkan mata, mengangkat tangan, dan berteriak tanpa suara, Ps. Bobby selalu berseru di dalam doanya di setiap jam 3 pagi,
“Roh Kudus, satu kali lagi jamahan dari-Mu. Karena perjumpaan bersama-Mu, adalah titik balik perubahan di hidupku..”
Berapa banyak dari kita yang masih rindu untuk mengalami perjumpaan bersama Dia?
Mungkin kita telah melalui tahun-tahun di dalam hidup dengan penuh kekeringan, sama seperti keadaan di padang gurun. Kita mungkin telah mengalami pergumulan hidup yang tidak mudah selama ini. Kita mungkin telah mengecewakan hati-Nya. Atau bisa jadi, mungkin kita yang sedang marah dan kecewa sama Tuhan. Mungkin kita sudah berbuat sesuatu, dan yang kita rasa kali ini kita tidak layak untuk diampuni-Nya.
Telah tercipta jarak yang cukup jauh, yang memisahkan hubungan kita bersama Tuhan..
Tetapi marilah berhenti sejenak dari segala kesibukan. Berilah diri kita dan Tuhan waktu. Arahkan pandangan kita hanya kepada Tuhan, dan katakan apa yang kita rindukan, kepada-Nya.
Kalau kita lapar dan haus, datanglah pada-Nya. Sebab hanya Dia yang sanggup untuk mengisi kekosongan di dalam hati kita, bukan isi dari dunia ini, dan hanya Dia yang sanggup untuk memuaskan setiap rasa lapar dan haus yang kita miliki.
“tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yohanes 4:14).
“Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.”” (Yohanes 7:37-38).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Yorumlar