top of page

Soetjipto Koesno - Part 5. Jemaat di Sardis: Bangkit dari Kematian Rohani

Catatan Khotbah: “Letters to the Seven Church. Part 5. Jemaat di Sardis: Bangkit dari Kematian Rohani.” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Soetjipto Koesno di Ibadah Minggu Tgl. 16 Juli 2023..

Di dalam surat pada tujuh jemaat-Nya, Tuhan Yesus memberi perkataan-Nya bukan untuk menghancurkan dan mengecilkan hati umat-Nya, tetapi untuk membawa kita kembali pada relasi yang benar, agar setiap kita dipulihkan, dan juga memiliki hidup yang berkemenangan.


Surat kepada Jemaat di Sardis.


"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." (Wahyu 3:1-6).


Sardis adalah kota dengan perekonomian yang cukup maju. Kehidupan berjemaatnya tidak ada masalah apa pun, dan mereka juga tidak mengalami aniaya. Gereja di jemaat lain sangat kental dengan penyembahan berhala, dan bahkan ada yang sampai dicobai, tetapi di Sardis tidak ada tekanan sedikit pun dari lingkungan di sekitarnya. Tetapi kita mendapati mereka mendapat teguran yang paling keras dibanding jemaat lainnya. Dan teguran keras dari-Nya ini pastinya tidak akan membiarkan kita sampai jatuh terpuruk, karena ada anugerah-Nya yang pasti akan memampukan kita untuk bangkit kembali dan mendapat kemenangan.


Surat yang dikirim pada setiap jemaat merupakan cermin dan kebutuhan dari setiap gereja. Jemaat di Sardis tidak memiliki masalah, dan bahkan secara finansial bisa dikatakan mereka sudah cukup mapan. Tetapi Tuhan menegur mereka dengan begitu keras. Di ayat 2 dikatakan,


“..sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.”

Jemaat Sardis ini semua tampak bagus di permukaan, tetapi Tuhan menemukan adanya ketidaksempurnaan di dalamnya. Dan melaluinya, Tuhan mau agar kita dapat kembali pada-Nya dengan bersungguh hati dan dapat belajar dari surat pada jemaat di Sardis ini.


Pertama. Allah Sang Pemilik Kehidupan Gereja.


“Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu..” (Wahyu 3:1a).

Di setiap surat pada jemaat-Nya, Dia selalu memulainya terlebih dahulu dengan memperkenalkan siapa Diri-Nya, agar jemaat dapat mengetahui kepada Siapa iman mereka percaya, dan menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang dekat, bukan yang jauh. Dan juga melaluinya, Tuhan rindu untuk mengatakan bahwa fokus di dalam hidup kita harus tetap tertuju pada-Nya, bukan pada yang lain.


Kedua. Dikatakan Hidup padahal Mati.


“..Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.” (ayat 1b-2).


Tuhan mau mengingatkan setiap kita agar jangan sampai menjadi seperti jemaat di Sardis, yang gerejanya sudah sangat bagus, dibangun sempurna, jemaatnya banyak, puji-pujiannya top.. tetapi Tuhan mengatakan “..engkau mati!” Hal ini sama seperti buah yang tampak luar terlihat bagus, tetapi di dalamnya kurang baik keadaannya. Bisa jadi apa yang tampak di luar hidup kita dan juga gereja Tuhan hari-hari ini semua seolah berjalan dengan begitu bagus dan sempurna, tetapi yang menjadi pertanyaannya,


“Apakah Roh Allah masih berada di dalamnya?”

Dan pertanyaan ini jauh lebih penting dari apa yang tampak wah selama ini dari gereja kita. Sebab manakah yang lebih penting? Menjadi terkenal dan dipuji banyak orang? Atau kehidupan kita sendiri secara pribadi dipuji Tuhan?


Jemaat di Sardis melakukan apa saja yang orang lain inginkan, sehingga mereka mulai melakukan banyak kompromi di dalam hidup mereka. Oleh karena itu berhati-hatilah. Kemapanan yang tampak dari luar tidak selalu dapat dijadikan jaminan untuk mencerminkan kondisi apa yang berada di dalam hati kita. Apakah kita masih berapi-api dalam mengasihi dan melayani-Nya? Apakah nama Yesus itu masih menggetarkan hati kita? Bila tidak, maka kita dapat terjerumus menjadi seperti jemaat di Sardis: Dari luar tampak terlihat baik, tetapi kondisi di dalamnya sudah mati. Dan Tuhan rindu untuk mengembalikan apa yang berada di dalam hati kita agar dapat lebih bersungguh hati lagi kepada Tuhan.


Gereja bukan dibangun dengan pujian dan gedung yang tampak wah, tetapi dibangun dari setiap kita jemaat-Nya yang mau memfokuskan diri untuk lebih bersungguh hati lagi pada Tuhan. Pembicara yang hebat tidak membuat kita lebih rohani. Mungkin saja pengetahuan kita dapat bertambah, tetapi kerohanian bertumbuh ketika kita memutuskan untuk mau mendengar dan melakukan kebenaran firman Tuhan di dalam hidup ini. Pusatnya bukan pada entertainment, tetapi pada Pribadi Tuhan sendiri.


Hal apakah yang sesungguhnya paling menarik bagi kita? Apakah firman Tuhan dan kebenaran-Nya yang dibagikan? Atau hanya sekadar suasana di dalam gereja? Perubahan apa yang sesungguhnya terjadi dalam hidup kita?


Mengapa seseorang sampai bisa “mati rohani”nya? Pertama. Merasa puas rohani dan cukup akan Tuhan, tidak ada keinginan untuk lebih lagi mengenal-Nya lebih dalam. Cukup hanya “segini saja”. Kedua. Membiarkan dosa kecil dan tampak remeh menguras hidup kerohanian kita.


Tidak salah dengan merasa cukup, tetapi berhati-hatilah ketika kita sudah mulai merasa cukup karena sudah melayani, atau dulu pernah melayani, dan kita tidak ada kerinduan untuk mengenal dan melayani Tuhan lebih dalam lagi. Kembali lagi semuanya berbicara tentang apa yang berada di dalam hati kita. Apakah kita mau berkorban untuk lebih lagi mencari dan melayani-Nya? Atau kita sudah mulai hitung-hitungan? Apakah hati kita masih berkobar-kobar sama seperti pada saat hati kita dipenuhi kasih Tuhan untuk pertama kalinya / first love?


Pada awal hidup kita mengenal Tuhan, kita sangat berhati-hati terhadap apa yang akan kita katakan dan perbuat. Kita berpikir berulang kali, Apakah yang akan diperbuat ini dosa / tidak? Apakah hal ini menyukakan hati-Nya atau malah mendukakan? Tetapi bagaimana dengan sekarang? Jemaat di Sardis juga sama. Mereka menjadi gereja yang mulai berkompromi dan menerima segala hal yang terjadi di sekitarnya, sehingga ironisnya tidak ada lagi perbedaan antara orang Kristen dan yang tidak.

Dosa-dosa yang tampak kecil dan remeh dapat menghancurkan hidup kerohanian kita. Bahkan kebocoran rohani bisa menjadi lebih parah dari kebocoran kolam. Mengapa? Karena tidak semua orang sadar kalau hidup kerohaniannya sedang mengalami kebocoran. Dan sekalipun tidak ada seorang pun yang tahu, tetapi Dia dapat menegur hidup kita yang masih menyimpan beberapa dosa. Kalau Dia masih mengingatkan, itu adalah anugerah. Jangan diabaikan.


Tanda seseorang yang “mati rohani”nya: Pertama. Lebih mengutamakan penampilan tampak luar. Kedua. Melayani Tuhan dengan setengah hati. Ketiga. Berbagi kekecewaan / sakit hati. Keempat. Jiwanya letih, tidak ada semangat.


Kehidupan kerohanian yang sesungguhnya seharusnya seperti gunung es, dari atas tampak terlihat kecil tetapi di bagian bawahnya membesar dan dibangun di atas dasar hubungan karib kita bersama dengan Kristus di dalam doa dan pembacaan firman Tuhan / Alkitab. Jangan sampai hal ini terbalik. Kalau yang nampak di atas membesar, hanya kehidupan kita yang serba wah, tetapi di bagian bawah malah terlihat mengeecil, maka saat diizinkan terjadi masalah dan goncangan, hidup kita pasti hancur.


“Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.” (2 Korintus 12:6).


Pastikan hidup kita pribadi (yang tak terlihat) dibangun jauh lebih besar dan kuat dari kehidupan di publik (yang terlihat). Selama ini kita berusaha menampilkan di sosial media hal-hal yang serba bagus dan tampak wah, padahal yang sebenarnya bukan apa yang tampak di luar yang begitu penting, tetapi apa yang berada di dalam kita, itulah yang menentukan.


Orang-orang yang mati rohaninya selalu menampilkan apa yang tampak luar, hanya untuk menutupi apa yang berada di dalam mereka.

Seseorang yang mati rohaninya juga berbagi kekecewaan / sakit hati, dirinya menganggap bahwa tidak ada seorang pun yang benar, dan sering membicarakan kelemahan banyak orang. Mereka berbagi keluhan dan kekecewaan pada setiap orang. Selain itu, jiwanya letih dan juga tidak ada semangat. Setiap tanggal merah selalu dimanfaatkan untuk healing / mencari waktu buat berlibur, sehingga kemudian datanglah billing / tagihan. Memang tidak ada yang salah dengan semuanya itu. Tetapi kembali lagi, hanya bersama Tuhan Yesus sajalah jiwa kita bisa dipulihkan dan bersemangat kembali.


“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." (Matius 11:28-30).


Ketiga. Berjaga-jagalah dan Bertobatlah.


“Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu.” (Wahyu 3:2-3).


“Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang.” (Matius 12:20).


Tuhan menegur bukan karena Dia tidak sayang sama kita, tetapi agar kita bersungguh hati untuk mau kembali pada-Nya.


Pada suatu hari Bp. Soetjipto Koesno diberi kesempatan untuk melayani di dalam penjara dan mendengar ada seorang bapak yang bersaksi bahwa dirinya dihukum masuk ke dalam penjara dikarenakan menjadi pengedar narkoba. Setelah masuk ke dalam penjara, anggota keluarganya memutuskan hubungan dan meninggalkannya terpuruk. Bapak ini merasa dirinya sudah jatuh, dan tidak ada seorang pun yang mau menerimanya. Tetapi dirinya berterima kasih, karena ketika tidak ada seorang pun yang mau menerimanya, Tuhan Yesus tetap mau menerima dan memulihkan total hidupnya.


Tidak ada seorang pun yang terlalu buruk yang tidak bisa dipulihkan hidupnya. Dan tidak ada seorang pun yang cukup baik hidupnya, yang tidak membutuhkan pertolongan Tuhan.

Keempat. Gereja yang Menang: Layak Dimuliakan dan Menerima Kehidupan Kekal.


“Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.” (Wahyu 3:4-5).


Di dalam surat pada jemaat di Sardis, ceritanya agak berbeda. Bila di surat pada jemaat lainnya, Dia memberi pujian dan juga menguatkan jemaat. Tetapi di Sardis, dikatakan bahwa “engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati” (ayat 1) dan mendekati akhir surat pada jemaat ini dituliskan masih ada “beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya” (ayat 4). Mereka adalah orang-orang yang berjalan dengan setia, tidak berkompromi dengan dosa, dan juga menjaga kekudusan hidupnya sehingga anugerah Tuhan boleh turun atas kota di Sardis.


Doa Syafaat Abraham untuk Sodom.


Di dalam Kejadian 18:16-33, kita mendapati bahwa TUHAN tidak menyembunyikan pada Abraham akan apa yang Diri-Nya hendak perbuat karena “..banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.” (ayat 20). Dan di ayat-ayat selanjutnya kita mendapati bagaimana Abraham memberanikan dirinya untuk menaikkan doa syafaat, memohon pengampunan, dan juga belas kasihan-Nya bagi kota Sodom.


Sekalipun pada akhirnya Sodom dan Gomora ditunggangbalikkan sama Tuhan (Kejadian 19:24-25), tetapi kita dapat belajar dari Abraham yang mau menaikkan doa syafaat bagi Sodom dan juga di Sardis yang masih ada orang-orang yang bersungguh hati mengikut Tuhan dengan segenap hati, dan yang tidak mencemarkan hidupnya bagi dunia (Wahyu 3:4).


Ada kisah seseorang yang sangat sukses di pekerjaannya, yang selalu menolak saat dirinya diajak melayani. Dirinya selalu berkata sangat sibuk di pekerjaan dan tidak memiliki waktu, dan menunggu saat berusia lanjut / pensiun saja dirinya baru mau melayani Tuhan. Hingga pada suatu hari dirinya mengalami musibah, kendaraan yang dipakai mengalami kecelakaan, dan urat sarafnya putus. Dirinya pergi berobat ke rumah sakit mana pun, tetapi tidak ada seorang pun dokter yang sanggup menolongnya.


Pada akhirnya dirinya kembali pada teman-teman di gerejanya, meminta doa agar dirinya dapat disembuhkan, dan berjanji kalau sudah sembuh mau melayani Tuhan. Tetapi janji tersebut tak kunjung digenapinya, karena tak lama berselang dirinya “berpulang” dipanggil Tuhan.


Sesungguhnya orang ini telah mengalami kehilangan, bukan kehilangan kesembuhan, tetapi lebih tepatnya kehilangan kesempatan untuk dapat mengenal Tuhan lebih dalam lagi pada saat dirinya mau melayani, dan juga kehilangan kesempatan untuk menjadi alat perpanjangan tangan Tuhan, dan melihat bagaimana kasih Tuhan dapat dinyatakan bagi orang-orang di sekitarnya, melalui karya di hidupnya.


Responilah setiap teguran-Nya. Sekalipun mungkin diizinkan keras, tetapi Dia selalu menyediakan anugerah-Nya untuk kita dapat bangkit kembali dan menyelesaikan pertandingan iman di dalam hidup kita. Dan juga,


Apakah semangat api rohani itu masih berkobar-kobar di dalam hati kita? Apakah Tuhan Yesus masih menjadi yang terutama? Dan apakah kita ingin terlihat lebih kaya di hadapan Tuhan, daripada mempesona seluruh dunia?


“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." (Wahyu 3:6).

Amin. Tuhan Yesus memberkati..

152 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page