Catatan Khotbah: “Kunci Kemenangan Pengikut Kristus.” Ditulis ulang dari sharing khotbah Bp. dr. Paulus Rahardjo di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan pada Tgl. 28 April 2024.
Di dalam visi “Bangkit dan Menang,” kita menemukan ada bagian Tuhan dan juga ada bagian yang harus kita kerjakan yakni, “Bangkit” dan melakukan setiap perintah-Nya. Ketika kita dengan setia mengerjakan apa yang menjadi tugas dan bagian di dalam hidup kita, maka Dia yang akan melakukan bagian-Nya yakni memberikan “Kemenangan” di dalam hidup kita.
Contoh praktisnya, bila anak kita meminta tolong untuk mengambil mainan yang letaknya di atas lemari yang tidak dapat dijangkaunya, maka hal ini menjadi tugas kita orang tua yang memiliki postur tubuh lebih tinggi, untuk dapat membantu mengambilkannya. Tetapi untuk tidak membuat berantakan mainan tersebut di dalam sebuah ruangan, adalah tugas yang harus dikerjakan oleh anak-anak kita.
Kunci Kemenangan Pengikut Kristus.
Kunci Kemenangan dari pengikut Kristus adalah Iman, Ketaatan, Doa, Pengampunan, Komunitas, dan Pelayanan. Di balik segala sesuatu yang mungkin terlihat biasa dan berjalan dengan rutinitas, masih ada Tuhan yang terus bekerja dengan luar biasa di dalam hidup kita. Dia memberi kunci-kunci yang mewakili berbagai aspek penting di dalam hidup kita, dan seharusnya menjadi bagian dari diri kita untuk dapat meraih hidup yang berkemenangan di dalam Kristus.
Kunci Pertama. Iman.
Apakah kita tetap memiliki iman dan percaya yang teguh pada Tuhan dan firman-Nya, meski kita sedang dihantam berbagai “badai kehidupan”?
“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1).
“Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (ayat 6).
Iman adalah dasar, dan ini adalah hal yang sangat penting di dalam hidup kita. Mengapa? Karena sejauh apa iman yang kita miliki kepada Tuhan, maka sejauh itulah Dia akan membawa kita pada berbagai kemenangan di dalam hidup. Dan kemenangan di dalam hidup dapat kita alami ketika kita dapat hidup di dalam anugerah-Nya, dan juga dapat hidup dengan kuasa-Nya.
Contohnya di dalam Alkitab, Daud dan Goliat. Di dalam 1 Samuel 17, kita mendapati Goliat yang memandang rendah pribadi Daud dengan berkata,
“Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat?” (ayat 43).
Tetapi Daud menjawabnya,
“Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami.” (ayat 45-47).
Meskipun hanya berprofesi sebagai seorang gembala muda, Daud memiliki iman yang luar biasa pada apa yang Tuhan dapat lakukan. Dengan satu batu dan pendampingan dari Sang Pencipta, dia berhasil menggagalkan rencana jahat Goliat dan membuktikan bahwa iman yang teguh kepada Tuhan masih dapat mengalahkan musuh yang ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya Daud.
Daud berani melangkah dan melawan Goliat karena dirinya percaya ada Allah yang besar, yang menyertai dan memampukan dirinya untuk dapat menaklukkan Goliat yang berukuran besar. Semakin besar target / sasaran seperti Goliat, Daud percaya dengan kuasa Tuhan yang memampukan dirinya, maka semakin mudah pula Goliat tersebut dapat dijatuhkan dengan batu licin dari dasar sungai (ayat 40,49-50).
“Faith is not the belief that God will do what you want. It is the belief that God will do what is right.”(Max Lucado).
“Faith is taking the first step, even when you don’t see the whole staircase.” (Martin Luther King Jr.).
Iman itu bukan mempercayai bahwa Tuhan akan melakukan apa yang kita inginkan, tetapi mempercayai bahwa Tuhan akan melakukan apa yang benar sesuai dengan hikmat-Nya yang tak terbatas. Dan sering kali iman berbicara tentang langkah pertama yang harus kita ambil, sekalipun kita masih belum melihat bagaimana keseluruhan dari anak tangga yang ada.
Kemenangan kita dimulai dengan iman yang teguh pada Yesus Kristus, karena Dia adalah satu-satunya Tuhan dan Juruselamat kita, Sumber kekuatan dan juga keteguhan di dalam kita menghadapi berbagai tantangan, cobaan, dan rintangan hidup. Dengan menjalani hidup yang dikuasai iman yang teguh kepada Tuhan Yesus, kita dapat mengatasi berbagai hal di dalam hidup ini yang menghalangi kita untuk dapat meraih kemenangan yang lebih lagi.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Dia mengasihi hidup kita dan tahu apa yang terbaik, percayakan hidup kita selalu kepada-Nya. Bangunlah kehidupan iman kita di setiap harinya dengan berdoa dan membaca firman / Alkitab, karena Iblis yang kita hadapi itu sifatnya menyerang harian, tidak seminggu sekali. Oleh karena itu kita tidak cukup mendengar firman Tuhan hanya seminggu sekali di dalam gereja. Kita membutuhkan firman-Nya di setiap hari, untuk dapat menguatkan iman kita.
Aplikasi Praktisnya: Iman itu belajar percaya pada Tuhan Yesus bahwa apa yang dilakukan-Nya di dalam hidup kita tetap adalah yang terbaik, terus memperbarui iman kita, mencari petunjuk-Nya dengan berdoa dan membaca firman-Nya / Alkitab di setiap hari, dan raihlah damai sejahtera dari-Nya.
Kunci Kedua. Ketaatan.
Apakah kita tetap taat dan setia melakukan kebenaran firman Tuhan, meskipun hidup kita sedang mengalami keadaan yang sulit dan sedang tidak baik-baik saja?
“Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” (Kejadian 6:22).
Nuh bukanlah seorang yang ahli di dalam membuat sebuah bahtera, tetapi Tuhan memanggil untuk membuatnya, mengadakan perjanjian, dan Dia mau menyelamatkan anak-anak, istri, dan istri dari anak-anaknya (ayat 14-18). Bila Tuhan yang memerintahkan kita di zaman sekarang, maka kita pasti mudah percaya karena kita sudah membaca dari Alkitab dan tahu bagaimana hasil akhirnya. Tetapi pada saat itu, Nuh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya dan dia tetap taat untuk melakukan apa yang telah diperintahkan-Nya.
Alkitab tidak mencatat pada kita dengan jelas di mana Nuh dan keluarganya bertempat tinggal, tetapi bisa jadi Nuh ini memiliki tempat tinggal yang jauh dari pantai dan pastinya, sangat sulit untuk meyakinkan anak dan istrinya tentang perintah yang telah dia dapatkan dari Tuhan.
Menurut penafsiran ilmuwan dan sejarahwan Alkitab, Nuh membangun bahtera ini di atas Gunung Ararat di Turki modern dan dilakukan selama seratus dua puluh tahun lamanya. Selama kurun waktu itulah, Nuh pastinya hidup dengan berbagai cemoohan dan ejekan dari orang-orang di sekitarnya, bahkan termasuk dari keluarga besarnya.
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:16-17).
“The true test of obedience is when God asks us to do something we don’t want to do.” (Charles Stanley).
Ketika melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan, hal ini tidaklah selalu mudah dan tidak jarang kita harus berhadapan dengan orang-orang yang perkataannya negatif dan melemahkan iman kita. Tetapi ujian ketaatan yang sesungguhnya adalah ketika Tuhan menyuruh kita, yang pastinya tidak bertentangan dengan kebenaran firman-Nya, untuk melakukan sesuatu yang mungkin sebenarnya tidak ingin kita lakukan.
Bagaimana dengan respon kita? Apakah kita mau taat melakukan perintah-Nya?
Setiap ayat yang ditulis di dalam Alkitab adalah firman Allah yang hidup, petunjuk hidup terbaik, dan ayat di atas juga meneguhkan kita akan banyak manfaat dari membaca dan melakukan firman-Nya, yang menjadi panduan di dalam hidup.
Aplikasi Praktisnya: Jadikan membaca Alkitab dan ketaatan untuk melakukan perintah-Nya sebagai kebiasaan harian kita.
Kita dapat belajar dari ketaatan Nuh yang melakukan setiap perintah-Nya, yang di mana telah menyelamatkan anggota keluarganya dan juga melestarikan kehidupan di Bumi.. semuanya menunjukkan pada kita betapa kuatnya hasil dari ketaatan, pada setiap instruksi dari Tuhan.
Kunci Ketiga. Doa.
Seberapa sering kita berdoa, mencurahkan isi hati kepada Tuhan, dan mendengar suara-Nya?
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” (Filipi 4:6-9).
Marilah kita tidak berhenti untuk terus berdoa dan mengucap syukur, sebab di dalam hidup ini ada banyak kekuatiran yang dapat mempengaruhi suasana hati dan juga iman kita. Ada yang mengatakan sebanyak 365 ayat ditulis di dalam Alkitab yang mengajak kita untuk tidak kuatir, dan sekalipun kenyataannya hanya sebanyak 120 ayat saja, tetapi ayat ini tetaplah banyak.
Mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir? Sederhana jawabnya, karena Tuhan tahu bahwa natur / sifat bawaan kita sebagai manusia adalah mudah kuatir. Dan melalui firman Tuhan, Dia memberikan jalan keluarnya,
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13).
Dan di ayat di atas,
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7).
Alih-alih hati dan hidup kita dikuasai kekuatiran, Rasul Paulus mengajak kita untuk menyatakan segala hal keinginan kita pada Allah di dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Karena setelah kita melakukannya, maka Allah akan memberi damai sejahtera yang melampaui segala akal, yang akan memelihara hati dan pikiran kita di dalam Kristus Yesus.
Dan mendapat damai sejahtera dari-Nya ini bukan berarti masalah yang sedang kita hadapi, dalam waktu sekejap dapat dengan segera diselesaikan. Bisa jadi kita masih diizinkan untuk mengalami berbagai pergumulan dari hari ke sehari, tetapi kita akan selalu dikuatkan dan dimampukan untuk dapat memandang bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak pernah berhenti menyayangi hidup kita. Dia tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian, dan pasti memberikan jalan keluar yang terbaik bagi setiap kita anak-anakNya.
Dengan berdoa akan menghubungkan hidup kita dengan kuasa Tuhan, dan nantinya dapat mendatangkan damai di dalam hidup. Bisa jadi kita masih harus menghadapi berbagai pergumulan, tetapi ketika kita tidak tahu harus berdoa mulai dari mana, kita bisa memulainya dengan berdoa “Bapa Kami.” Di dalam kata-kata pertamanya ditulis,
“Bapa kami yang di sorga..” (Matius 6:9).
Melalui doa mengajar kalau kita benar-benar percaya dan mengenal-Nya, maka Bapa itu sesungguhnya tidak pernah jauh dari hidup kita. Dia adalah Bapa luar biasa yang mengasihi setiap kita, dan saat kita merasa sudah tidak kuat lagi untuk menggandeng tangan-Nya, maka Dia yang akan menggendong dan memampukan setiap kita untuk dapat menghadapi berbagai tantangan dan juga beban pergumulan di dalam hidup ini.
“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” (Daniel 6:11).
Seberapa dalam kita membangun hubungan karib kita bersama dengan Tuhan di dalam doa dan pembacaan firman-Nya?
Diceritakan di ayat di atas, Daniel sedang mengalami keadaan yang tidak mudah, para pejabat tinggi dan wakil raja sedang mencari berbagai alasan dakwaan terhadap Daniel dalam hal pemerintahan, tetapi mereka tidak mendapat alasan apapun atau sesuatu kesalahan, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya (ayat 5).
Sampai pada akhirnya mereka meminta,
“supaya dikeluarkan kiranya suatu penetapan raja dan ditetapkan suatu larangan, agar barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada sang raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa.” (ayat 8).
Dan di ayat 10 dikatakan,
“Sebab itu raja Darius membuat surat perintah dengan larangan itu.”
Kehidupan doa yang terus dibangun dengan konsisten membuat Daniel terus terhubung dengan Tuhan, bahkan di tengah situasi yang penuh dengan tantangan dan mengancam nyawanya, Daniel memutuskan untuk tetap setia dan berdoa.
Melalui kunci ketiga ini mengajar kita betapa pentingnya menjaga hidup kerohanian yang terus dibangun akrab bersama Tuhan melalui doa, yang nantinya dapat menghadirkan hikmat, kekuatan, dan juga bimbingan di setiap langkah yang kita ambil.
Sekalipun dari tingkap-tingkap kamar dan pintu di rumahnya, orang-orang di sekitar dapat melihatnya berdoa.. Daniel tetap berdoa dan percaya bahwa Tuhan yang dirinya sembah adalah Tuhan yang Mahabesar dan Dia masih memegang kendali penuh atas segala sesuatu yang terjadi di hidupnya.
Aplikasi Praktisnya: Sediakan waktu di setiap harinya untuk kita dapat berdoa, mencurahkan hati kepada Tuhan, dan kita dapat mendengar suara-Nya.
“Prayer is not asking. It is a longing of the soul. It is daily admission of one’s weakness. It is better in prayer to have a heart without words than words without a heart.” (Mahatma Gandhi).
Berdoa bukan hanya sekadar kegiatan meminta, tetapi merupakan jeritan kerinduan yang lahir dari relung jiwa yang terdalam. Berdoa merupakan pengakuan harian kita pada Tuhan mengenai berbagai kelemahan yang dimiliki, dan juga betapa kita sangat membutuhkan penyertaan dan pertolongan-Nya. Lebih baik berdoa tanpa kata-kata yang banyak tetapi kita melakukannya dengan segenap hati, daripada berdoa dengan kata-kata yang banyak tetapi tidak dengan segenap hati.
Kunci Keempat. Pengampunan.
Sudahkah kita memaafkan dan mengampuni orang-orang yang selama ini telah menyakiti dan merugikan hidup kita?
“Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:28-32).
Kita dapat belajar dari keteladanan yang diberikan Yusuf dalam menghadapi saudara-saudaranya. Meskipun dirinya selama ini telah dikhianati dan dijual menjadi budak di bangsa Mesir oleh saudara-saudaranya sendiri, Yusuf memaafkan ketika mereka mau bertobat (Kejadian 50:17).
Pengampunan yang diberikan Yusuf telah membawa rekonsiliasi dan juga pemulihan di dalam keluarganya. Kita tidak bisa membayangkan apa yang terjadi bila Yusuf tidak mau mengampuni dan dia membalas dendam pada saudara-saudaranya. Yang namanya bangsa Israel bisa jadi sekarang sudah tidak ada lagi, karena semuanya sudah dimusnahkan oleh Yusuf.
Selain itu bila Yusuf tidak mau mengampuni saudara-saudaranya, bisa jadi dirinya dapat berubah menjadi seorang pemimpin yang jahat dan tidak dapat bersikap bijaksana dalam menyikapi mimpi Firaun (Kejadian 41). Seluruh rencana Allah atas dirinya dapat digagalkan, hanya karena tidak mau mengampuni saudara-saudaranya.
“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:32).
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Matius 5:44).
Pengampunan membebaskan kita dari segala bentuk kepahitan, dan juga dapat memulihkan sebuah hubungan. Di ayat di atas bahkan dituliskan Tuhan menyuruh kita untuk mengasihi dan berdoa bagi mereka yang telah menganiaya kita. Tentunya, kita berdoa bukan untuk kehancuran hidup mereka tetapi untuk pertobatan dan pemulihan hidupnya. Dan melalui ayat tersebut, Tuhan Yesus sudah memberi teladan dan juga perintah, dan hal ini sesungguhnya lebih dari cukup bagi kita untuk dapat mengikuti jejak langkah-Nya.
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (Kejadian 50:20).
Aplikasi Praktisnya: Pilihlah untuk memaafkan orang lain sama seperti Kristus yang telah memaafkan kita, lepaskan dendam dan tunjukkanlah kasih. Tanggalkan beban yang sesungguhnya tidak perlu kita bawa, dan yang telah merintangi langkah kaki kita.
Orang-orang di sekitar boleh saja merancang kejahatan, tetapi Tuhan tetap merancang yang baik dalam hidup anak-anakNya. Bahkan rencana jahat manusia sekalipun bisa diubah sama Tuhan menjadi rancangan yang mendatangkan kebaikan di dalam hidup kita, dan juga sesama.
Ada pertanyaan ketika kita memaafkan dan mengampuni, apakah kita juga harus melupakan?
Alkitab memang tidak mencatat dengan jelas, tetapi otak pikiran kita dicipta untuk mengingat bukan untuk melupakan. Dan ada satu ilustrasi bagus yang disampaikan oleh Bp. dr. Paulus Rahardjo.
Kalau kita pernah jatuh dan mengalami luka memar di salah satu anggota tubuh, ambil contoh pas lukanya di bagian tangan kita, maka kita akan mengingat bagaimana perasaan sakitnya itu pas di bagian tangan kita. Tetapi ketika kita mengobatinya dan dengan berjalannya waktu.. maka luka tersebut akan menjadi sembuh dan ketika meraba bagian tangan yang terluka, maka kita tidak akan merasa sakit lagi akibat luka memar tersebut. Bukan karena tangan kita tiba-tiba menghilang, tetapi lebih karena kita tahu bahwa luka kita sudah sembuh.
Ingatan perasaan akan rasa sakit mungkin masih membekas, tetapi kita hidup di dalam kenyataan yang ada sekarang, bahwa luka kita sudah sembuh dan pulih.
Marilah belajar untuk melepaskan pengampunan, dan hal ini bukan masalah perasaan enak atau tidak enak, tetapi agar kita dapat sembuh dari setiap luka rohani. Sebab bila kita tidak mau mengampuni, maka hal ini sama seperti kita meminum racun, tetapi berharap agar orang lain yang meninggal dunia. Sikap tidak mau mengampuni orang lain hanya akan merugikan diri kita sendiri, bukan merugikan orang yang kita benci.
“Forgiveness is the fragrance that the violet sheds on the heel that has crushed it.” (Mark Twain).
“To be a Christian means to forgive the inexcusable because God has forgiven the inexcusable in you.” (C.S. Lewis).
Pengampunan diibaratkan seperti keharuman yang keluar dari biji bunga violet yang sudah dihancurkan di bawah kaki kita. Dan menjadi seorang Kristen berarti kita belajar untuk memaafkan dan mengampuni seseorang yang mungkin tingkah lakunya sudah tidak dapat dibenarkan lagi, karena Tuhan Yesus sendiri sudah mengampuni segala perbuatan kita yang tidak benar, penuh dosa, dan menyakiti hati-Nya.
Biarlah melalui hidup kita, aroma Kristus menjadi aroma yang wangi bagi sekitar kita dan nama-Nya lebih lagi dipermuliakan melalui hidup kita.
Kunci Kelima. Komunitas.
Apakah kita selama ini sudah aktif dan terlibat di dalam komunitas rohani yang sehat, yang membangun iman, dan mendukung kita untuk memiliki pertumbuhan yang serupa dengan Kristus?
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,” (Kisah Rasul 2:41-44).
“dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (ayat 45-47).
Lihatlah bagaimana cara hidup jemaat yang pertama di ayat di atas. Semua orang percaya bertekun di dalam pengajaran rasul-rasul dan juga persekutuan, mereka saling berbagi kehidupan, kebutuhan, dan juga sumber daya. Komunitas rohani yang kuat ini akan memberi mereka kekuatan untuk dapat menghadapi tantangan, dan menyebarkan Injil dengan lebih efektif.
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25).
Temukan komunitas di dalam gereja kita yang berupa kehidupan persekutuan dengan sesama orang percaya, untuk memperkuat dan mendorong kita untuk dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
“Christianity is not a solo journey; it is meant to be lived and experienced in community.” (Rick Warren).
Kekristenan bukanlah perjalanan yang dilalui sendirian, tetapi untuk dapat dialami bersama di dalam sebuah komunitas. Kita tidak bisa bertumbuh dewasa rohani secara sendirian. Memang pada saatnya nanti, panggilan kita adalah menjadi terang dan garam di dalam dunia, bukan di dalam gereja. Gereja hanyalah sebagai sebuah tempat untuk dapat memberikan inspirasi bagi kita untuk dapat melayani sesama anggota jemaat. Panggilan hidup kita adalah menyerahkan waktu yang terbaik untuk dapat melayani Tuhan, dengan setiap talenta yang telah dipercayakan-Nya di dalam hidup kita.
Aplikasi Praktisnya: Hadirilah setiap pertemuan gereja secara teratur, bergabunglah dengan kelompok kecil / CONTACT, dan bangunlah hubungan yang sehat serta bermakna dengan sesama jemaat.
Kunci Keenam. Pelayanan.
Bagaimana cara kita selama ini dalam menggunakan talenta yang berupa bakat dan sumber daya, untuk dapat melayani dan menjadi berkat bagi sesama?
Di dalam Lukas 10:25-37, kita dapat merenungkan kembali kisah dari orang Samaria yang baik dan murah hati, yang berbeda dengan sikap para pemimpin agama (seorang imam dan Lewi) yang hanya sekadar berjalan lewat sambil lalu. Tetapi orang Samaria ini menunjukkan belas kasihan dan pelayanan tanpa pamrih kepada orang asing yang membutuhkan pertolongan. Tindakannya mencerminkan kekuatan yang transformatif / yang mengubahkan ketika kita mau belajar untuk melayani orang lain.
Di dalam kisah itu, orang Samaria yang baik hati tidak hanya menyelamatkan nyawa orang yang terluka saja, tetapi juga mengubah pandangan banyak orang tentang apa yang namanya belas kasihan, dan juga kepedulian. Dengan tindakan yang sederhana tetapi penuh arti itu, dirinya tidak hanya memberi bantuan secara fisik saja, tetapi juga menyentuh hati banyak orang dan menginspirasi mereka untuk dapat berbuat baik kepada sesama, tanpa memandang apa latar belakang yang dimilikinya.
Inilah keajaiban dari pelayanan yang dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih.
“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Galatia 5:13).
“True greatness is measured by how many lives you touch and transform through your service to others.” (Mother Teresa).
Gunakanlah setiap talenta dan karunia yang Tuhan telah percayakan di dalam hidup kita untuk dapat memberkati dan juga menguatkan iman orang lain, dan nama Tuhan yang pada akhirnya dipermuliakan melalui hidup kita. Memang semua hanyalah kasih karunia Tuhan yang bekerja mengubah kehidupan seseorang, tetapi kebesaran sejati diukur dari seberapa banyak hidup seseorang yang telah kita sentuh dan ubah, melalui ketaatan dan kesetiaan kita dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi sesama.
Aplikasi Praktisnya: Carilah kesempatan untuk kita dapat melayani di sebuah komunitas, di dalam gereja, dan di manapun kita berada. Tunjukkanlah kasih Kristus melalui tindakan-tindakan kebaikan di dalam hidup kita.
Marilah menantang diri untuk memperdalam lebih lagi hubungan kita dengan Tuhan di dalam doa dan pembacaan firman-Nya / Alkitab. Marilah berkomitmen untuk menggunakan kunci-kunci ini di setiap harinya agar kita dapat membuka kehidupan yang penuh berkat dan dapat menjadi berkat bagi sesama, seperti yang dijanjikan Tuhan Yesus. Bersama-sama, marilah kita berjalan menuju kehidupan yang dipenuhi dengan kemenangan, sukacita, dan juga damai dari Allah.
Tuhan tidak menciptakan seorang pecundang, tetapi Dia menciptakan seorang pemenang. Ikuti dan taatilah setiap perintah-Nya, yang sudah tertulis di dalam Alkitab kita.
Pertempuran paling besar sudah diselesaikan Kristus dari atas kayu salib. Bagian yang harus kita kerjakan adalah Bangkit!, tetap setia mengiring-Nya, dan terus mempercayai bahwa bersama dengan-Nya, akhir dari segala sesuatu semuanya akan berubah menjadi lebih baik. Kalau kita masih menjumpai masih belum baik, berarti memang masih belum berakhir. Tetaplah setia berjuang!
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
댓글