Catatan Khotbah: “Garam dan Terang Dunia.” Ditulis dari sharing Bp. dr. Paulus Rahardjo, Sp. RAD. di MDC Putat Surabaya pada Tgl. 10 Desember 2023.
“Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka..” (Matius 5:1-2).
Di ayat di atas kita mendapati ketika Tuhan Yesus melihat kumpulan orang banyak itu, yang Dia lakukan justru malah naik ke atas bukit, dan mengajar murid-muridNya. Padahal di pasal 4:23-25 kita mendapati Yesus sudah menjadi Pribadi yang sangat populer, banyak fans yang mengikuti Dia ke manapun Dia pergi.
“Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.” (ayat 23).
Melaluinya kita dapat belajar. Banyak orang bisa jadi hanya mau datang dan tertarik pada Tuhan Yesus, hanya karena apa yang Dia dapat kerjakan di dalam hidup mereka. Bisa jadi para pengikut / fans melihat banyak tanda dan mukjizat yang sudah Yesus perbuat di pasal 4, tetapi ketika Dia naik ke atas bukit.. banyak dari antara mereka yang mungkin langsung pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka terlalu lelah dan tidak mau mbelani mengikut Tuhan Yesus sampai naik ke atas bukit, karena tujuan hidup mereka selama ini hanyalah mencari kuasa dan tanda mukjizat-Nya saja, bukan mencari dan mengenal siapa Pribadi-Nya yang sesungguhnya.
Tetapi murid-muridNya justru pergi ke tempat di mana Gurunya berada. Kalau Sang Guru naik ke atas bukit, murid-muridNya tetap mengikuti.
Dan hal ini melahirkan pertanyaan yang seharusnya kita jawab.
Apakah kita selama ini hanya sekadar menjadi “pengikut / fans” yang mencari apa yang Tuhan Yesus dapat lakukan di dalam hidup kita? Kita hanya mencari kuasa, tanda, dan mukjizat-Nya saja? Dan ketika tidak menjumpai Tuhan Yesus di tempat di mana kita mau Dia berada, kita tidak mendapati Dia melakukan kuasa dan mukjizat-Nya di dalam hidup kita.. maka kita akan berhenti mengikuti-Nya, dan kembali menurut jalan hidup dan kemauan kita masing-masing.
Atau justru kita adalah murid, ke manapun kaki Sang Guru melangkah, kita akan mengikuti-Nya. Kita mau berkorban bagi-Nya, mau datang di tempat di mana Dia berada, dan memiliki hati seorang hamba dan juga telinga seorang murid, untuk selalu mau belajar dan diajar oleh-Nya. Karena murid lebih tertarik pada pengajaran agar dapat menjadi serupa dengan Guru-Nya, daripada pengikut / fans yang hanya mencari tanda-tanda dan mukjizat saja.
Garam dan Terang tidak perlu penjelasan. Mengapa? Karena di manapun keduanya berada, mereka pasti memberi dampak yang signifikan bagi lingkungan di sekitarnya. Garam pasti memberikan rasa, dan Terang juga menerangi tempat gelap yang selama ini dihindari manusia. Dan sama seperti Garam dan Terang, setiap dari kita juga dipanggil untuk dapat memberikan pengaruh, dan juga berdampak nyata bagi lingkungan di manapun kita berada.
Bagaimana caranya kita memiliki kehidupan yang berdampak? Kita memerlukan,
Pertama. Kontak & Dampak.
Kalau garam menolak untuk ditaburkan, maka dia tidak akan dapat memberi dampak berupa rasa di dalam masakan. Garam juga harus mau melebur di dalam masakan, agar setiap orang yang menikmati masakan tersebut dapat menikmati rasanya. Selain itu, kalau dimasukkan ke dalam masakan, garam juga menjadi larut dan tidak kelihatan lagi wujudnya. Seseorang yang menikmati cita rasa dari makanan tersebut tidak akan mencari di mana letak dari garam tersebut, dan apa mereknya. Mereka hanya menikmati rasa masakan tersebut begitu saja.
Melaluinya kita dapat belajar dari apa yang diperbuat garam. Dia tidak menonjolkan dirinya sendiri, tetapi seseorang dapat merasakan kehadirannya, tanpa harus melihat wujud dari garam tersebut. Melalui perkataan dan perbuatan, kita juga dapat menjadi berkat tanpa harus menonjolkan diri di mana-mana.
Kedua. Komunitas.
Dengan banyak orang yang berkumpul, yang memiliki satu tujuan yang sama.. maka dampak yang dapat dibagikan pada masyarakat dapat semakin membesar. Daripada menjadi berkat secara sendiri-sendiri, lebih baik bergandeng tangan bersama memberikan dampak, dan menyatakan kasih Allah bagi orang-orang di sekitar yang membutuhkan.
Ketiga. Different / berbeda.
Ketika Garam dan Terang hadir, maka mereka membawa perubahan di dalam lingkungan yang hambar dan tidak ada rasanya, serta di lingkungan yang gelap dan membutuhkan Terang Kristus. Dan kalau hidup kita tidak ada bedanya dengan kehidupan orang dunia, apa bedanya? Jangan sampai mereka menilai tidak ada bedanya dengan yang lain, bahkan yang belum mengenal Kristus.
Bagaimana juga pendapat anak-anak selama ini tentang ayahnya? Bagaimana pula pendapat dari ibu mereka? Apakah sudah memancarkan Terang Kristus? Atau justru tidak ada bedanya?
Garam Dunia.
Garam banyak digunakan untuk penyedap rasa dan pengawet makanan. Dari sumber google, garam sendiri dari bahasa Latin memiliki arti kata yaitu Salary, atau Salarium. Dan bila di-cek apa arti Salarium adalah money given to soldiers for salt, atau uang yang diberikan pada prajurit sebagai pengganti garam.
Pada mulanya seseorang tidak menggunakan uang. Ketika lapar, mereka diharuskan berburu. Namun kesulitan dimulai tatkala barang yang dicari sedang dimiliki orang lain, ada keinginan untuk menukar. Akhirnya dicari sebuah alat atau benda yang bisa dipakai untuk media tukar-menukar. Tentunya benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah yang diterima umum dan bernilai tinggi, atau yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari, misal garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah.
Ternyata menurut data dari sumber google, orang Inggris menyebut upah / salary adalah pengaruh dari sejarah Romawi yang sering mengawetkan makanan dengan garam, sehingga dapat mendukung kehidupan mereka.
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” (Matius 5:13).
Kapan garam itu rasanya bisa berubah menjadi tidak asin?
Selama berupa garam, pasti rasanya tetap asin. Tetapi ketika mengambil garam dari permukaan air laut dan kita menjadi terlalu serakah, kita mengambil terlalu dalam sehingga pasir di laut jadi ikut terambil.. maka rasa garam tersebut dapat menjadi tercemar.
Jangan biarkan pencemaran dari dunia itu mencemari kehidupan rohani kita,
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2).
“Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka).” (Kolose 3:5-6).
Kapan garam itu tidak asin lagi rasanya?
Kalau garam tersebut sudah tercemar dengan pengaruh dari dunia. Karena itulah kita perlu untuk tetap berada di dalam komunitas rohani yang benar, agar mendapat didikan dan tidak terpengaruh oleh angin pengajaran yang ada.
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:25).
Ada visualisasi menarik mengenai sosok Yudas Iskariot, yang berada di “The Last Supper” yang dilukis Leonardo da Vinci. Digambarkan Yudas Iskariot ini sedang menggenggam sekantong uang, yang diduga hasil dari “menjual Yesus” pada imam kepala dan tua-tua. Selain itu, di dekat tangan Yudas terletak seperti ada tempat yang berisi garam, dan mungkin saja tangannya tidak sengaja menumpahkan isinya.
Apa artinya?
Yudas memang menggenggam uang hasil penjualan tersebut, tetapi dirinya kehilangan kesempatan untuk menjadi “garam dunia” bagi lingkungan di sekitarnya. Jangan sampai kita terlalu mbelani mengejar isi dunia ini, dan bisa jadi setelahnya kita akan mendapat keuntungan yang besar, tetapi kita gagal untuk memberi dampak yang positif bagi sekitar.
Terang Dunia.
“Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14-16).
Terang di sini bukanlah terang dari kita sendiri, tetapi dari Sang Sumber yang memberikan terang-Nya, dan kita merefleksikan cahaya-Nya.
Bola lampu akan menyala terang bila terhubung dengan sumber listrik, dan memancarkan terangnya karena aliran listrik tersebut. Demikian pula dengan perhiasan berlian, baru akan terlihat berkilau bila ditaruh di display dan mendapat lampu sorot cahaya, dan berlian tersebut akan merefleksikan cahaya tersebut.
Hal yang sama dengan hidup, kita juga membutuhkan Terang Kristus untuk masuk di dalam hidup, untuk mengubah dan menerangi. Selain itu, kita juga merelakan hidup kita untuk diproses agar dapat menjadi semakin serupa dengan-Nya. Di mata Tuhan, kita memiliki nilai yang luar biasa, oleh karena itu hidup kita perlu diproses agar dapat menjadi lebih indah dan semakin serupa dengan-Nya.
Melalui perkataan dan perbuatan kita yang terlihat, nama-Nya dapat semakin dipermuliakan. Tetapi jam-jam doa pribadi yang terus kita bangun bersama-Nya adalah tanggung jawab pribadi kita dengan-Nya, dan tidak harus dipertunjukkan di depan banyak orang.
Jangan sampai di dalam gereja, kita dapat menjadi garam dan terang-Nya, tetapi di luar gereja, hidup kita tidak menjadi berkat.
Hari-hari ini banyak orang yang menampilkan sisi hidupnya hanya dari sisi individual, di mana sosial medianya dihiasi banyak hal yang terlihat tampak baik dan “Wah!”. Tetapi tidak sedikit yang memiliki kehidupan yang mengkompromikan kebenaran. Melakukan semua atas nama kasih, tetapi nilai kebenaran diabaikan, bahkan dihilangkan. Semua hanya dilakukan secara legalistik, hanya untuk dilihat orang tampak baik-baik saja.
Tetapi identitas kita yang paling aman hanya terletak di dalam Tuhan. Tidak melihat diri terlalu tinggi, ataupun terlalu rendah, namun menjadi apa adanya sesuai di mata Tuhan. Tidak mudah terombang-ambing angin pengajaran dunia, tidak menjadi semakin mirip dengan dunia, namun menjadi semakin serupa dengan Kristus.
Di manapun diri kita berada, bawalah pengaruh yang baik, benar, dan positif sesuai dengan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan.
Kita dipanggil untuk menjadi Garam dan Terang dunia. Di manapun kita ditempatkan, jadilah dampak dengan “memberi rasa garam” dan juga “menerangi tempat gelap,” serta hidup sesuai nilai-nilai kebenaran firman Tuhan. Rindukan agar setiap kita terus dimampukan-Nya untuk menghasilkan karya yang dapat menjadi berkat dan terang Kristus yang bercahaya bagi sekitar, dan nama-Nya semakin dipermuliakan.
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments