Catatan Khotbah: Menyenangkan Hati Tuhan. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Paul Pitoy, di Ibadah Minggu Tgl. 2 April 2023.
“Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.” (Wahyu 2:2-3).
Diceritakan bahwa Tuhan Yesus memuji segala pekerjaan yang sudah dilakukan oleh jemaat Efesus. Namun di ayat 4-5, Dia mencela dengan mengatakan,
“Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.”
Melaluinya kita belajar bahwa di dalam hidup ini, apa pun yang kita lakukan motivasinya haruslah karena kita mengasihi Tuhan, karena Dia sudah terlebih dahulu mengasihi hidup kita. Dan ketika kita melakukan kebenaran firman Tuhan, sekalipun tidak ada manusia yang melihatnya, tetapi Tuhan itu tahu dan hati-Nya disukakan melihat ketaatan kita. Apa pun yang diperbuat dengan dasar hati yang mengasihi-Nya, Tuhan tahu dan menulis di buku catatan-Nya.
Di dalam Matius 17 ada sebuah momen ketika Tuhan Yesus berada di atas gunung dan Dia dimuliakan. Dari kisah-Nya mengajar bahwa hidup kita juga harus diubah dari dalam ke luar. Hidup kita diubah-Nya dari hari ke hari, diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. Perubahan yang hanya di luar saja namanya Agamawi, tetapi jika perubahan tersebut berasal dari dalam namanya Transformasi.
“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (2 Korintus 3:18).
Kita menjalani hidup yang tidak berkenan atau yang tidak menyenangkan hati Tuhan, ketika kita masih hidup di dalam dan melakukan “perbuatan daging”. Firman Tuhan berkata,
“Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” (Roma 8:8).
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu seperti yang telah kubuat dahulu bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Galatia 5:19-21).
Henokh Hidup oleh Iman.
“Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:5-6).
“Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (Kejadian 5:22-24).
“Enoch walked [in habitual fellowship] with God three hundred years after the birth of Methuselah and had other sons and daughters. So all the days of Enoch were three hundred and sixty-five years. And [in reverent fear and obedience] Enoch walked with God; and he was not [found among men], because God took him [away to be home with Him]. (AMP).
Kebiasaan Henokh adalah hidup bersekutu dengan Tuhan. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan / habitual fellowship. Bila kita memiliki kebiasaan untuk memuji Tuhan, mengucap syukur, dsb., maka hal itu akan menjadi habit / kebiasaan. Sama seperti Henokh yang berjalan bersama Allah, dan telah menjadi habitual / kebiasaan untuk berjalan bersama dengan-Nya.
“Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.” (Kejadian 6:9).
Kita juga dapat belajar dari hidup Nuh yang memiliki hubungan karib dengan Tuhan.
Bagaimana caranya untuk memiliki Hidup yang Berkenan dan Menyenangkan Hati Allah:
Pertama. Hidup karena iman dan percaya, bukan karena melihat situasi dan kondisi sekitar.
“sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat” (2 Korintus 5:7).
Kedua. Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan pada Allah. Ini adalah ibadah kita yang sejati.
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:1-2).
Ketiga. Mempersembahkan korban syukur pada Allah dengan ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya, dan jangan lupa berbuat baik.
“Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” (Ibrani 13:15-16).
Keempat. Menaikkan permohonan, doa syafaat, dan ucapan syukur untuk semua orang.
“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita,” (1 Timotius 2:1-3).
Kelima. Tidak mencari kesukaan, perkenanan, dan hormat dari manusia, tetapi dari Allah.
“Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Galatia 1:10).
“Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?” (Yohanes 5:44).
Keenam. Hidup sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam kerajaan Allah yaitu soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus.
“Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.” (Roma 14:17-18).
Marilah kita hidup dengan lebih bersungguh hati lagi dalam menyenangkan hati Bapa di Sorga, karena Dia sudah terlebih dahulu mengasihi kita, dan milikilah habitual fellowship untuk tetap berjalan bersama-Nya, di setiap area dan juga di berbagai musim di dalam hidup kita.
“Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus: Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi.” (1 Tesalonika 4:1).
“Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." (Yohanes 8:29).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments