Catatan Khotbah: Victim to Victor. Ditulis ulang dari sharing Ibu Pdt. Mimi Santosa di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 18 Agustus 2024.
Pada hari ini kita masih berada di dalam momen merayakan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia, dan kita juga diingatkan kembali melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, di mana kita sudah dimerdekakan dan dibebaskan dari segala ikatan dan belenggu dosa, serta mengalami kemenangan sejati di dalam Yesus. Walaupun hidup kita masih diizinkan menghadapi banyak tantangan, tetapi kita menghadapinya bukan dengan mental seorang victim / korban, tetapi dengan mental victor / pemenang.
Yesus Kristus adalah dasar dari kehidupan yang teguh, dan di dalam Dia, kita tidak akan tergoncangkan. Kalau kita memilih Dia sebagai dasar yang teguh di dalam hidup, maka kita harus memiliki pengenalan yang benar akan siapa Dia. Firman Tuhan mengatakan,
“Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”” (Yohanes 14:6).
Kalau kita memutuskan untuk hidup di dalam-Nya dan memiliki pengenalan yang benar akan siapa Dia, maka kita akan semakin dibenarkan dan memutuskan untuk menjalani hidup yang memberi arti di dalam dunia ini, tidak mau hidup dengan sembarangan. Hal ini juga akan mengubah sistem di pikiran dan apa yang berada di dalam hati, sehingga setiap kita nantinya akan dimampukan untuk dapat memiliki pengalaman pribadi berjalan bersama dengan-Nya, serta dimampukan untuk dapat menjadi berkat, di manapun kita berada.
Kesaksian Pdt. Mimi Santosa.
Semenjak kepergian dari Pdt. Fu Xie suaminya ke rumah Bapa di Surga, banyak hal sulit harus dihadapi oleh Pdt. Mimi di dalam penggembalaan di MDC Bogor. Belum lagi dirinya telah dikhianati oleh seseorang dari tim pastoral yang selama ini telah dipercaya, yang telah menghasut banyak jemaat untuk meninggalkan gereja yang selama ini digembalakan bersama suaminya.
Di dalam penggembalaan, Pdt. Mimi juga sering tak dianggap dan disepelekan. Tetapi dirinya tetap dekat pada Tuhan Yesus dan sering mendapat encourage dari Pdt. Andreas Rahardjo untuk tetap mengasihi jemaat, terus belajar firman, dan tetap menyiapkan khotbah yang terbaik.
Jangan pernah takut dan menjadi kecewa.
Bahkan sekalipun Tuhan Yesus selama hidup di atas muka bumi ini banyak melakukan mukjizat dan sering menghabiskan waktu bersama murid-muridNya, hal ini tidak membuat Yudas Iskariot percaya dan mengenal siapa jati diri Gurunya.
Tuhan selalu mengingatkan Pdt. Mimi untuk tidak kuatir terhadap penilaian sekitar, dan tetap setia untuk berjalan dan menyelesaikan setiap kehendak Tuhan yang telah ditetapkan bagi hidupnya.
Peristiwa apa pun bisa saja diizinkan terjadi di dalam hidup, tetapi kalau kita tidak menganggap diri kita sebagai victim, kita terus dekat dan memiliki pengenalan yang benar akan siapa Pribadi Tuhan Yesus.. maka pada waktu-Nya kelak Dia sendiri yang akan mengangkat dan mempromosikan hidup kita.
Salah satu aspek victim to victor adalah mengubah seseorang dari sebelumnya memiliki mental korban, menjadi mental seorang pemenang.
Ada kisah dari dua orang senior yang sama-sama berusia 70 tahun dan yang pernah dijumpai Pdt. Mimi, tetapi keduanya memiliki sikap berbeda dalam menjalani hidup ini. Keduanya merupakan contoh bagi kita, mana yang memiliki mental victim, dan mana yang memiliki mental victor.
Senior pertama memiliki sakit pada lutut persendiannya, tetapi dirinya tetap beriman pada Tuhan dan tetap setia melayani dalam menyediakan makanan bagi jemaat di MDC Bogor. Tetapi senior kedua bersikap negatif dengan selalu mengeluh mengalami sulit tidur, dan sering merasa sakit-sakitan. Sering di-encourage Pdt. Mimi, tetapi senior kedua selalu memiliki banyak alasan “Tapi”. Senior kedua ini juga sering meminta pada Tuhan agar hidupnya segera diakhiri, padahal banyak orang yang meminta agar hidupnya diperpanjang.
Kita hidup di dalam dunia, di mana apa yang diterima sebagai apa yang baik dan benar dapat berubah dengan cepat. Hal ini diakibatkan oleh dusta yang disebarkan Iblis, yang di mana apa yang sebenarnya salah dapat dimanipulasi olehnya menjadi terlihat benar dan dapat dimaklumi, dan pada akhirnya kita menjadi bingung dan membuat kita semakin menjauh dari rencana-Nya.
“.. ia (Iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44).
Pengenalan yang benar kepada Dia didasarkan pada Biblical Truth / kebenaran dari Alkitab yang didasarkan pada Pengarangnya, yakni Pribadi Allah yang mengilhami setiap penulis di dalam Alkitab.
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:16-17).
Victim Vs. Victim’s Mentality.
Ada perbedaan antara menjadi victim dan hidup dengan mentalitas victim. Mental victim merupakan cara berpikir bahwa dirinya adalah korban dari perbuatan negatif atau seorang negatif terhadapnya. Mental victim bisa berakar di dalam pikiran dan hati, sama seperti sebuah bangunan yang disusun bata demi bata, dan pada akhirnya membentuk sebuah benteng yang kokoh.
Tuhan Yesus itu menjadi victim / korban, agar setiap kita yang menerima penebusan-Nya dari atas kayu salib, diampuni dosa-dosa kita. Dua penjahat yang dihukum mati bersama-sama dengan-Nya, yang satunya menghujat Dia, satunya tidak (Lukas 23:32-43). Para prajurit mengolok-olok Dia, orang banyak melihat-Nya, dan para pemimpin mengejek-Nya. Tetapi Tuhan Yesus tidak mau hanyut terbawa perasaan setiap omongan mereka, dan tetap setia menyelesaikan misi-Nya di muka bumi ini.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:5-11).
Dari Tuhan Yesus kita belajar sekalipun Dia menjadi victim, tetapi Dia tetap setia atas misi-Nya dan tetap memiliki mental seorang victor / pemenang. Kedua mental ini tidak serta-merta jadi, tetapi terus dibangun dan diambil di dalam setiap keputusan di hidup kita. Pengenalan dan kehidupan seperti apa yang kita bangun selama ini, hal itulah yang nantinya akan menentukan apakah kita menjadi seorang dengan mental victim, atau victor.
Tiga Mental Victim Gideon.
“Kemudian datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarbantin di Ofra, kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian. Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.” Jawab Gideon kepada-Nya: “Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian.” Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus engkau!” Tetapi jawabnya kepada-Nya: “Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku.” Berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis.”” (Hakim-hakim 6:11-16).
Dari ayat di atas, kita dapat belajar ada tiga mental victim dari apa yang dilakukan Gideon.
Pertama. Menyalahkan keadaan dan tidak mau mengambil tanggung jawab.
Menjadikan setiap kekurangan kita sebagai alasan untuk tidak mau berkembang menjadi lebih baik lagi. Kita suka memakai banyak alasan untuk mem-validasi / membenarkan keadaan yang dialami sekarang, dan tidak lagi mempercayai bahwa Dia masih dapat melakukan sesuatu di dalam hidup kita. Selain itu, kita juga menjalani hidup hanya berfokus pada hal-hal di masa lalu yang pernah membuat kita merasa sakit, trauma, dsb.
Sehingga semua dari sikap ini membuat kita sering mengatakan,
Saya menjadi seperti ini karena dulu saya pernah diperlakukan.. Saya menjalani hidup seperti ini sejak saya didiagnosa menderita penyakit.. Saya menjadi seperti ini gara-gara perlakuan A..
Kedua. Menuntut “haknya” yang semu dan keliru.
Kita mengharuskan orang lain untuk bertanggungjawab menolong / menjadi “juruselamat” di hidup kita, suka membanding-bandingkan dan menghakimi orang lain yang nasibnya lebih baik dari kita, dan bahkan kita menuntut perhatian lebih dari sekitar.
Sehingga semua dari sikap ini membuat kita sering mengatakan,
Jika saya atau coba kalau saya memiliki uang yang lebih banyak.. Dibanding dengan kepemimpinan yang sebelumnya, yang sekarang ini kok terlihat.. Seharusnya hidup saya tidak menjadi seperti ini jika dia mau bertanggungjawab atas apa yang telah terjadi pada hidup saya..
Ketiga. Merasa tidak memiliki pertolongan.
Kita merasa diri lemah. Mempercayai bahwa kita sudah tidak bisa lagi mengubah sikap, tingkah laku, ataupun situasi kita selama ini. Mempercayai segala sesuatu yang ada di sekitar telah bangkit dan menjadi lawan untuk menjatuhkan hidup kita. Masalah kesehatan atau keluarga sering kita pakai menjadi alasan dan tameng / perisai.
Sehingga semua dari sikap ini membuat kita sering mengatakan,
Yang buruk selalu terjadi di dalam hidupku, tidak ada sesuatupun yang baik yang terjadi.. Tidak ada sesuatu yang berubah / yang dapat diubah dari hidupku.. Tidak ada lagi yang harus dicoba, karena saya yakin pasti akan berakhir dengan kegagalan.. Mungkin hal ini sudah menjadi nasib dan garis takdirku, sudah tidak bisa diapa-apakan lagi..
Mental Victor / Pemenang.
Pertama. Identitas jati diri kita.
“TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.” (Hakim-hakim 6:12).
Tuhan tahu siapa Gideon, karena Tuhanlah yang menciptakan hidup Gideon. Tuhan juga tahu siapa identitas jati diri Gideon yang sebenarnya yakni, seorang pahlawan yang gagah berani.
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;” (Yohanes 1:12).
Kita pun juga harus sadar atas siapa identitas jati diri kita yang sebenarnya, yakni diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah agar kita dapat menjadi berkat yang memuliakan nama-Nya.
Kedua. Takdir kita di dalam Yesus.
Di dalam kisah Gideon di Hakim-hakim 6:11-16 yang mendapat perintah dari Tuhan untuk dapat menyelamatkan orang Israel dari cengkeraman bangsa Midian.. kita dapat belajar bahwa Dia tidak memanggil Gideon berdasarkan keadaan yang sedang dialaminya pada saat itu, tetapi berdasarkan pada apa yang nantinya dapat dilakukan Gideon, bersama dengan Tuhan yang memampukan dirinya untuk membebaskan Israel.
Oleh karena itu siapapun kita, apa pun latar belakang pekerjaan kita, apa pun yang sedang kita alami hari-hari ini.. biarlah momen Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ini mengajak setiap kita untuk bangkit, bukan untuk memiliki mental sebagai seorang korban, tetapi memiliki dan menjalani hidup sebagai seorang pemenang kehidupan, bersama dengan kuasa Tuhan yang pasti akan selalu menuntun setiap kita.
Marilah mengganti kata victim / korban menjadi victor / pemenang, sembari kita terus berusaha dan tetap setia di dalam menyelesaikan apa yang Tuhan sudah percayakan di dalam hidup kita. Setiap mimpi dan harapan tidak akan mungkin dapat tercapai bila selama ini kita hanya berdiam diri saja, dan tidak melakukan apa-apa.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments