Catatan Khotbah: Ujian Kemenangan.
Ditulis dari khotbah Bp. Pdt. Elsypurnama Adisuputra Radjatadoe, di Ibadah Minggu Tgl. 13 November 2022.
Ayat Bacaan: 1 Samuel 18:5-30, 21:10-15.
Setelah kemenangannya melawan Goliat, Daud menjadi salah seorang andalan raja Saul dan sangat dihormati di seluruh pasukan dan juga bangsa Israel. Selain itu, Daud adalah menantu raja dan selalu berhasil dalam setiap peperangan yang dirinya hadapi. Secara manusia, Daud melihat bahwa peluang untuk menjadi raja menggantikan Saul sudah terbuka lebar di depan matanya. Tetapi proses terberat justru harus dilalui ketika dia berhasil mengalahkan Goliat dan mengalami banyak kemenangan di setiap peperangan, yang ditugaskan raja kepadanya. Dan melalui ke semuanya ini, menuntun Daud pada berbagai tantangan dan proses:
Tantangan Pertama. Kerendahan Hati.
“Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya, sehingga Saul mengangkat dia mengepalai para prajurit. Hal ini dipandang baik oleh seluruh rakyat dan juga oleh pegawai-pegawai Saul. Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.” (1 Samuel 18:5,9).
Saat usaha yang Daud lakukan sudah yang terbaik, jangankan diakui dan dihargai justru malah mendatangkan rasa iri dan kebencian dari Saul, raja yang dirinya hormati selama ini. Dalam kehidupan pun berlaku sama, bisa jadi kita sudah melakukan terbaik, tetapi kita malah dibenci dan tidak disukai. Akan selalu ada orang yang tidak suka terhadap apa yang kita perbuat. Dan bila kita diizinkan diproses, Tuhan sebenarnya sedang berurusan dengan isi terdalam hati kita:
Apakah yang kita perbuat selama ini sudah menyenangkan hati Tuhan? Atau kita hanya berusaha untuk menyenangkan hati sesama? Sebab bila kita tidak berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan, maka sesungguhnya kita hanya memuaskan kepentingan diri dan juga mengejar pengakuan dari sesama.
“Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Galatia 1:10).
Saat kita tidak dihargai orang-orang sekitar, inilah yang hilang: Kebanggaan kita terhadap diri sendiri. Tetapi kita dapat belajar dari keteladanan yang sudah diberikan Tuhan Yesus, yang telah merendahkan diri dan rela untuk mati di atas kayu salib, dan telah kehilangan segala kebanggaan atas diri-Nya. Dia tetap setia menyelesaikan tugas-Nya hingga di garis akhir.
Bagaimana dengan respon di dalam hati dan hidup kita? Ketika orang-orang sekitar tidak lagi menghargai keberadaan kita, apakah kita tetap mau setia untuk terus berjalan di dalam jalan-jalanNya, tetap berusaha menyenangkan hati-Nya, dan menyelesaikan setiap hal yang sudah dipercayakan-Nya di dalam hidup kita?
Tantangan Kedua. Tidak Patah Semangat.
“Kemudian bersiaplah Daud dan larilah ia pada hari itu juga dari Saul; sampailah ia kepada Akhis, raja kota Gat. Pegawai-pegawai Akhis berkata kepada tuannya: "Bukankah ini Daud raja negeri itu? Bukankah tentang dia orang-orang menyanyi berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?" Daud memperhatikan perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu. Sebab itu ia berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka; ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan ludahnya meleleh ke janggutnya.” (1 Samuel 21:10-13).
Sebagaimana yang dialami Daud ketika mengalami titik terendah dalam hidupnya, percayalah bahwa Tuhan juga tidak pernah meninggalkan kita di tengah kondisi sulit.
“TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:19).
Izinkan setiap waktu di dalam hidup kita,
“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” (Mazmur 34:1-4,9).
“Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.” (Amsal 24:10).
“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali..” (ayat 16a).
Tantangan Ketiga. Tidak Melupakan Penyertaan Tuhan.
“Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia.” (1 Samuel 18:14).
Dalam proses terberat sekalipun, penyertaan Tuhan adalah satu-satunya penghiburan yang kita perlukan. Bukan yang lain.
Suara Gembala
Semua Ada Prosesnya.
Disampaikan oleh: Bp. Pdt. Andreas Rahardjo.
Dari kehidupan Daud yang mengalami berbagai kemenangan dan kesuksesan, justru kita mendapati bahwa raja Saul menjadi iri hati, dan melaluinya hidup Daud dapat diproses menjadi lebih baik lagi. Kemenangan atas Goliat sangatlah spektakuler, karena sesungguhnya kemenangannya berbicara tentang kemenangan atas sebuah bangsa. Kalau Daud pada saat itu kalah melawan Goliat, maka habislah Israel. Dan ketika Daud menang dan berhasil mengalahkan Goliat, hal ini justru membawa dirinya bukan pada kemenangan yang mengantarnya menjadi raja, tetapi harus melalui berbagai proses yang menyakitkan hatinya. Iri hati dan kebencian yang dimiliki Saul bermula dari,
“dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7).
Jenjang kepemimpinan adalah tangga menuju tempat yang sangat sepi. - John C. Maxwell.
Jangan terkejut bila kita dimusuhi, justru ketika kita sedang mengalami berbagai keberhasilan. Daud sendiri bahkan harus keluar dari istana Saul dan mengembara di banyak tempat. Tetapi Daud tetap rendah hati, tidak patah semangat, dan tidak melupakan penyertaan Tuhan atas hidupnya selama ini. Dari seorang pahlawan yang membawa kemenangan besar atas bangsanya, Daud berubah dan dipandang menjadi seseorang yang diburu oleh raja yang dia hormati selama ini. Dan hal ini mengingatkan Daud untuk tidak sombong dan tidak meletakkan kebanggaannya atas kemenangannya melawan Goliat. Semua hanya karena berkat dan penyertaan Tuhan atas hidupnya, bukan karena hebatnya Daud.
Di zaman raja Saul, Tabut Perjanjian telah dicuri dan berada di bangsa Filistin. Di zaman raja Daud, Tabut tersebut kembali berada di bangsa Israel. Daud menyadari bahwa dirinya tidak boleh melupakan dan harus tetap untuk menyembah Tuhan, yang selama ini telah setia menyertainya di berbagai musim kehidupan.
Kalau hari-hari ini kita sedang diproses, bersabarlah. Ada waktu-Nya peninggian. Semua ada prosesnya. Setialah untuk menyelesaikan perkara yang tampak kecil dan sederhana yang Tuhan telah percayakan dalam hidup kita, karena pada waktu-Nya kelak Dia sendiri yang akan menambahkan perkara-perkara besar-Nya di dalam hidup setiap kita.
Terkadang kita ditempatkan di sebuah tempat yang rasanya jauh dari suasana kemenangan. Jauh dari penggenapan janji-janji Tuhan. Di padang gurun Daud ditempatkan, jauh dari istana, penuh tantangan, dan hal ini menimbulkan pertanyaan besar di dalam hatinya:
Di manakah janji-Nya mengenai Daud yang akan menjadi raja atas bangsa Israel?
Tuhan Yesus sendiri lahir di Betlehem di tempat terpencil. Mother Teresa memilih untuk memulai pelayanannya bukan di tempat yang besar dan terkenal, tetapi justru di tempat termiskin di antara tempat yang paling miskin. Tidak ada lampu sorot, dan tidak ada seorangpun yang tahu.. tetapi dari tempat tersebut Mother Teresa telah menangkap isi hati-Nya Tuhan, mengerjakan tugas yang dipercayakan di dalam hidupnya, dan pada akhirnya mengantar dirinya untuk menerima hadiah Nobel Perdamaian di tahun 1979, serta menjadi salah satu tokoh yang paling dikagumi dalam sejarah.
Tuhan Yesus memberkati.
Comentários