Catatan Khotbah: Menuju Tahta - Permulaan yang (tidak) Berarti.
Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Stevy Golioth, di Ibadah Minggu Tgl. 6 November 2022.
Ayat Bacaan: 1 Samuel 16-17.
Mengapa Tuhan ingin membawa kita pada hal-hal yang besar? Karena kita adalah anak-anakNya yang terkasih, dan Dia ingin agar kita ini dapat menggenapi akan apa yang telah menjadi rencana dan kehendak-Nya yang terbaik dalam hidup setiap kita. Selain itu, tak jarang Tuhan juga membawa kita untuk melakukan hal yang sebenarnya tampak sederhana dan remeh, membawa kita pada bagian demi bagian, proses demi proses, agar kita dapat bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan juga dewasa.
Hal yang besar itu memiliki permulaan yang sederhana -Michael Fassbender.
Mengapa harus dengan Permulaan yang Sederhana?
Pertama. Untuk Mempersiapkan Karakter.
Karisma dapat membawa kita pada puncak gunung, tetapi hanya karakter yang membuat kita bertahan untuk tetap berada di atas puncak. Sering kali konflik terjadi karena adanya beberapa pengabaian, dan kita tidak mau taat ketika diperhadapkan pada hal-hal kecil yang tampak remeh. Kita juga membandingkan hidup kita dengan apa yang dialami orang lain.
Apakah yang disebut dengan karakter itu? Karakter adalah tanggapan bijaksana atas berbagai tekanan yang muncul dari keadaan yang sukar. Dan tanggapan seperti apakah yang akan diperbuat, bila hidup kita diizinkan untuk berada di bawah tekanan?
Kedua. Memperbesar Kapasitas adalah sebuah Proses.
Kalau kita memberi ruang diri yang cukup untuk Tuhan, dan bersungguh hati untuk tetap setia pada proses dan pada kapasitas yang ingin kita capai, maka Tuhan sendiri yang nantinya akan memperlebarnya. Tuhan punya rencana yang besar bagi setiap kita, tetapi kita sendiri yang harus terlebih dahulu belajar untuk memperbesar kapasitas di dalam hidup kita, agar kita dapat mewujudkan rencana-Nya yang besar.
Ada Empat Tahap yang Tuhan ingin bawa dalam hidup setiap kita.
Tahap Pertama. Sebelum menjadi raja, Daud adalah Anak yang Dilupakan dan Diremehkan.
“Lalu Samuel berkata kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Jawabnya: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." Kata Samuel kepada Isai: "Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari." (1 Samuel 16:11).
Isai tidak mengajak Daud ketika Samuel mengundang dirinya dan juga anak-anaknya di dalam acara upacara pengorbanan. Melaluinya kita dapat belajar, sekalipun manusia itu melihat apa yang tampak luar tetapi Tuhan melihat jauh sampai kedalaman hati kita.
Bagaimana sikap / attitude Daud yang benar dalam merespon pada saat itu?
Sikap Pertama. Daud tidak mengasihani diri, tidak cepat kecewa, tidak sakit hati, dan juga tidak bermalas-malasan.
Sikap Kedua. Daud tidak suka menyalahkan keadaan dan orang lain, walaupun dirinya bisa saja marah mengapa dirinya tidak diundang di dalam acara tersebut. Pada waktu Tuhan membawa kita pada sebuah proses, dan kita diizinkan untuk mengalami berbagai momen kegagalan.. ingatlah hal ini: Jangan pernah menyalahkan keadaan dan orang lain.
Sikap Ketiga. Daud percaya diri dan dapat menerima keberadaan dirinya sendiri. Percaya diri tidak sama dengan terlalu percaya diri. Percaya diri yakin bahwa kepribadiannya dapat dibentuk dan diarahkan, serta tetap mau untuk menerima saran dan juga masukan dari sesama.
Tahap Kedua. Tanggung Jawab yang Tidak Dihargai.
“Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup." Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." Kata Saul kepada Daud: "Pergilah! TUHAN menyertai engkau." (1 Samuel 17:34-37).
Ketika menggembalakan dua tiga ekor kambing dombanya, Daud tetap bertanggung jawab ketika ada hewan buas yang menerkam domba-dombanya. Daud mengejar, menghajar, dan melepaskan domba itu dari mulutnya (ayat 35). Pada waktu ancaman datang, Daud tidak lari tetapi menghadapinya. Dan sekalipun tanggung jawab yang dilatihnya ini tidak pernah dihargai, tetapi sikap inilah yang menempa hidupnya menjadi seorang pembunuh raksasa.
Setiap dari kita pada suatu kali pasti akan menghadapi “raksasa” masalah yang sangat menakutkan, dan bagaimana kesiapan hidup kita yang sesungguhnya ditentukan dari kesetiaan dan tanggung jawab kita dalam menyelesaikan berbagai perkara kecil yang sebelumnya telah dipercayakan dalam hidup kita. Sekecil apapun tanggung jawab yang Tuhan sudah percayakan dalam hidup kita, hal itu tetap adalah pemberian dari Tuhan yang harus kita kerjakan dan selesaikan dengan sepenuh hati.
Dari sikap setia terhadap hal yang kecil, Tuhan nantinya yang akan mempercayakan hal besar dalam hidup kita. Tetapi bila kita meremehkannya, maka akan sulit bagi Tuhan untuk dapat meningkatkan dan memperlebar kapasitas di dalam hidup kita.
“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21).
Tak ada orang yang akan sukses jika tidak siap menghadapi dan menanggulangi kesulitan-kesulitan, dan mempersiapkan diri untuk memikul tanggung jawab. -William J.H. Boetcker.
Tahap Ketiga. Miliki Iman yang Proaktif.
“Berkatalah orang-orang Israel itu: "Sudahkah kamu lihat orang yang maju itu? Sesungguhnya ia maju untuk mencemoohkan orang Israel! Orang yang mengalahkan dia akan dianugerahi raja kekayaan yang besar, raja akan memberikan anaknya yang perempuan kepadanya dan kaum keluarganya akan dibebaskannya dari pajak di Israel." Lalu berkatalah Daud kepada orang-orang yang berdiri di dekatnya: "Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?" Rakyat itupun menjawabnya dengan perkataan tadi: "Begitulah akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan dia." (1 Samuel 17:25-27).
Berani menghadapi masalah, tetapi juga tetap harus bijaksana. Tidak sembrono. Dan kita membutuhkan tiga hal:
Hal Pertama. Iman yang berani untuk terus maju. Jangan hanya berdiam diri dan pasrah terhadap keadaan yang ada. Kita dapat belajar sikap iman proaktif dari perempuan yang dua belas tahun lamanya mengalami pendarahan (Matius 9:20-22). Dirinya berani untuk terus menerobos setiap tantangan yang ada, karena percaya Tuhan pasti akan menyembuhkan dirinya.
Hal Kedua. Iman yang didasari dengan persiapan dan keterampilan. Daud tidak bermalas-malasan. Daud terus melatih dirinya dengan berbagai keterampilan pada saat menggembalakan domba-dombanya, karena tahu bahwa di kedepannya nanti Tuhan akan membawa dirinya pada berbagai perkara yang besar.
“Dari segala laskar ini ada tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat mengumban dengan tidak pernah meleset sampai sehelai rambutpun.” (Hakim 20:16).
Apapun yang ingin kita capai bersama Tuhan, dalam masa-masa proses tetaplah melatih dan memperlengkapi iman kita dengan berbagai keterampilan. Keterampilan yang sederhana di dalam hidup pun harus tetap setia dilatih.
Hal Ketiga. Iman yang tetap mengandalkan Tuhan. Di depan kita ada banyak prediksi tentang resesi ekonomi, tetapi teruslah mengandalkan Tuhan dalam segala hal, bukan mengandalkan kekuatan dan relasi kita dengan lainnya.
“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:7-8).
Tahap Keempat. Keyakinan pada Kuasa Allah.
“Lalu Daud mengikatkan pedangnya di luar baju perangnya, kemudian ia berikhtiar berjalan, sebab belum pernah dicobanya. Maka berkatalah Daud kepada Saul: "Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya." Kemudian ia menanggalkannya.” (1 Samuel 17:39).
Sekalipun Daud memiliki berbagai keterampilan, tetapi dirinya menyadari keyakinannya pada kuasa-Nya. Daud mendatangi Goliat dengan nama TUHAN semesta alam (1 Samuel 17:45), bukan dengan berbagai perlengkapan senjata yang dapat mengalahkan orang Filistin. Dan kita dapat belajar dari sikapnya:
“Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama.” (1 Samuel 16:13).
Sikap Pertama. Daud memiliki sikap yang rendah hati dan berserah pada penguasaan, serta pimpinan roh Allah.
“Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." Kata Saul kepada Daud: "Pergilah! TUHAN menyertai engkau."” (1 Samuel 17:37).
Sikap Kedua. Daud sadar bahwa hanya kuasa Allah yang memampukan dan yang sanggup untuk menolong hidupnya.
Biarlah kita mau untuk terus belajar dari setiap proses yang diizinkan terjadi dan yang harus kita hadapi, suka ataupun tidak suka, karena Tuhan ingin memberi perhatian khusus pada kepribadian dan karakter kita. Orang sukses ada jalannya. Kita dapat belajar dari kehidupan Daud.
Amin. Tuhan Yesus memberkati....
Comments