Catatan Khotbah: Menguatkan Kehidupan Doa. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu di Satelit Ciputra World Surabaya dan juga di Ibadah Doa Malam pada Tgl. 29 dan 31 Januari 2023..
Doa itu penting karena ada hubungannya langsung dengan hidup kerohanian kita. Jatuh bangunnya kerohanian seseorang itu bergantung dari kehidupan doa yang dibangun selama ini. Dan masalahnya, seseorang merasa bahwa dirinya tidak apa-apa untuk tidak berdoa, sampai terjadi apa-apa / masalah di dalam hidupnya. Dan saat terjadi masalah, dirinya tidaklah sekuat dari apa yang dibayangkan selama ini. Hidup kerohanian di bagian dalamnya ternyata sudah keropos, jam-jam doa sudah tidak rapi, dan tidak pernah didisiplin lagi. Sama seperti Simson yang mempermainkan urapan yang Tuhan beri, sampai “..tidaklah diketahuinya, bahwa TUHAN telah meninggalkan dia.” (Hakim-Hakim 16:20).
Marilah membangun dan menguatkan kehidupan doa, dan sekuat apa hidup kerohanian kita baru dapat dilihat sampai terjadinya masalah. Apakah hidup kita kuat saat ada masalah? Atau langsung ambrol? Selain itu, dapat dilihat bagaimana sikap kita saat menghadapi masalah. Apakah kita akan menyalahkan Tuhan dan menjadi sakit hati? Semuanya dapat terjadi karena kita tidak mau menjaga hidup dengan doa. Kita membangun kehidupan doa supaya kita dapat mengenal-Nya lebih dalam lagi. Adalah penting Siapa yang kita kenal pada saat menghadapi masalah.
Pengenalan mendalam tentang siapa Pribadi Tuhan itu dapat menjadi kekuatan di dalam hidup kita pada saat menghadapi masalah.
Menguatkan Kehidupan Doa.
Pertama. Memiliki Roh yang Mau Mengampuni.
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15).
Doa adalah masalah hati. Hati yang tidak mau mengampuni dapat menghalangi doa-doa kita di hadapan-Nya. Bagaimana kita dapat membersihkan hati bila tidak ada roh pengampunan? Kita dapat disakiti siapapun, dan bagaimana pun juga, belajarlah untuk melepas pengampunan. Dari Matius 18:21-35 kita juga dapat belajar dari seorang hamba yang memiliki utang sebesar sepuluh ribu talenta. Ini adalah utang dengan jumlah yang sangat besar, dicicil sampai mati pun tidak akan pernah dapat lunas. Dan menariknya, setelah diampuni atas utang sebesar itu, hamba tersebut bertemu dengan hamba lainnya yang berutang seratus dinar. Dan Alkitab mencatatnya pada kita,
“Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar utangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, utangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.” (Ayat 28-30).
Upah kerja satu hari pada zaman tersebut adalah satu Dinar. Bila berutang seratus Dinar, berarti hal tersebut adalah upah kerja selama seratus hari. Nah. Satu Talenta itu sama dengan enam ribu Dinar. Kalau berutang sepuluh ribu Talenta, artinya berutang enam puluh juta Dinar. Kalau upah pekerja satu Dinar adalah untuk satu hari bekerja (Matius 20:2), maka artinya orang ini berutang bekerja sebanyak enam puluh juta hari, atau kurang lebih selama seratus enam puluh empat tahun hari kerja.
Melaluinya kita dapat belajar. Dosa-dosa kita yang begitu jahat dan tak terampunkan itu sudah diampuni Tuhan Yesus melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib, mengapa kita tidak mau mengampuni dosa sesama kita? Selain itu, Tuhan pasti sudah memberikan setidaknya satu talenta di dalam hidup kita untuk dapat memuliakan nama-Nya. Perhitungan di atas, satu talenta itu begitu besar nilainya: Satu dibanding enam puluh juta. Karena itu, jangan banding-bandingkan talenta yang kita miliki dengan talenta orang lain. Kembangkan bagi kemuliaan nama-Nya.
Sebelum kita menaikkan doa, marilah belajar untuk mengampuni kesalahan orang yang bersalah pada kita terlebih dahulu. Kita bisa saja marah. Secara keuangan, kita mungkin ditipu orang lain. Tetapi berkat yang sudah diberikan Tuhan untuk menjadi bagian kita, kalaupun diambil orang, maka hidupnya belum tentu bertambah kaya. Hidup kita pun belum tentu juga bertambah miskin. Percayalah bahwa berkat itu disimpan Tuhan terlebih dahulu, dan akan ditambahkan nanti di dalam hidup kita pada waktu-Nya kelak. Kalau tidak mau mengampuni, maka mukjizat tidak akan terjadi.
Ada cerita seseorang yang ingin didoakan tokonya, sebelum dirinya memulai usaha barunya tersebut. Dan setelah ditanya lebih jauh, ternyata dirinya ingin agar toko tersebut sangat ramai karena ingin dilihat sebagai ajang pembuktian / pamer pada ayahnya yang telah membuangnya selama kurun waktu empat belas tahun.
Ketika kita berdoa, pastikan bahwa ending akhirnya bukan untuk mencari kemuliaan bagi diri kita sendiri, tetapi untuk kemuliaan nama Tuhan. Semuanya berasal dari Tuhan, oleh Tuhan, dan pada akhirnya harus mendatangkan kemuliaan hanya bagi nama Tuhan. Bukan bagi kita.
Kedua. Kesederhanaan.
"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.” (Matius 6:5-7).
Doa adalah bahasa hati, bukan masalah teologi atau pun keindahan tata letak bahasanya. Sama seperti seorang anak yang datang pada ayahnya untuk meminta sesuatu dengan bahasa yang sederhana, tidak ada orangtua di dunia ini yang tidak tahan hatinya. Siapa pun posisi dan peran kita, datanglah pada-Nya sebagai seorang anak. Child Language: “I love you, Dad!”
Ketika kita berdoa kepada-Nya, bukan hanya sekadar menaikkan permohonan doa dan hanya sekadar laporan.. tetapi kita mencurahkan isi hati kita kepada-Nya. Kita menceritakan apa yang kita pergumulkan, apa yang kita alami.. dan kita meminta kekuatan dari-Nya. Bila Tuhan Yesus dari atas kayu salib bisa mengampuni orang-orang yang telah menyalibkan diri-Nya, maka Roh Kudus dapat memberi kita kekuatan yang sama pula untuk mengampuni kesalahan sesama.
Ketiga. Kerendahan Hati dan Pertobatan.
“Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:10-14).
Berapa lama pun waktunya kita sudah menjadi seorang Kristen, jangan pernah menjauhkan diri dari kata: Pertobatan. Sesalah-salahnya seseorang, kalau bertobat maka dia akan dibenarkan. Tetapi sebenar-benarnya kita merasa, dan tanpa adanya pertobatan, maka kita bisa bersalah. Banyak orang menjauhkan diri dari pertobatan, hidup kita sudah terkontaminasi dengan nilai-nilai yang ada di dalam dunia ini. Semuanya bukan tentang seberapa banyak kebaikan kita, tetapi tentang apakah hati kita ini masih mudah dibentuk melalui pertobatan?
“Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!"” (Yohanes 13:9).
Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan “kekotoran”. Kita harus datang kepada-Nya setiap hari dengan hati yang humble. Selalu berkaca pada firman Tuhan, karena apa yang terlihat benar selama ini bisa jadi sebaliknya. Ketika kita tidak menjauhkan hati kita dari pertobatan, maka akan ada pemulihan.
Tidak mungkin kita hidup kudus dan hidup dalam kerendahan hati tanpa ada pertobatan. Seorang yang sombong tidak bisa rendah hati, sebab kalau sudah, maka Tuhan cepat menolongnya.
Keempat. Kesepakatan dengan Umat Tuhan.
“Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:19-20).
Tanda kesehatian adalah adanya persatuan. Mazmur 133 menceritakan pada kita tentang persaudaraan yang rukun, di mana di “..sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” (ayat 3). Tuhan suka terhadap unity / persatuan. Dan berkat Tuhan itu tidak perlu dikejar, karena hal itu akan turun dengan sendirinya ketika ada kesehatian.
Kelima. Kesungguhan Hati.
"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8).
Kesungguhan hati terwujud dari kegigihan hati. Tuhan Yesus bertanya sebanyak tiga kali pada Petrus hanya untuk menggali, sejauh apa Petrus benar-benar mengasihi Tuhan Yesus? (Yohanes 21:15-17). Bartimeus pun sama (Markus 10:46-52). Sekalipun banyak orang menegurnya supaya dia diam (ayat 48), namun semakin keras dia berseru dan memanggil Juruselamatnya untuk mau menyembuhkannya. Dan Tuhan Yesus menyembuhkan dirinya (ayat 52). Bukan tentang seberapa keras suaranya, tetapi jeritan iman dan kesungguhan hatinya yang membuat Yesus berhenti dan memperhatikannya.
Keenam. Ketabahan dan Keuletan.
“Tetaplah berdoa.” (1 Tesalonika 5:17).
Mengapa kita berdoa? Karena tidak ada hal di dalam dunia ini yang tidak dapat ditembus dengan doa. Kita memerlukan ketabahan dan keuletan, bahkan kematian pun bisa ditembus dengan doa. Apa maksudnya? Kita mendapati contohnya dalam kehidupan George Muller yang terus berdoa bagi kelima orang temannya agar mereka dapat mengenal Kristus. Keempat orang temannya pada akhirnya menyerahkan hidup mereka pada Kristus, dan baru beberapa bulan setelah kepergian George Muller ke rumah Bapa di Sorga, teman kelimanya baru menyusul menyerahkan hidupnya pada Kristus.
Hidup kita bisa saja berakhir dan kita pergi pada Bapa di Sorga, tetapi doa-doa kita terus hidup di bumi ini dan di hadapan-Nya. Doa-doa tersebut menunggu saat-Nya untuk dijawab oleh-Nya. Sebab itu, marilah memiliki “deposito” doa sebanyak mungkin. Percayalah, pada waktu terbaik-Nya Tuhan semua akan dijawab.
Jangan sampai deposito uang kita bertambah banyak, tetapi deposito doa kita berkurang. Milikilah ketabahan dan keuletan untuk tetap berdoa. Tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan doa-doa kita.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Kommentare