Catatan Khotbah: Why Jonah? Ditulis ulang dari sharing Ibu Pdt. Lydia CSES di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 25 Agustus 2024.
Pasal Satu. Yunus mengingkari panggilan Tuhan.
“Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku.”” (ayat 1-2).
Murka Tuhan tidak hanya berlaku pada Sodom dan Gomora saja di dalam Alkitab (Kejadian 19:24-25), tetapi di ayat di atas dikatakan pada kita bahwa kejahatan yang telah dilakukan kota Niniwe, telah sampai ke hadapan-Nya. Dan kejahatan seperti apakah yang telah dilakukan Niniwe, yang merupakan ibukota dari bangsa Asyur ini?
Sejarah membuktikan bahwa Asyur adalah sebuah bangsa yang begitu kejam, karena ketika berhasil menyerang dan menguasai negara yang telah mereka kalahkan, mereka akan menjajah dengan cara mengintimidasi dan meneror dengan penuh ketakutan. Mereka juga adalah sebuah bangsa yang memperlakukan kaum perempuan di bangsa yang telah mereka kalahkan dengan cara yang sangat brutal, dan bahkan tidak manusiawi.
Kalaupun ada yang menulis atau berkata-kata tidak benar tentang bangsa Asyur, maka siap-siap saja tangan mereka akan dipotong dan matanya juga akan dibutakan. Selain itu, bangsa Asyur adalah bangsa yang memiliki kegemaran untuk menguliti hidup-hidup musuh yang telah mereka kalahkan. Bahkan kepala musuh mereka juga akan dipenggal dan ditumpuk di depan pintu gerbang, sebagai pajangan dan trofi atas kemenangan mereka.
Tetapi di dalam Yunus 1:2, Yunus bin Amitai telah menerima firman dari Tuhan untuk berseru pada kota Niniwe, bahwa kejahatan mereka telah sampai di hadapan-Nya.
“Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.” (ayat 3).
Jarak antara Tarsis dan Niniwe ini sangatlah jauh berlawanan. Di ayat di atas dikatakan bahwa Yunus pergi ke Yafo, dan dari sana mendapat sebuah kapal untuk berlayar ke Tarsis. Dari Yafo ke Tarsis diperkirakan jaraknya sekitar 2500 mil, sedangkan ke Niniwe hanya berjarak sekitar 550 mil. Dikatakan di ayat di atas bahwa Yunus juga membayar sendiri biaya perjalanannya, yang bisa jadi didapat dari hasil pelayanannya selama ini, untuk berlayar menuju ke Tarsis dan pergi menjauh dari hadapan serta kehendak Tuhan bagi dirinya.
“Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.” (ayat 4).
Kalau misal memiliki seorang manajer dan kita menyuruhnya untuk pergi ke sebuah tempat dengan alasan sangat urgent / penting, tetapi manajer tersebut tidak mau menurut dan bahkan pergi ke tempat lainnya, yang biayanya ditagihkan ke kantor.. maka bisa jadi kita sebagai atasan atau bahkan owner / pemilik akan memberinya SP (Surat Peringatan) dan bahkan mem-PHK (Putus Hubungan Kerja) atas ketidaktaatan tersebut.
Demikian pula dengan Yunus yang memberontak dan tidak mau taat pada kehendak Tuhan, di mana seharusnya Tuhan bisa saja memilih nabi-Nya yang lain untuk menyelesaikan kehendak-Nya.
“Dalam tahun kelima belas zaman Amazia bin Yoas, raja Yehuda, Yerobeam, anak Yoas, raja Israel, menjadi raja di Samaria. Ia memerintah empat puluh satu tahun lamanya. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Ia tidak menjauh dari segala dosa Yerobeam bin Nebat, yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula. Ia mengembalikan daerah Israel, dari jalan masuk ke Hamat sampai ke Laut Araba sesuai dengan firman TUHAN, Allah Israel, yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan hamba-Nya, nabi Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer.” (2 Raja-raja 14:23-25).
Yunus sendiri adalah seorang nabi yang diutus dan dipakai Tuhan dengan luar biasa untuk berkhotbah dan memberitakan pertobatan, pada Kerajaan Israel di bagian Utara (Kerajaan Israel di bagian Selatan disebut dengan Kerajaan Yehuda).
Yunus sangat mengasihi bangsanya, dirinya tahu apa konsekuensi yang nantinya akan dan telah diterima bangsanya, yaitu diserang dan dikuasai bangsa Asyur. Yunus berkhotbah tanpa kompromi, dia ingin agar bangsanya bertobat, dan kembali pada Tuhan dengan segenap hati.
“Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak.” (ayat 5).
Ketika seseorang berada di dalam keadaan sangat terdesak, bahkan terjepit di antara situasi hidup dan mati.. kecenderungannya adalah pasti akan berteriak meminta tolong pada ilahnya masing-masing. Sementara banyak orang ketakutan karena berada di dalam keadaan seperti itu, Yunus malah begitu egois / selfish dan tertidur dengan nyenyak.
Kalau kita membaca teks ayat firman Tuhan di atas, kita mungkin membacanya biasa dan tidak ada nada, dan tidak semua dari antara kita yang mau membayangkan berada di dalam keadaan tersebut. Memang tidak habis pikir, kenapa ada nabi Tuhan bersikap seperti ini. Semua orang dalam keadaan takut, tetapi Yunus malah tertidur nyenyak.
“Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: “Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa.”” (ayat 6).
Di ayat di atas sesungguhnya ironi, bagaimana mungkin Yunus yang merupakan seorang nabi Tuhan malah ditegur dan diberi nasihat oleh seorang pagan / yang tidak memiliki agama, dan seseorang yang tidak mengenal dengan benar siapa Pribadi Tuhan yang kita sembah.
“Lalu berkatalah mereka satu sama lain: “Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini.” Mereka membuang undi dan Yunuslah yang kena undi.” (ayat 7).
Dalam keadaan penuh ketakutan, kita tidak tahu bagaimana dan dengan cara seperti apa yang mereka gunakan untuk membuang undi.. di ayat di atas dikatakan bahwa Yunuslah yang kena undi.
“Berkatalah mereka kepadanya: “Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari bangsa manakah engkau?” Sahutnya kepada mereka: “Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?” sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.” (ayat 8-10).
Orang-orang yang tidak mengenal Tuhan ini tahu, bahwa apa yang mereka alami ini bukanlah sekadar peristiwa angin ribut dan badai besar (ayat 4) biasa. Dan lucunya, Yunus masih memiliki kepercayaan diri untuk menjelaskan pada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan tersebut akan siapa jati dirinya, dan menceritakan pada mereka mengenai ketidaktaatannya, yakni melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan. Sehingga orang-orang di dalam kapal tersebut menyadari bahwa apa yang mereka alami adalah akibat dari seseorang yang tidak mau taat dalam melakukan perintah Tuhan.
“Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.”” (ayat 11-12).
Orang-orang yang tidak mengenal Tuhan tersebut sudah tahu dan bertanya pada seorang yang tepat dan benar. Tetapi secara moral, Yunus sudah kehilangan nilai-nilainya. Yunus tahu bahwa dia adalah penyebab mengapa kapal tersebut diombang-ambingkan oleh angin badai, tetapi malah memilih untuk tidur dengan nyenyak.
Selain itu, Yunus juga memilih orang lain yang harus bertanggung jawab atas akibat dari kesalahan yang telah diperbuatnya, dengan menyuruh mereka mencampakkan / membuang dirinya ke dalam laut. Padahal seharusnya, bila Yunus sendiri tahu bahwa dia adalah penyebab badai besar tersebut terjadi, maka dia sendiri yang harus keluar dari kapal tersebut, agar badai besar itu berhenti.
Secara moral Yunus tidak lagi memiliki sikap,
“Aku yang berbuat, maka aku pula yang harus mempertanggungjawabkan akibatnya..”
“Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang mereka. Lalu berserulah mereka kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.” Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti mengamuk. Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar.” (ayat 13-16).
Orang-orang yang tidak mengenal Tuhan masih jauh memiliki moral, bahkan di ayat di atas dikatakan bahwa mereka masih berusaha sekuat tenaga untuk membawa kapal tersebut kembali ke darat, dan tidak mau membuang Yunus karena takut darahnya ditanggungkan di atas kepala mereka. Bahkan lebih jauh lagi, orang-orang tersebut malah berseru kepada Tuhan yang kita sembah. Dan setelah laut berhenti mengamuk dituliskan bahwa mereka,
“menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar.” (ayat 16).
Bagaimana dengan Yunus, sang nabi Tuhan?
Ketika Yunus dibuang, bisa jadi dirinya berpikir bahwa dia sudah menang, dan rencana Tuhan untuk menyuruhnya pergi ke Niniwe.. telah gagal.
“Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.” (ayat 17).
Kita tidak tahu dengan jelas ini ikan apa, tetapi satu hal yang jelas bahwa Tuhan sanggup memodifikasi ciptaan-Nya bahwa ketika manusia ditelan, manusianya tidak ikut mati di dalamnya. Dan Yunus berada di dalam perut ikan yang berisi banyak hal yang menjijikkan, tidak seperti di hotel.
Dalam keadaan gelap, serba tidak pasti karena sewaktu-waktu bisa diterjang banyak air yang ditelan, lengkap pula dengan berbagai isinya.. masih membutuhkan waktu tiga hari tiga malam lamanya, baru Yunus mau bertobat. Sering kali kita juga seperti ini, setelah dalam keadaan yang sangat tidak enak, serba terjepit, dan kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.. baru kita memutuskan untuk mencari dan mengandalkan Tuhan.
Pasal Dua. Doa ucapan syukur Yunus.
Di dalam pasal 2 ini, banyak orang mengatakan bahwa pasal ini adalah doa pertobatan dari Yunus. Tetapi seperti yang tertulis di dalam Mazmur 51, ada perbedaan dengan doa pengakuan dosa yang telah dipanjatkan raja Daud.
“Berdoalah Yunus kepada TUHAN, Allahnya, dari dalam perut ikan itu, katanya: “Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku.” (ayat 1-2).
Dikisahkan bahwa Yunus berdoa dari dalam perut ikan. Di ayat pertama dan kedua ini tidak nampak pengakuan dosa yang telah dipanjatkan Yunus, sama seperti yang dilakukan raja Daud dan yang telah tertulis di dalam Mazmur 51.
“Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku.” (ayat 3).
Bila kita membaca ayat di atas, maka yang menjadi pertanyaannya adalah, siapakah yang melempar Yunus? Bukankah Yunus sendiri yang meminta agar dirinya dicampakkan ke dalam lautan? Melalui ayat ini kita belajar bahwa sering kali kita menyalahkan Tuhan, atas kesalahan yang kita perbuat.
“Dan aku berkata: telah terusir aku dari hadapan mata-Mu. Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus?” (ayat 4).
Melalui ayat di atas kita juga mendapati bahwa sesungguhnya Yunus sendiri yang memutuskan untuk pergi menjauh dari Tuhan, dengan pergi ke Tarsis dan tidak menaati perintah Tuhan untuk pergi ke Niniwe. Tetapi lagi-lagi, Yunus merasa bahwa Tuhan telah mengusir dan membuang dirinya dari hadapan mata-Nya.
“Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku; samudera raya merangkum aku; lumut lautan membelit kepalaku di dasar gunung-gunung. Aku tenggelam ke dasar bumi; pintunya terpalang di belakangku untuk selama-lamanya. Ketika itulah Engkau naikkan nyawaku dari dalam liang kubur, ya TUHAN, Allahku.” (ayat 5-6).
Ayat ini masuk di akal, nyawa Yunus sedang terancam karena berada di dalam perut ikan. Apa saja yang dimakan oleh ikan besar ini, hal itulah juga yang pasti menimpa diri Yunus.
“Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada TUHAN, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus. Mereka yang berpegang teguh pada berhala kesia-siaan, merekalah yang meninggalkan Dia, yang mengasihi mereka dengan setia. Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!”” (ayat 7-9).
Tidak ada satu ayat pun yang di mana kita menjumpai bahwa Yunus mengakui dosa-dosanya dan meminta ampun sama Tuhan. Justru di pasal 2 ini kesannya seperti Yunus merasa sudah berjuang melakukan segala cara, pada akhirnya dirinya mengalami kekalahan, dan menyerah. Padahal dirinya adalah seorang nabi Tuhan. Sementara badai besar bergelora, dirinya malah tertidur dengan nyenyak. Setelah itu malah dirinya menyuruh orang lain untuk mencampakkan dia ke dalam laut, dan dia malah menyalahkan Tuhan.
Mau diapakan orang seperti ini? Sudah tidak mau taat, ketika harus menanggung akibat dari ketidaktaatannya, malah menyalahkan Tuhan. Sama sekali tidak mau mengakui dosa dan kesalahannya, serta meminta ampun pada-Nya.
“Lalu berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat.” (ayat 10).
Membacanya memang mudah, tetapi ceritanya akan menjadi jauh berbeda bila kita berada di dalam pesawat, dan mengalami keadaan turbulence / pergerakan udara yang tidak teratur, yang menyebabkan pesawat bergetar atau terguncang saat terbang. Di mana fenomena ini terjadi karena adanya variasi kecepatan dan arah angin di atmosfer. Kenapa ikan besar tersebut memuntahkan Yunus? Karena perutnya tidak lagi bisa menerima kehadiran Yunus di dalamnya.
Pasal Tiga. Pertobatan Niniwe.
“Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian:” (ayat 1).
Yunus diberi kesempatan kedua sama Tuhan. Dan pertanyaannya adalah, Why Jonah? Mengapa Tuhan masih tetap memilih Yunus? Secara moral, dirinya sudah kalah sama orang-orang yang tidak takut akan Tuhan, yang sudah mengajar dan menyuruhnya untuk berseru pada Tuhan (1:6).
“”Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.” Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan besarnya, tiga hari perjalanan luasnya.” (ayat 2-3).
Pesan-Nya tetap sama, tetapi yang menjadi perbedaannya kali ini adalah Yunus mau taat pada perintah Tuhan untuk pergi ke Niniwe. Tuhan menang atas dirinya yang sudah kalah pada saat melawan perintah-Nya. Padahal Yunus merasa memiliki cara untuk dapat melawan perintah-Nya dengan lari ke Tarsis dan menyuruh orang-orang untuk mencampakkannya ke dalam laut.. tetapi dirinya masih tetap hidup dan sekarang berada di Niniwe, kota besar yang membutuhkan tiga hari perjalanan untuk mengukur luas kotanya.
“Mulailah Yunus masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya, lalu berseru: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.”” (ayat 4).
Ketika Ibu Pdt. Lydia CSES belajar di sekolah Alkitab, dirinya diajar tentang ilmu berkhotbah dan harus memikirkan apakah khotbahnya itu bisa menyampaikan pesan utama yang ingin disampaikan? Harus ada jembatan untuk dapat menyampaikan apa intisari dari pesan yang ingin disampaikan, tidak bisa disampaikan dengan asal, dan dengan kata ala kadarnya.
Tetapi khotbah Yunus begitu singkat dan padat,
“Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.”
Melalui khotbah singkat yang telah disampaikan Yunus, ada implisit grace / anugerah yang dinyatakan dengan tidak terang-terangan, dan memberi waktu dan kesempatan bagi para pendengarnya yakni empat puluh hari lamanya, untuk mereka dapat bertobat dan kembali pada Tuhan dengan bersungguh hati.
“Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu. Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: “Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air. Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya. Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa.”” (ayat 5-9).
Respon orang Niniwe begitu luar biasa, mendengar pesan yang sangat singkat dan padat, mereka memutuskan untuk percaya, berpuasa, dan merendahkan diri untuk mencari Allah.
“Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” (ayat 10).
Ayat di atas tidaklah menjelaskan bahwa Dia adalah Allah plin-plan yang keputusan-Nya mudah berubah-ubah.. tetapi merupakan bahasa yang ditulis untuk mudah dipahami bagi setiap kita, untuk dapat menjelaskan bahwa Dia adalah Allah Rahimi, yang begitu murah hati dan penyayang, sehingga siapapun yang berbalik pada-Nya dengan bersungguh hati, Dia mau untuk mengampuni.
Pasal 4. Yunus belajar menginsyafi, bahwa Allah mengasihi bangsa-bangsa lain.
“Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia. Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya. Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup.”” (ayat 1-3).
Seharusnya Yunus merasa bersukacita dan sangat bersyukur ketika dirinya menyampaikan pesan Tuhan, hasilnya seluruh Niniwe bersungguh hati bertobat dan mencari wajah Tuhan. Tetapi dari ayat yang kita baca di ayat di atas, hatinya Yunus kesal dan menjadi sangat marah. Seharusnya kita bertanya, apakah mental Yunus ini benar-benar sehat? Why Jonah? Mengapa Yunus sebegitu marahnya kepada Tuhan?
“Tetapi firman TUHAN: “Layakkah engkau marah?” Yunus telah keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia mendirikan di situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu.” (ayat 4-5).
Di ayat di atas Yunus menunggu dan menghitung hari, atas apa yang akan terjadi pada kota tersebut. Apakah yang akan terjadi setelah empat puluh hari berlalu? Apakah Tuhan benar-benar akan menunggangbalikkan kota Niniwe?
“Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu.” (ayat 6).
Sekalipun Yunus kesal dan marah, tetapi Tuhan masih berbuat baik dan memikirkan Yunus agar kepalanya tidak terkena panas terik sinar matahari. Secara manusia, kalau karyawan kita berbuat seperti Yunus, apakah kita masih mau berbuat baik dan memikirkan karyawan tersebut?
Orang-orang di kota Niniwe bertobat, seharusnya Yunus bersukacita, tetapi malah kesal dan menjadi marah. Ada sebatang pohon jarak yang tumbuh melampaui kepalanya, Yunus malah bersukacita.
“Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: “Lebih baiklah aku mati dari pada hidup.”” (ayat 7-8).
Berapa kali Yunus meminta mati? Why Jonah? So childish / begitu kekanak-kanakan. Hanya karena sekadar pohon yang daunnya dihilangkan, dengan segera Yunus meminta hidupnya diakhiri.
“Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Jawabnya: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”” (ayat 9).
Ayat di atas adalah kata-kata umpat dan makian jahat yang dilontarkan Yunus kepada Tuhan. Dan ini menunjukkan tidak ada rasa takut dan hormat pada Tuhan yang telah menciptakan Yunus.
“Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”” (ayat 10-11).
Yunus berkhotbah pada bangsanya, tetapi bangsanya tidak mau mendengar dan bertobat sehingga Asyur datang dan menghancurkan bangsanya. Tetapi di ayat di atas kita belajar bahwa Tuhan juga mengasihi bangsa-bangsa lain, tidak hanya bangsa Israel saja. Dan Tuhan tidak menginginkan ada satu orangpun binasa.
“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9).
Why did God use Jonah?
Dalam kemarahan yang teramat sangat karena melihat bangsanya dihancurkan Asyur, Tuhan justru mengutus Yunus bin Amitai untuk datang di Niniwe, ibukota Asyur, untuk berseru agar kota tersebut bertobat, meninggalkan dosa, dan juga kejahatannya. Melaluinya Tuhan ingin berurusan dengan apa yang ada di dalam hati Yunus,
What do you hate? Apa yang sebenarnya membuat engkau marah dan hidup di dalam kebencian?
Karena Yunus adalah seseorang yang, sebenarnya hatinya terluka. Dirinya berkhotbah dengan keras pada bangsanya, tetapi bangsanya tidak mau bertobat sehingga hukuman Tuhan datang melalui kedatangan Asyur. Sedangkan ketika dirinya berkata-kata sangat singkat, padat, dan bisa jadi hanya ala kadarnya saja.. Niniwe benar-benar bertobat dan mencari wajah Tuhan.
Hal ini diibaratkan ketika kita sudah dipromosikan dan mencapai kedudukan sampai di puncak, lalu ada seseorang yang tidak suka dengan kita, membunuh karakter kita, dan bahkan kita harus menjalani berbagai proses pengadilan..
Bagaimana sikap kita?
Apakah kita mau datang menghampirinya, mengatakan bahwa kita dan Tuhan mengasihinya, mau mengampuninya, dan membawakan berita pertobatan dalam hidupnya? Tidak mudah.
Yunus diminta Tuhan untuk mendatangi bangsa yang telah menghancurkan bangsanya, dan membawakan berita anugerah dan pertobatan. Dan di akhir dari pasal 4 di kitab Yunus ini, kita belajar bahwa justru dirinya sendiri yang menghidupi berita anugerah tersebut.
Tuhan Yesus di dalam Perjanjian Baru (PB) juga mengatakan pada beberapa ahli Taurat dan orang Farisi yang datang kepadanya, yang meminta suatu tanda dari-Nya. Dia menjawab,
“Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!” (Matius 12:39-41).
Tuhan Yesus datang ke dalam dunia tidak hanya membawa kabar anugerah dan berita keselamatan bagi umat manusia, tetapi Dia telah menjadi berita anugerah itu sendiri dengan memberikan nyawa-Nya bagi penebusan dosa umat manusia.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:5-11).
Kesaksian Ibu Pdt. Lydia CSES.
Kakaknya yang pertama telah keluar dari rumah dan tidak diketahui kabarnya hingga sekarang, hanya demi untuk menjauhi ayahnya yang bersikap toxic dan yang telah menghancurkan hidup ibu dan juga saudara-saudarinya. Kakaknya yang kedua buru-buru menikah dengan seorang pria yang dia anggap baik, hanya supaya bisa keluar dari rumah dan menjauhi ayahnya. Sehingga Ibu Pdt. Lydia dan adik-adiknya begitu sakit hati, karena ditinggal pergi kedua kakaknya dengan begitu saja.
Hingga pada suatu hari Ibu Pdt. Lydia mendapat kabar bahwa ayahnya sakit keras, dan memiliki usia hidup yang diperkirakan sudah tidak lama lagi. Ayahnya ingin berkumpul dengan semua anaknya, hanya untuk yang terakhir kalinya.
Melaluinya muncul pertanyaan di dalam hati Ibu Pdt. Lydia dan juga saudara-saudarinya,
“Mudahkah melepas pengampunan bagi seseorang, yang selama ini telah menghancurkan hidup kita?”
Di depan ayahnya yang sudah tidak lagi memiliki kekuatan dan hanya menunggu waktu-Nya, tidak cukup hanya dengan sekadar menyampaikan berita tentang anugerah saja. Tetapi dengan kehadiran Ibu Pdt. Lydia dan juga saudara-saudarinya.. hal ini menjadi berita anugerah tersendiri.
Ibu Pdt. Lydia mewakili saudara-saudarinya meminta ampun atas kesalahan mereka, dan mereka juga mau mengampuni semua kesalahan yang telah diperbuat ayahnya selama ini. Dan mendengar perkataan Ibu Pdt. Lydia, ayahnya yang selama ini begitu keras sikap dan juga hatinya.. meneteskan air mata.
Berita anugerah seperti inilah, yang membuat orang-orang di kota Niniwe yang selama ini sikap dan hatinya rusak, menjadi bertobat dan berbalik dengan sungguh kepada Tuhan.
Hal apakah yang selama ini kita benci, dan menjadi kebencian yang bersarang begitu dalam di dalam hati kita selama bertahun-tahun?
Apakah kita mau taat pada perintah Tuhan?
“Dasar yang Teguh” yang menjadi tema dari gereja kita pada bulan-bulan ini juga berbicara tentang kemauan kita untuk mengikuti jejak langkah Tuhan Yesus, menanggung setiap hal dengan kekuatan yang Tuhan berikan dalam hidup kita, dan membawa serta menjadi kabar berita anugerah bagi orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan.
Memang hal ini tidaklah mudah. Tetapi ketika kita mau taat dan melakukannya, maka Tuhan yang akan memberi kita kemampuan dan memberikan damai sejahtera di dalam hati kita.
“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yohanes 14:27).
Jangan pernah menyimpan kepahitan, lepaskan kepahitan yang telah mencengkeram hati dan hidup kita selama bertahun-tahun.
Bercerminlah dari kitab Yunus..
Melihat kebrutalan yang pernah dilakukan bangsa Asyur terhadap bangsanya, tepat di depan matanya, memang tidaklah mudah untuk dilupakan. Apalagi sekarang Tuhan menyuruhnya pergi pada bangsa yang telah menghancurkan bangsanya, untuk menyampaikan dan menjadi berita anugerah, agar Niniwe dan Asyur diselamatkan, dan dipulihkan.
Why Jonah? Mengapa Yunus?
Karena Tuhan sebenarnya ingin menyembuhkan dan juga memulihkan hati Yunus, dan juga tentunya, hati kita.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments