top of page

Lydia CSES - Trusting God in Tough Times

Catatan Khotbah: “Trusting God in Tough Times.” Ditulis ulang dari sharing Ibu Pdt. Lydia CSES di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan pada Tgl. 9 Maret 2025.



Pada suatu hari Ibu Pdt. Lydia merapikan rambutnya di sebuah salon dan Roh Kudus memberi sebuah impresi dalam hatinya terhadap seseorang yang tidak dikenalnya, yang duduk di sampingnya. Pada mulanya, Ibu Pdt. Lydia merasa sungkan karena tidak mengenal ibu ini sama sekali. Tetapi Roh Kudus terus menggerakkan hatinya untuk menyampaikan apa yang menjadi kehendak-Nya, bagi ibu yang ada di salon tersebut.


Lalu Ibu Pdt. Lydia kembali lagi ke salon, dan meminta izin pada ibu ini untuk mendoakan, serta menyampaikan impresi yang sudah diberikan Roh Kudus kepadanya. Ketika ibu ini mendengar doa yang dipanjatkan Ibu Pdt. Lydia, air matanya berurai. Ibu ini memberi konfirmasi bahwa selama ini keberadaannya sering dianggap sial / bencana oleh anggota keluarganya, bahkan oleh anggota keluarga yang sudah beragama Kristen.


Ibu Pdt. Lydia mengatakan bahwa Iblis itu memiliki banyak cara untuk menjauhkan ibu ini supaya tidak bisa menerima dan mengenal Kristus, yakni dengan cara dibuat sakit hati sama orang Kristen. Setelah itu Ibu Pdt. Lydia mendoakan dan mengucapkan berkat, dan mengucapkan Yesus dalam hidupnya. Ibu ini juga dituntun menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi di dalam hidupnya.


Masalah memang bisa dialami siapa saja, termasuk seorang ibu yang bergumul akibat ditolak oleh anggota keluarganya, karena dianggap sebagai pembawa sial / bencana. Tetapi kita dapat belajar dari firman Tuhan, yakni dari keluh kesah Habakuk, yang di mana dirinya memutuskan untuk tetap memercayai Tuhan, bahkan pada saat harus melalui masa-masa yang sulit sekalipun.


Bagian pertama. Teriakan putus asa untuk keadilan.


“Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: “Penindasan!” tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi.” (Habakuk 1:2-3)


Banyak nabi di dalam Perjanjian Lama (PL) menegur umat Allah karena tidak hidup sesuai dengan perintah-Nya, melupakan perjanjian dengan Tuhan, dan sujud menyembah allah lain serta beribadah kepadanya. Tetapi yang Habakuk lakukan bukannya menegur umat Allah tetapi berteriak karena dirinya merasa hopeless / tidak ada lagi harapan atas apa yang dialaminya, dan merasa desperate crying / teriakan penuh putus asa.


Demikian pula dengan apa yang kita alami hari-hari ini. Kita merasa sampai kapan kita terus berdoa? Karena tidak ada jawaban dari-Nya selama ini.


Banyak orang berpikir kalau kita memercayai Tuhan, maka kita sama sekali tidak boleh bertanya dan meragukan Dia. Tetapi di sisi lainnya, tak sedikit dari kita yang mungkin bertanya sampai kapan terus mendoakan anak-anak kita, meminta pemulihan finansial, dan banyak pergumulan lainnya yang sedang kita hadapi.


Teriakan Habakuk tidak dilakukan di dalam hati, tetapi dirinya bersungguh-sungguh berteriak, dan dari ayat di atas Habakuk berasumsi bahwa teriakannya ini sepertinya hanya mentok sampai ke atas plafon, Tuhan itu terlihat tidak lagi peduli dan menutup telinga atas semua keluhannya.


Ini adalah reaksi yang realistis ketika menghadapi situasi yang di mana membuat kita tidak paham, banyak hal membingungkan.. yang di mana tak sedikit dari antara kita yang mengalami ketakutan ketika timbul dorongan di dalam hati untuk berseru dan bertanya pada Tuhan, mengapa Dia mengizinkan semuanya ini terjadi. Seolah-olah ada kesan ketika kita bertanya kepada-Nya, kita ini seperti tidak memercayai-Nya.


Tetapi Bapa di Surga itu penuh dengan kasih dan anugerah. Dia tidak pernah menghardik ketika anak-anakNya ada yang bertanya pada-Nya. Bahkan Dia memberikan ruang bagi kita..


“Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”


Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”” (Yohanes 20:24-29).


Kita dapat melihatnya pada Tomas, murid yang meragukan-Nya. Tuhan Yesus tidak marah, bahkan Dia menjawab keraguan yang dimiliki Tomas.


Dari teriakan Habakuk mungkin dirinya bertanya,


“Jika Tuhan itu baik, mengapa Dia mengabaikan kejahatan? Jika Tuhan itu ada, mengapa Dia tidak menyelamatkan umat-Nya?“

Tetapi Dia sepertinya diam saja dan tidak memberikan keadilan pada umat-Nya.


Di dalam Habakuk 1:5-11, Tuhan terkesan seperti memberi jawaban-Nya pada Habakuk yang di mana pada dasarnya Dia menyatakan,


“Kamu tidak akan percaya, jika Aku mengatakan padamu sekarang..”

Dan di dalam Habakuk 1:17-2:1, Habakuk kemudian melanjutkan dengan mengatakan pada Tuhan,


“Baiklah, Engkau adalah Tuhan, tetapi tetap saja ceritakan kepadaku lebih banyak lagi tentang mengapa semuanya ini Kau izinkan terjadi.”

Melalui kisah di atas, kalau kita mengalami keadaan yang kurang lebih sama seperti Habakuk dan kita meminta agar Tuhan menjelaskan apa tujuan Dia mengizinkan semuanya ini terjadi, sekarang.. maka kita tidak akan dapat memahami apa mau-Nya, dan bisa jadi malah kita akan bertambah bingung. Habakuk berpikir mengapa Tuhan hanya berdiam diri saja dan tidak mau mengoreksi kejahatan yang sedang terjadi di depan matanya.


Padahal Tuhan mengoreksinya, hanya saja cara-Nya tidak sama dengan cara yang kita inginkan. Tuhan memakai bangsa-bangsa untuk mendidik Israel.


Terkadang kita ingin mengetahui semuanya terlebih dahulu, tetapi bila sudah tahu terlebih dahulu semua rancangan-Nya, maka kita tidak akan hidup bergantung lagi pada Tuhan. Kita akan menggantungkan hidup hanya pada hikmat dan kekuatan diri sendiri. Kita merasa bisa semuanya.


Iman yang sejati bukanlah tidak ada pertanyaan sama sekali terhadap berbagai peristiwa yang diizinkan-Nya terjadi. Tetapi iman sejati adalah keberanian untuk tetap mencari jawaban, bahkan ketika jawaban tersebut tampak mustahil dan susah untuk dipahami pikiran kita yang terbatas.


Dan terkadang cara Tuhan bekerja selama ini di dalam hidup kita, tidaklah mudah untuk dimengerti. Sama seperti Asaf di dalam Mazmur 73 yang menjaga hidupnya benar-benar, tetapi dirinya melihat justru hidupnya orang fasik malah terlihat jauh lebih beruntung.


Habakuk juga mencurahkan kemarahan dan keputusasaannya menjadi satu, tetapi di sisi lainnya dirinya memiliki covenant language / bahasa perjanjian yang dibuatnya bersama Tuhan,


“Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami.” (Habakuk 1:12).

Di satu sisi kita merasa sudah doa lama bertahun-tahun, tetapi rasanya Tuhan tidak menolong dan membela. Selain itu, kita juga harus menanggung banyak hal yang seharusnya kita tidak perlu menanggung. Bahkan tak sedikit pula dari antara kita ada yang menjadi kecewa, dan memutuskan untuk meninggalkan Tuhan.


Sama seperti Ibu Pdt. Lydia yang terus bertanya pada Tuhan, mengapa Dia mengizinkan anaknya sampai terkena kanker? Sampai kapan anaknya harus menanggung penyakit ini? Kapan anaknya akan menerima kesembuhan total?


Tetapi Habakuk tidak menyerah dan tidak berhenti di tengah keputusasaannya. Dirinya tetap yakin bahwa Allah tidak berubah kasih dan setia-Nya. Walau keadaannya memang tidak mudah, walau Habakuk memiliki banyak pertanyaan.. tetapi dirinya memutuskan untuk tetap setia mengiring Tuhan, dan tidak mau meninggalkan-Nya.


Bisa jadi ada banyak hal yang tidak dapat kita pahami di dalam kehidupan ini, tetapi bawalah semua pertanyaan kita kepada Tuhan.


“Telah Kaujauhkan dari padaku sahabat dan teman, kenalan-kenalanku adalah kegelapan.” (Mazmur 88:19).

Kita dapat membaca Mazmur di atas diakhiri dengan kata-kata yang begitu gelap, sama sekali tidak ada kata yang bernada harapan dan juga ucapan syukur pada Tuhan.


Sering kali kita menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan yang berdaulat, tetapi tetap saja menyisakan beberapa pertanyaan yang tidak dapat dipahami secara akal pikiran kita manusia.


Di tengah keraguan, jangan pernah melepaskan iman kita kepada Tuhan. Gunakanlah iman kita sebagai jangkar, yang mengaitkan diri kita dengan Tuhan. Jangan lepaskan kepercayaanmu!


Bagian kedua. Keteguhan dalam mencari jawaban Ilahi.


“Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.” (Habakuk 2:1).


“I will take my stand at my watchpost and station myself on the tower, and look out to see what he will say to me, and what I will answer concerning my complaint.” (English Standard Version).


Sering kali kita hanya berhenti di tahap teriakan saja, tetapi tidak mendorong diri kita untuk terus mencari jawaban Ilahi sama seperti yang dilakukan Habakuk. Kalau kita merindukan ada campur tangan Ilahi, teruslah mengejar dan mencari-Nya. Sama seperti yang dilakukan Asaf,


“sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka.” (Mazmur 73:17).

Selama 10 tahun lebih, Ibu Pdt. Lydia berdoa meminta rumah kepada Tuhan. Singkat cerita, Tuhan memberkati dan menyediakan dananya untuk dapat membeli tanah dan mulai membangun. Tetapi Tuhan mengizinkan terjadi masalah, yang di mana membutuhkan sejumlah dana dan satu-satunya solusi adalah harus menjual rumah tersebut. Tanggal 28 deadline terakhir, tetapi hingga Tgl. 27 masih belum ada seorangpun yang muncul untuk membeli rumahnya.


Ibu Pdt. Lydia bersama suaminya berdoa bersama, menangis dan memohon kemurahan, serta keajaiban dari Tuhan. Mereka berdua percaya walau selisih 1 hari, Tuhan masih sanggup untuk membuat mukjizat. Hingga Tgl. 28 pagi dan siang tidak ada yang muncul, sampai jam 4 sore ada seseorang yang tertarik melihat rumahnya.


Dan oleh kemurahan Tuhan juga, pembeli ini mau membayar sejumlah uang yang cukup besar, yang jumlahnya dapat dipergunakan oleh Ibu Pdt. Lydia untuk menyelesaikan permasalahannya.


Apa pun bisa diizinkan Tuhan untuk kita alami, tetapi jangan berhenti hanya sampai di tahap desperate / putus asa, dan hanya mengisi hari-hari kita dengan kemarahan dan kebingungan. Teruslah mendorong diri kita untuk masuk lebih dalam lagi di dalam hadirat Tuhan. Carilah kehendak-Nya!


Sebab iman bukan hanya sebatas percaya secara pasif dan tidak berbuat apa-apa, tetapi merupakan kekuatan yang aktif, yang memampukan dan menolong orang benar untuk melewati berbagai pencobaan, di setiap musim di dalam hidupnya.


Jangan pernah melupakan bahwa Tuhan itu limpah dengan kasih sayang. Dia tidak pernah menghardik setiap pertanyaan dari anak-anakNya, tetapi menjawabnya dengan penuh kasih dan sayang.


Ketika Habakuk berteriak pada Tuhan dan merasa bahwa Dia tidak menjawab pertanyaannya, Tuhan menjawabnya..


“Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: “Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.” (Habakuk 2:2-3).


“And the Lord answered me: “Write the vision; make it plain on tablets, so he may run who reads it. For still the vision awaits its appointed time; it hastens to the end—it will not lie. If it seems slow, wait for it; it will surely come; it will not delay.” (English Standard Version).


Dia bukanlah Tuhan yang tidak bertindak dan tidak mau bekerja. Cara Tuhan bekerja itu berbeda dengan timetable / jadwal yang kita miliki. Walau bagi kita terlihat terlambat, tetapi waktu dan rencana Tuhan itu selalu yang terbaik dan tepat pada waktu-Nya. Tetaplah setia menanti-Nya.


Bagaimana menantikan janji Tuhan?


Pertama. Dengan sabar.


Merupakan sebuah keinginan yang aktif untuk mengatakan bahwa saya tahu apa yang terbaik, dan saya meletakkan semua beban itu di bawah kaki Tuhan.


Sewaktu Ibu Pdt. Lydia hamil besar dan kurang dari 1 minggu lagi untuk melahirkan, ada seorang jemaat yang datang kepadanya sambil menangis, meminta bantuan pertolongan keuangan karena tidak bisa membayar uang sekolah anaknya. Singkat cerita, Ibu Pdt. Lydia tergerak membantu jemaat ini sehingga uang yang tersisa untuk biaya proses kelahiran hanya tersisa sepertiga bagian saja.


Setelah proses lahiran selesai, Ibu Pdt. Lydia kebingungan karena harus membayar biaya rumah sakit, besok juga harus keluar meninggalkan rumah sakit tersebut. Saat Ibu Pdt. Lydia berdoa meminta pertolongan Tuhan, Dia menggerakkan hati seorang jemaat untuk membantu melunasi biayanya.


Ada saatnya jawaban doa dari Tuhan itu langsung, tetapi ada saatnya kita menanti sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya yang terbaik.


Kedua. Menanti dengan perspektif / sudut pandang yang benar.


“Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.” (Habakuk 2:1).


Habakuk tidak berhenti hanya sampai di teriakan tidak puas saja, tetapi dirinya berdiri di tempat pengintaian / tempat yang tinggi. Hal ini berbicara tentang dirinya yang masuk ke dalam hadirat Tuhan untuk menanti apa jawaban dan pewahyuan-Nya, atas setiap hal yang Dia izinkan terjadi.


“Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Roma 8:18).

Marilah kita belajar untuk melihat segala sesuatu dengan perspektif / sudut pandang yang benar, yakni masih ada rencana Tuhan terbaik yang nantinya akan dinyatakan di dalam hidup kita. Kalau selama ini kita hanya merasa hidup paling susah ditambah menghadapi banyaknya masalah yang ada, maka kita tidak akan dapat melihat bahwa masalah yang diizinkan-Nya datang itu pasti akan mengajarkan kita sesuatu.


Ketiga. Dengan memandang pada Kristus.


“..tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” (Habakuk 2:4b).

Di tengah kebingungan, oleh karena keyakinan pada firman Tuhan, orang benar itu akan tetap hidup dan terus berkarya. Kita juga dapat melihat keteladanan dari Tuhan Yesus yang tetap setia menyelesaikan misi-Nya, seberat apa pun kelihatannya, dengan firman dan hubungan karib bersama dengan Bapa-Nya yang telah menjadi dasar dari hidup dan pelayanan-Nya.


Bagian ketiga. Dari kebingungan menjadi penghiburan.


Di tengah kebingungan, oleh karena keyakinan pada firman Tuhan, orang benar itu akan tetap hidup dan terus berkarya. Kita juga dapat melihat keteladanan dari Tuhan Yesus yang tetap setia menyelesaikan misi-Nya, seberat apa pun kelihatannya, dengan firman dan hubungan karib bersama dengan Bapa-Nya yang telah menjadi dasar dari hidup dan pelayanan-Nya.


“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,” (Habakuk 3:17).


Keadaan di atas menggambarkan perekonomian bangsa Israel yang terpuruk. Terjadi banyak masalah dan bencana, pertanian dan ternak sama sekali tidak menghasilkan. Tetapi ayat di atas tidak berhenti dan dilanjutkan dengan,


“namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” (ayat 18).

Habakuk melihat visi dan mendapat pewahyuan baru dari Tuhan. Seberat apa pun masalah yang menghadang langkah kaki kita di depan, percayalah bahwa kita tidak menghadapinya sendirian, tetapi akan selalu dikuatkan anugerah-Nya.


Pada waktu membaca pasal pertama, Habakuk memulainya dengan keluhan dan teriakan, banyak kebingungan yang dihadapinya, pasal yang dipenuhi dengan nada ratapan dan kekalahan. Tetapi Habakuk tidak berhenti, Dia terus mencari apa yang menjadi kehendak Allah atas hidupnya dan juga bangsanya, dan perspektifnya diubah di dalam hadirat-Nya. Habakuk mengakhiri kitab ini dengan kemenangan di dalam hatinya.


Benar bahwa Tuhan mengizinkan bangsa lain datang untuk mendidik Israel, tetapi Habakuk percaya bahwa Tuhan pasti masih memegang kendali. Dirinya tidak lagi melihat dari sisi sebagai seorang yang kalah, tetapi melihatnya dari sisi seorang yang menang. Tuhan pasti masih memiliki rencana terbaik untuk dirinya dan bangsanya.


Kita bekerja dan dibentuk melalui kebiasaan yang sering kita lakukan di setiap harinya. Karena itu, jangan menunggu datang masa yang susah dulu baru kita mau membangun kebiasaan yang baik dan benar. Biasakanlah membaca Alkitab dan belajar mengucap syukur di setiap harinya. Sehingga apa pun keadaan yang diizinkan terjadi di dalam hidup kita, kita akan memiliki kebiasaan untuk selalu mengucap syukur kepada-Nya.


Ada kekuatan di dalam pengulangan. Walaupun situasi dan kondisinya tampak zero / nol, tetapi Habakuk terus mengingat kebaikan Allah. Sama seperti lagu lama yang pernah kita nyanyikan,


“Kami tlah mendengar perbuatan-Mu dahsyat di masa lalu. Kami t’lah mendengar ‘kan kemasyuran-Mu ya Tuhan.. Nyatakanlah lagi seperti dahulu, perbuatan-Mu yang ajaib sehingga dunia tahu. Nyatakanlah lagi di antara kami. Ini doaku nyatakanlah sekarang..” (Ciptaan: Jeffry S. Tjandra, di tahun 2018).


Dia adalah Tuhan atas sejarah. Dia masih memegang kendali, dan masih sanggup untuk mengadakan mukjizat di dalam hidup kita.


Dalam menjalani hidup ini, bisa jadi kita mengalami kebingungan dan memiliki banyak pertanyaan pada Tuhan. Tetapi jangan berhenti dan jangan pernah melepaskan percaya kita pada-Nya. Teruslah mendatangi-Nya. Tetaplah masuk ke dalam hadirat-Nya dan carilah wajah-Nya selalu.


Mukjizat Tuhan masih dapat terjadi di dalam hidup kita, sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya yang terbaik bagi hidup kita.


Marilah menghadapi setiap hal yang diizinkan terjadi, dengan iman yang teguh pada Tuhan. Masalah bisa saja terlihat besar, tetapi kita memiliki kemenangan di dalam hati karena yakin,


“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayub 42:2).
“Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2 Korintus 9:8).
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13).

I just wanna speak the name of Jesus over every heart and every mind. ‘Cause I know there is peace within Your presence. I speak Jesus.


I just wanna speak the name of Jesus. ‘Til every dark addiction starts to break. Declaring there is hope and there is freedom. I speak Jesus.


Your name is power Your name is healing. Your name is life. Break every stronghold. Shine through the shadows. Burn like a fire..


I just wanna speak the name of Jesus over fear and all anxiety. To every soul held captive by depression. I speak Jesus.


Your name is power. Your name is healing. Your name is life. Break every stronghold. Shine through the shadows. Burn like a fire..


Shout Jesus from the mountains. Jesus in the streets. Jesus in the darkness, over every enemy. Jesus for my family. I speak the holy name. Jesus..


(I Speak Jesus, Ciptaan: Charity Gayle, tahun 2021).


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

Comments


GKPB Masa Depan Cerah Surabaya

©2025 by GKPB Masa Depan Cerah Surabaya

bottom of page