Catatan Khotbah: The Chosen One. Ditulis ulang dari sharing khotbah Ibu Pdt. Lydia CSES di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 8 September 2024.
Ketidaktaatan Saul pada waktu orang Filistin datang menyerang, dan saat menumpas bangsa Amalek. Saul ditolak sebagai raja.
Ayat Bacaan: 1 Samuel 13 dan 15.
Dalam 1 Samuel 13 diceritakan pada kita bahwa Saul telah menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang raja dengan memilih tiga ribu orang dari antara orang Israel (ayat 2) dan memukul kalah pasukan pendudukan orang Filistin (ayat 4). Tetapi di ayat 5 dikatakan bahwa,
“orang Filistin telah berkumpul untuk berperang melawan orang Israel. Dengan tiga ribu kereta, enam ribu orang pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki sebanyak pasir di tepi laut mereka bergerak maju dan berkemah di Mikhmas, di sebelah timur Bet-Awen.”
Melihat pasukan Filistin yang begitu banyak jumlahnya, orang Israel merasa terjepit dan terdesak, Saul menjadi tidak sabar sehingga memutuskan untuk mempersembahkan korban bakaran pada Tuhan (ayat 9). Saul melangkahi apa yang seharusnya menjadi tugas dari Samuel, yakni mempersembahkan korban bakaran buat Tuhan. Lalu Samuel berkata padanya,
“Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu.” (ayat 13-14).
Dalam 1 Samuel 15, Saul kembali menunjukkan ketidaktaatannya pada perintah Tuhan yang menyuruhnya untuk mengalahkan orang Amalek, menumpas segala yang ada padanya, dan jangan memiliki belas kasihan terhadapnya (ayat 3). Tetapi yang dilakukan Saul malah menangkap Agag raja orang Amalek hidup-hidup, tetapi segenap rakyat Amalek ditumpasnya dengan mata pedang (ayat 8). Saul juga menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga.. tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka (ayat 9).
Melihat keputusan yang diambil Saul, Tuhan menyesal karena telah memilih dan menjadikan dia sebagai raja atas Israel, sebab Saul telah berbalik dan tidak melaksanakan firman-Nya dengan sepenuh hati (ayat 11). Samuel juga merasa sakit hati bahkan dikatakan sampai pada hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi, tetapi Samuel berdukacita karena Saul (ayat 35).
Daud diurapi menjadi seorang raja.
Ayat Bacaan: 1 Samuel 16.
Tuhan tidak pernah pilih kasih. Firman-Nya berkata pada setiap kita,
“Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.” (2 Tawarikh 16:9a).
Dia lalu berfirman pada Samuel,
“Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku.” (1 Samuel 16:1).
Tetapi Samuel saat itu mengutarakan kekuatirannya, jika Saul sampai mengetahui bahwa Tuhan telah mengutusnya pada Isai, maka Samuel bisa dibunuh. Tetapi Tuhan memberinya hikmat untuk membawa seekor lembu muda, dan menyuruhnya berkata bahwa dirinya datang untuk mempersembahkan korban pada Tuhan (ayat 2).
The Crown, searching for a King.
Dari Rama menuju Betlehem, Samuel menempuh waktu perjalanan sejauh setengah hari. Di masa itu, seorang nabi yang datang ke sebuah kota atau tempat tertentu pasti membawa firman Tuhan yang khusus, entah itu berupa berita kecelakaan / hukuman, pertobatan, dan banyak lainnya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: “Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?” (ayat 4).
Lalu Samuel menjawab mereka,
“”Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.” Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu.” (ayat 5).
Kata “menguduskan Isai” di ayat di atas berbicara tentang set a part, di mana Isai dan anak-anaknya dipisahkan dan dikhususkan dari setiap penduduk Betlehem. Di dalam pasal 16 ini merupakan pasal transisi, di mana Tuhan telah menolak Saul dan Dia memutuskan untuk mencari penggantinya.
Lalu Isai dan anak-anaknya bergabung ke dalam upacara pengorbanan tersebut, dan Eliab mendapat kesempatan pertama untuk maju di hadapan Samuel sebagai anak sulung. Eliab pasti sudah mempersiapkan dirinya dengan sangat baik, bisa jadi sudah memakai jubah terbaik, dan merasa bahwa Tuhan pasti akan memilihnya. Eliab tahu selama ini Tuhan selalu memilih anak sulung, di setiap sejarah Dia melakukan sesuatu di dalam bangsanya. Tetapi Eliab melihat Samuel hanya berdiam diri di depannya, tidak berkata apa-apa, dan lalu melewatinya begitu saja.
Lalu anak kedua maju ke depan dan sampai ketujuh anaknya lewat, Samuel merasa heran dan berkata pada Isai, bahwa semua anaknya ini tidak dipilih Tuhan. Samuel bertanya pada Isai,
“Inikah anakmu semuanya?” Jawabnya: “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.” Kata Samuel kepada Isai: “Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari.” (ayat 11).
Kata “bungsu” di dalam bahasa aslinya memiliki arti anak “pupuk bawang” / anak yang dianggap paling kecil, paling muda, terlemah, dilupakan, tidak ada artinya, dan tidak masuk hitungan. Bahkan Isai sebagai ayahnya Daud tidak yakin pada anak bungsunya ini, sehingga Isai tidak mengajaknya di dalam upacara ini.
Lalu Samuel menyuruh memanggil Daud, anak Isai yang paling bungsu. Sebab bila tidak, upacara tersebut tidak akan dilanjutkan. Daud kemudian datang dengan wajah kemerah-merahan, bisa jadi mungkin terkena sinar matahari terik, matanya begitu indah, dan parasnya elok. Tuhan lalu berfirman pada Samuel,
“Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia.” (ayat 12).
Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud (ayat 13).
Melihat Daud yang diurapi Samuel, bisa jadi Eliab memiliki banyak pertanyaan di dalam hatinya,
Daud adalah anak bungsu dan selama ini dianggap anak pupuk bawang oleh ayahnya, mengapa justru Tuhan yang memilih dan mengurapinya untuk menjadi raja menggantikan Saul? Padahal ketujuh kakaknya ini memiliki paras dan perawakan yang lebih gagah dari orang Israel lainnya.
Samuel sendiri tidak mengetahui apa alasannya, tetapi Tuhan telah berfirman,
“Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (ayat 7).
Dan hal ini telah dikatakan Tuhan di dalam 1 Samuel 13:14 saat Dia menolak Saul untuk yang pertama kalinya,
“TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya..”
“the LORD has sought out a man after His own heart and appointed him ruler of his people..” (New International Version).
Tuhan telah mencari dan telah memilih a man after His own heart / seorang pria yang mau dan yang dapat seirama dengan hati-Nya, mengacu pada seseorang yang memiliki nilai, minat, dan keyakinan yang sama dengan Dia.
Saul ditolak, bahkan ketujuh kakak Daud juga ditolak. Mengapa? Kita akan mengetahui jawabannya saat membaca ulang kisah klasik pertempuran Daud bersama Goliat di bawah ini.
Goliat menantang tentara Israel.
Ayat Bacaan: 1 Samuel 17.
“Orang Filistin mengumpulkan tentaranya untuk berperang; mereka berkumpul di Sokho yang di tanah Yehuda dan berkemah antara Sokho dan Azeka di Efes-Damim. Saul dan orang-orang Israel juga berkumpul dan berkemah di Lembah Tarbantin; mereka mengatur barisan perangnya berhadapan dengan orang Filistin. Orang Filistin berdiri di bukit sebelah sini dan orang Israel berdiri di bukit sebelah sana, dan lembah ada di antara mereka.” (ayat 1-3).
Di gambar di atas, warna merah merupakan tempat orang Filistin mengumpulkan tentaranya untuk berperang. Sedangkan warna hijau di pojok kanan merupakan tempat Saul dan orang-orang Israel berkumpul dan berkemah, mengatur barisan perangnya berhadapan dengan bangsa Filistin. Kedua bangsa ini dipisahkan Lembah Tarbantin / Elah Valley dalam bahasa Inggrisnya.
“Lalu tampillah keluar seorang pendekar dari tentara orang Filistin. Namanya Goliat, dari Gat. Tingginya enam hasta sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya.” (ayat 4-7).
Goliat ini bukan manusia, tetapi lebih tepatnya, raksasa. Tinggi badannya berukuran enam hasta sejengkal / sembilan kaki atau setara dengan ukuran tiga meter. Berat baju zirahnya ini seberat lima ribu syikal tembaga / seratus dua puluh lima pounds atau setara lima puluh tujuh kilogram. Mata tombaknya enam ratus syikal besi beratnya / lima belas pounds atau setara tujuh kilogram beratnya. Di depannya ada seorang pembawa perisai, yang berjalan di depannya dan selalu mengikuti ke mana Goliat melangkah pergi.
“Ia berdiri dan berseru kepada barisan Israel, katanya kepada mereka: “Mengapa kamu keluar untuk mengatur barisan perangmu? Bukankah aku seorang Filistin dan kamu adalah hamba Saul? Pilihlah bagimu seorang, dan biarlah ia turun mendapatkan daku. Jika ia dapat berperang melawan aku dan mengalahkan aku, maka kami akan menjadi hambamu; tetapi jika aku dapat mengungguli dia dan mengalahkannya, maka kamu akan menjadi hamba kami dan takluk kepada kami.” Pula kata orang Filistin itu: “Aku menantang hari ini barisan Israel; berikanlah kepadaku seorang, supaya kami berperang seorang lawan seorang.”
Pekerjaan Goliat ini selalu mengintimidasi orang Israel. Bahkan di ayat 16 dikatakan,
“Orang Filistin itu maju mendekat pada pagi hari dan pada petang hari. Demikianlah ia tampil ke depan empat puluh hari lamanya.”
Daud tiba di medan pertempuran.
Isai menyuruh Daud untuk mengantar makanan pada ketiga kakaknya yang pergi berperang mengikuti Saul (ayat 13-14, 17-18). Tetapi sebelum Daud pergi, dirinya tidak meninggalkan kambing dombanya sendirian tetapi memercayakannya pada seorang penjaga yang dipercayai (ayat 20). Di ayat yang sama kita juga mendapati apa yang telah dilakukan orang Israel pada saat menghadapi intimidasi dari raksasa Goliat,
“tentara keluar untuk mengatur barisannya dan mengangkat sorak perang.”
Lalu Daud menurunkan barang-barangnya dan meninggalkannya di tangan penjaga barang-barang tentara. Berlarilah Daud ke tempat barisan untuk bertanya tentang kabar kepada kakak-kakaknya, apakah mereka selamat. Pada saat Daud sedang berbicara dengan mereka, tampillah maju raksasa Goliat, orang Filistin dari Gat, dari barisan orang Filistin. Ia mengucapkan kata-kata yang tadi juga, dan Daud mendengarnya. Ketika orang Israel melihat Goliat, larilah mereka dari padanya dengan sangat ketakutan (ayat 22-24).
Lalu Daud bertanya,
“Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?” (ayat 26).
Dan rakyat menjawabnya,
“Orang yang mengalahkan dia akan dianugerahi raja kekayaan yang besar, raja akan memberikan anaknya yang perempuan kepadanya dan kaum keluarganya akan dibebaskannya dari pajak di Israel.” (ayat 25).
Tetapi Eliab kakaknya yang tertua mendengar perkataan Daud dan marah, serta berkata kepadanya,
“Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran.” (ayat 28).
Bisa jadi Eliab ini masih memendam amarah dan juga rasa jengkel, mengingat peristiwa Daud yang diurapi Samuel, bukan dirinya. Lalu ada orang yang mendengar perkataan Daud di ayat 26 di atas, dan memberitahu Saul yang sudah tidak memiliki pilihan dan harapan lainnya untuk dapat mengalahkan Goliat. Tetapi Daud dengan penuh percaya diri berkata pada Saul, yang pada mulanya meragukan dirinya karena masih muda, sedangkan Goliat sendiri sejak dari masa mudanya telah dilatih menjadi seorang prajurit (ayat 33)..
“Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia; hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu. Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup.” (ayat 32, 34-36).
Pula kata Daud: “TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” Kata Saul kepada Daud: “Pergilah! TUHAN menyertai engkau.” (ayat 37).
Perkelahian Daud dengan Goliat.
“Lalu Daud mengambil tongkatnya di tangannya, dipilihnya dari dasar sungai lima batu yang licin dan ditaruhnya dalam kantung gembala yang dibawanya, yakni tempat batu-batu, sedang umbannya dipegangnya di tangannya. Demikianlah ia mendekati orang Filistin itu. Orang Filistin itu kian dekat menghampiri Daud dan di depannya orang yang membawa perisainya. Ketika orang Filistin itu menujukan pandangnya ke arah Daud serta melihat dia, dihinanya Daud itu karena ia masih muda, kemerah-merahan dan elok parasnya.” (ayat 40-42).
Banyak orang Filistin yang melihat Daud, mereka menghina dan bisa jadi, menertawakannya. Bahkan Goliat orang Filistin itu berkata pada Daud,
“Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat?” Lalu demi para allahnya orang Filistin itu mengutuki Daud. Pula orang Filistin itu berkata kepada Daud: “Hadapilah aku, maka aku akan memberikan dagingmu kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang di padang.” (ayat 43-44).
“Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami.”” (ayat 45-47).
Daud mengatakan perkataan di atas bukan berdasarkan pride / kebanggaan atau sikap arogannya saja. Daud juga tidak mengandalkan pengalamannya yang sering mengejar, menghajar, dan melepaskan domba itu dari mulut singa dan beruang (ayat 35). Walau ukuran Daud tidak sebesar Goliat yang terus mengintimidasi bangsa Israel selama empat puluh hari, tetapi dirinya mendatangi Goliat dengan nama TUHAN semesta alam.
“Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu; lalu Daud memasukkan tangannya dalam kantungnya, diambilnyalah sebuah batu dari dalamnya, diumbannya, maka kenalah dahi orang Filistin itu, sehingga batu itu terbenam ke dalam dahinya, dan terjerumuslah ia dengan mukanya ke tanah.” (ayat 48-49).
Ketika Goliat bergerak maju menemui Daud, yang dilakukan Daud juga berlari ke barisan musuh untuk menemui Goliat, bukan menjauhinya. Selain itu, Daud juga sudah terbiasa memakai umbannya untuk melawan dan membunuh singa dan beruang, hewan yang bergerak. Ketika Daud melihat Goliat yang terjerumus mukanya ke tanah,
“Daud berlari mendapatkan orang Filistin itu, lalu berdiri di sebelahnya; diambilnyalah pedangnya, dihunusnya dari sarungnya, lalu menghabisi dia. Dipancungnyalah kepalanya dengan pedang itu. Ketika orang-orang Filistin melihat, bahwa pahlawan mereka telah mati, maka larilah mereka. Maka bangkitlah orang-orang Israel dan Yehuda, mereka bersorak-sorak lalu mengejar orang-orang Filistin sampai dekat Gat dan sampai pintu gerbang Ekron. Dan orang-orang yang terbunuh dari orang Filistin bergelimpangan di jalan ke Saaraim, sampai Gat dan sampai Ekron.” (ayat 51-52).
a man after His own heart.
Dari banyaknya ayat firman Tuhan yang sudah kita baca di atas, sekarang kita mengetahui mengapa Allah memilih Daud sebagai seseorang yang a man after His own heart. Dia dipilih bukan karena penampilan tampak luarnya yang menawan, tetapi lebih karena apa yang berada di dalam hatinya.
Only David had the courage to believe that God could do great things to them. Hanya Daud yang memiliki keberanian untuk mempercayai Allah yang masih sanggup untuk melakukan banyak perkara besar di dalam hidupnya, dan juga di hidup bangsanya.
Dari 1 Samuel 17, pada saat Goliat menantang tentara Israel.. kita tidak menemukan nama Saul, Yonatan, bahkan Abner panglima tentara Saul, dan juga semua panglima Saul yang berani maju untuk menghadapi Goliat. Tidak ada satupun dari orang-orang Israel, selain Daud, yang memercayai bahwa Allah yang mereka sembah itu adalah Allah yang jauh lebih besar dari Goliat, dan Dia masih sanggup untuk melakukan berbagai perkara besar bersama dengan umat pilihan-Nya.
Daud mengalahkan Goliat bukan dengan kekuatan dan kehebatannya yang selama ini telah berhasil mengalahkan singa dan beruang.. tetapi Daud memiliki iman dan hati yang kuat, serta yang percaya penuh pada Allah.
Maukah setiap kita dipakai Allah untuk melakukan berbagai pekerjaan besar? Yang dibutuhkan hanyalah hati yang percaya, bahwa Allah masih sanggup untuk melakukannya.
Kesaksian Ibu Pdt. Lydia CSES.
Kakak kedua dari Ibu Pdt. Lydia telah menikah bersama seorang suami yang tidak seiman, dan selama ini sering diancam bila sampai ketahuan pergi ke gereja, maka dirinya akan segera dipisahkan. Lalu pada suatu hari ditemukan adanya benjolan yang cukup besar di lehernya, dan Ibu Pdt. Lydia berinisiatif untuk mengantar kakaknya ini untuk biopsi / pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Tetapi kakak kedua dari Ibu Pdt. Lydia ini menolak ajakan tersebut, dan memercayai bahwa dirinya pasti akan disembuhkan total sama Tuhan Yesus, sama seperti Dia menyembuhkan putra Ibu Pdt. Lydia.
Selama ini kita telah belajar ada banyak macam iman, mulai dari iman yang menyelamatkan atas dasar kita percaya pada Tuhan Yesus dan karya penebusan salib-Nya, iman yang timbul dari pendengaran firman Kristus (Roma 10:17), karunia iman, dan juga banyak macam iman lainnya. Tetapi jenis iman yang dimiliki kakak kedua Ibu Pdt. Lydia ini menjurus ke karunia iman percaya.
Lalu diadakan acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang disertai dengan doa dan penyembuhan. Suaminya sudah menyerah dan tidak lagi memiliki pengharapan, uangnya sudah habis untuk biaya berobat. Satu-satunya yang masih dapat dilakukan adalah berserah, dan menyembah Tuhan.
Sepulang dari KKR tersebut, benjolannya hilang dam disembuhkan Tuhan Yesus. Pada akhirnya kakak kedua dan juga suaminya memutuskan untuk percaya dan menyerahkan hidup mereka dengan segenap hati kepada Tuhan Yesus.
Dari kisah di atas kita belajar bahwa apa yang namanya percaya teguh pada Tuhan Yesus bukan hanya terlihat apa yang nampak luar saja, tetapi juga going deep / menumbuhkan akar kita untuk semakin lebih mendalam lagi, dalam doa dan juga pembacaan firman-Nya / Alkitab.
Mengapa Daud dipilih Tuhan, dan dikatakan hatinya berkenan di hadapan-Nya?
Pertama. Daud memiliki hati yang mudah untuk mengakui dosa, bertobat, dan segera kembali bersungguh hati pada Tuhan.
Contohnya kita bisa melihat bagaimana Daud membuat pengakuan dosa dan dituangkan di dalam Mazmur 51. Mungkin hari-hari ini kita masih bergumul di dalam dosa dan merasa sudah tidak ada lagi pengharapan. Tetapi kita bisa belajar dari Daud yang tidak menyembunyikan dosa-dosanya, ataupun berdalih dan mencari banyak alasan seperti yang dilakukan Saul.
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu.” (Mazmur 51:3-6).
Dosa yang dilakukan Daud sebenarnya jauh lebih berat yakni membunuh Uria, daripada dosa yang dilakukan Saul yakni masalah mempersembahkan korban bakaran dan tidak taat dalam menumpas bangsa Amalek. Dosa memang tetaplah dosa, tetapi Tuhan melihat bagaimana respon Daud dan Saul saat mereka tidak taat pada perintah-Nya.
Apakah mau mengakui dosa dan segera bertobat? Atau justru malah mencari banyak alasan?
Kedua. Daud adalah seorang yang setia.
Saat Daud disuruh ayahnya untuk pergi dan memberi makanan pada kakak-kakaknya, dirinya mempercayakan kambing domba yang sudah dipercayakan di dalam hidupnya kepada seorang penjaga (1 Samuel 17:20).
Mungkin selama ini kita sudah berlaku setia, tetapi sesama kita tidak pernah melihat, memperhatikan, dan bahkan menghargai apa yang sudah kita perjuangkan dengan sangat. Tetapi jangan lupa, masih ada Allah yang melihat kesetiaan kita.
Saat Ibu Pdt. Lydia belum menjadi seorang hamba Tuhan sepenuh waktu dan belum mengalami pertobatan sejati.. dirinya hanya menunjukkan betapa keras kerjanya, hanya pada saat bosnya datang di tempat kerjanya. Tetapi setelah mengalami pertobatan sejati, dirinya menyadari bahwa Bos yang sesungguhnya adalah Tuhan sendiri. Sekalipun bos di dalam dunia hadir ataupun tidak.. masih ada Tuhan Yesus yang menjadi Bos dan memperhatikan kerja kita.
Karena memiliki waktu luang, Ibu Pdt. Lydia juga memiliki waktu dan kesempatan untuk banyak belajar. Saat itu dirinya belajar tentang Kimia, dan lalu dipercaya menjadi ketua laboratorium di bidang quality control / pengendalian kualitas. Laku ada lagi belajar ilmu tentang pergudangan, dan lalu dipercaya menjadi kepala gudang. Sekalipun tak ada seorangpun yang memperhatikannya, gajinya tetap sama, tetapi Ibu Pdt. Lydia tetap setia menyelesaikan apa yang sudah dipercayakan Tuhan di dalam hidupnya dengan well done.
Sekalipun tidak ada yang melihat, tetapi Tuhan itu masih melihat, memperhatikan, dan Dia pasti akan memelihara hidup orang-orang yang selama ini telah setia dan bersungguh hati kepada-Nya.
Jadilah orang-orang yang berdedikasi, dan yang “membangun akar”. Baik memperdalam hubungan karib kita di dalam doa dan pembacaan firman-Nya, ataupun banyak belajar ilmu baru yang nantinya dapat berguna bagi hidup kita.
“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.” (Mazmur 34:2-3).
Daud mengajar kita untuk tetap setia memuji Tuhan di setiap waktu, tidak hanya pada saat perasaan kita sedang enak atau pada saat kita mengalami banyak berkat dari Tuhan saja. Marilah kita selalu belajar untuk mengucap syukur dan tetap setia memuji Tuhan di dalam segala situasi dan keadaan, yang Dia izinkan terjadi di dalam hidup kita.
“Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.” (2 Tawarikh 16:9).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comentários