Catatan Khotbah: If I am Weak, then I am Strong. Ditulis dari sharing Bp. Soetjipto Koesno, di Ibadah Satelit Ciputra World Surabaya, Tgl. 15 Januari 2023.
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Korintus 12:9).
Ayat ini merupakan doa lanjutan dari Rasul Paulus yang sebelumnya telah berdoa sebanyak tiga kali agar duri di dalam daging / utusan Iblis itu mundur dari padanya (ayat 8). Tetapi dari ayat 9 yang kita baca di atas, ada satu hal yang ditulis Paulus, dan hal ini berbeda dengan pola pikir yang dimiliki kita hari-hari ini. Selama ini kita berusaha tampil lebih hebat dan tampil lebih “Wah!” dari sesama kita. Sehingga tanpa disadari, kita telah menghidupi berbagai nilai yang ada di dalam dunia ini.
Kita ingin agar kuasa Tuhan itu dinyatakan dengan luar biasa di dalam hidup kita. Tetapi firman Tuhan mengajar, justru di dalam kelemahanlah kuasa-Nya dapat menjadi sempurna dan dapat dinyatakan lebih lagi di dalam hidup kita.
“Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (ayat 9b).
Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mau bermegah di atas kelemahan, kebanyakan maunya pasti di atas kelebihan. Tetapi di ayat di atas kita belajar untuk “bermegah di atas kelemahan, agar kuasa Kristus turun menaungi.” Semakin kita belajar untuk mau merendahkan diri, maka semakin besar kuasa-Nya turun dan menaungi hidup kita.
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yohanes 3:30).
Selama ini, apakah yang sedang kita usahakan? Apakah kita berusaha untuk menaikkan dan memuliakan nama Kristus? Atau kita hanya sekadar menaikkan pamor kita dan mencari kemuliaan bagi diri sendiri? Biarlah Dia semakin bertambah di dalam hidup kita, dan kita yang semakin berkurang. Jangan sampai terbalik, kita semakin bertambah tetapi Kristus semakin berkurang. Ketika Paulus berkata bahwa dirinya mau bermegah di atas kelemahannya, hal itu sama saja dengan sikapnya yang mempercayai bahwa Kristus pasti menaungi hidupnya. Menyatakan bahwa semua berkat dan kelebihan yang selama ini telah diraih hanyalah karena anugerah-Nya semata, bukan karena kuat dan hebatnya.
Jika Aku Lemah, maka Aku Kuat.
“Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2 Korintus 12:10).
Jelas tidak ada orang yang suka bila hidupnya itu mengalami banyak masalah. Tetapi mengapa Paulus mengatakan perkataan di atas? Bukannya mengeluh dan ingin menghindari jauh-jauh, justru Paulus senang dan rela di dalamnya..
Lemah dan Kuat adalah sebuah paradoks. Tetapi sering kali kalau mau jujur, hidup kita sangatlah lemah dan sangat bergantung pada kekuatan-Nya. Karena hal-hal yang kecil, kita bisa kehilangan kekuatan. Contohnya, Covid-19. Virus yang sangat kecil dan tak kelihatan, ketika masuk ke dalam tubuh, maka dapat membuat banyak orang kehilangan nyawa.
Ketika kita berkata, “jika kita lemah, maka kita kuat” hal itu berarti kita ini menyadari di mana posisi Tuhan berdiri, dan di mana posisi kita berdiri. Kita menyadari tentang keterbatasan kita sebagai manusia, dan mengakui keMahakuasaan Dia sebagai Allah yang berkuasa dan sanggup untuk bertanggung jawab dan memelihara hidup kita.
“Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:12-13).
Dikatakan juga di ayat di atas bahwa Paulus sendiri pernah mengalami yang namanya kekurangan dan juga kelaparan. Untuk orang Kristen zaman now, hal ini sangatlah tidak masuk di akal. Kurang apa coba dari kehidupan Paulus? Sudah taat dan setia melayani Tuhan, hidupnya pasti berbuat benar, pasti banyak memberi dan juga melayani. Sebagian besar kitab dari Perjanjian Baru (PB) pun ditulis olehnya. Mengapa Paulus masih diizinkan melalui hal-hal yang tidak mengenakkan dirinya?
Tetapi Paulus menyadari bahwa untuk segala sesuatu itu ada masanya. Indahnya Kekristenan bukan terletak pada berbagai janji “kipas-kipas angin sorgawi” bahwa hidup kita pasti selalu diberkati Tuhan dan tidak pernah mengalami masalah, tetapi terletak pada janji di ayat 13,
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Its OK kalau kita tidak selalu “Luar Biasa”.
Melalui kehidupan Paulus, kita dapat belajar bahwa dirinya juga diizinkan mengalami kekurangan dan kelaparan. Ketika berada di titik terendah dalam kehidupan, memiliki masalah yang sangat berat.. justru di “dasar lembah” kita dapat mengenal lebih karib akan siapa Pencipta kita. Kita dapat mengalami betapa besar kasih dan kuasa-Nya, Dia tidak pernah meninggalkan hidup kita sendirian.
Ada sebuah kisah pada saat setelah kejadian Perang di Vietnam. Diceritakan bahwa Amerika pada tahun 1960-an mengalami banyak korban berjatuhan dari tentaranya, mereka mengalami kekalahan yang sangat besar. Sebagian besar tentara pulang ke rumah orangtuanya dan mereka memberi kabar melalui telepon.
Diceritakan bahwa ada seorang tentara yang menelepon rumahnya. Ayahnya begitu bahagia ketika mendengar kabar anaknya masih hidup. Saat di telepon, anaknya meminta izin pada ayahnya apakah boleh membawa temannya yang mengalami cacat dengan kondisi tubuh tangan dan kaki hanya tersisa satu? Keadaan sempat hening, dan sang ayah menolak karena dianggap merepotkan dan menyusahkan keadaan. Keadaan sempat hening lama, sebelum akhirnya telepon tersebut ditutup sepihak oleh anaknya.
Tiga hari kemudian diceritakan bahwa kapal yang mengangkut penumpang telah mendarat di San Fransisco. Rumah sang ayah diketuk, dan diberitahu bahwa ada seseorang yang diperkirakan anak mereka. Dan betapa terkejutnya setelah sampai di ruang jenazah, melihat bahwa yang terbujur kaku di hadapannya adalah, benar anaknya. Lebih lanjut ketika melihat kondisi fisiknya, tangan dan kakinya ternyata hanya tinggal satu karena terkena bom pada saat perang. Setelah ditanya penyebab kematiannya, ternyata anaknya bunuh diri.
Mengapa? Karena dirinya mendengar penolakan dari sang ayah yang menganggap merepotkan, untuk menerima seseorang dengan tangan dan kaki yang tinggal satu. Ayahnya berteriak histeris, menyesali perkataan yang telah diucapkan.
Panggilan Sang Juruselamat.
“Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”” (Markus 2:17).
Kita mempunyai Allah yang begitu sayang sama hidup kita. Dikatakan bahwa Dia mencari orang yang sakit, ditolak, dan juga yang berdosa. Melalui ayat di atas, kita dapat datang menghampiri-Nya dengan apa adanya. Gereja adalah rumah Tuhan, tempat orang-orang untuk dipulihkan dan juga belajar firman Tuhan. Bukan social club, yang mewajibkan yang hadir harus tampil sempurna dan tampak “Wah!” Gereja adalah tempat untuk orang-orang yang membutuhkan Tuhan.
Bagaimana Menjadi Kuat?
Pertama. Jujur pada Keadaan Kita.
Kita selalu ingin terlihat lebih baik dan lebih hebat dari sesama, padahal apa yang berada di dalam dan keadaan sesungguhnya, kita jauh dari keadaan terlihat baik. Pinokio kalau dirinya berbohong, maka hidungnya akan memanjang. Bersyukur kita tidak diciptakan seperti Pinokio. Kalau kita mau menjadi kuat, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah kita harus berani untuk jujur, baik itu pada Tuhan, diri sendiri, dan juga sesama.
Hidup menjadi stres karena kita harus bermain drama selama dua puluh empat jam penuh. Seorang artis dibayar mahal karena memang bermain drama itu sangatlah capai. Banyak orang Kristen juga mengalami capai, bahkan ada yang sampai mengalami burn out, karena dirinya bermain drama selama dua puluh empat jam penuh. Ini rumah Tuhan, kita tidak perlu terlihat hebat dan “Wah!”
Kedua. Perlu Kerendahan Hati.
Orang-orang yang menyadari keterbatasan di dalam hidupnya, mengalami keadaan tenang dan nyaman. Kesombongan sendiri merupakan awal dari kehancuran yang pasti. Seseorang yang rendah hati, hidupnya disayang Tuhan. Kita dapat melayani Tuhan dan dapat dipakai untuk menjadi saluran berkat-Nya bukan karena kita hebat, tetapi semua karena hikmat dan kemurahan-Nya. Berhati-hatilah ketika merasa hebat karena,
“Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (1 Korintus 10:12).
Itulah sebabnya mengapa Paulus merendahkan dirinya, karena dia memahami, semua hanya karena kemurahan Tuhan semata. Ketika dirinya lemah, maka Tuhan yang akan menjadi kuat. Tetapi ketika dia meninggikan dirinya, maka kuasa Tuhan tidak akan bekerja menjadi sempurna.
Orang sombong itu memilih Tuhan untuk menjadi musuhnya. Marilah kita bersama-sama belajar untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Ketiga. Berbalik dari Jalan yang Salah.
Adanya proses metanoia, yang memiliki arti pertobatan, perubahan pola pikir, hati, dan juga cara hidup. Kita berdoa bukan supaya Tuhan mau menuruti kemauan kita, tetapi agar Dia memberi kemurahan, agar kita dimampukan untuk dapat meninggalkan setiap perbuatan yang salah.
Kita tidak bisa memaksa Tuhan. Siapa yang sebenarnya harus berubah? Kita atau Tuhan? Kalau kita selalu menuntut Tuhan untuk berubah agar sesuai dengan maunya kita, tetapi kita sendiri tidak mau berubah.. jangan-jangan apakah kita sedang hidup di dalam pemberontakan melawan-Nya? Apakah hidup kita sudah tidak mau diselaraskan lagi dengan kebenaran firman-Nya?
Berhati-hatilah agar sikap kita yang selalu menuntut Tuhan untuk berubah itu, jangan sampai menjadi “berhala” yang menguasai hidup kita. Apa maksudnya? Kita tidak mau lagi mengikuti apa yang menjadi mau-Nya Tuhan, dan kita menyembah “berhala” kita yang berwujud Tuhan yang harus mengikuti maunya kita. Dia tidak mencari “kegiatan tambahan” agar kita lebih disayang oleh-Nya. Firman-Nya berkata,
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8).
Segala sesuatu yang kita lakukan seharusnya bukan untuk mencari kebanggaan bagi diri kita sendiri, tetapi lebih lagi bagi kemuliaan nama-Nya.
Keempat. Belajar Sepenuh Hati Bergantung pada Tuhan.
“wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.” (Mazmur 34:17).
Tuhan mau agar kita lebih bersungguh dan sepenuh hati bergantung pada-Nya. Ketika Bartimeus berseru pada Yesus dan banyak orang menegurnya supaya diam, dirinya justru semakin berseru lebih keras (Markus 10:46-52). Tuhan Yesus tahu apa yang menjadi kebutuhan Bartimeus, tetapi Dia itu menguji hati: Apakah kita benar-benar serius menginginkan-Nya? Dia itu Mahatahu dan mendengar, bahkan sebelum kita meminta pertolongan-Nya.
Hagar dan Ismael.
Adalah dua tokoh di dalam Alkitab, yang selama ini kita jarang memperhatikannya. Diceritakan bahwa Sara menyuruh Abraham untuk mengusir mereka (Kejadian 21:9-21). Dan ketika air di kirbat itu habis, dikatakan bahwa,
“..dibuangnyalah anak itu ke bawah semak-semak, dan ia duduk agak jauh, kira-kira sepemanah jauhnya, sebab katanya: “Tidak tahan aku melihat anak itu mati.” Sedang ia duduk di situ, menangislah ia dengan suara nyaring.” (ayat 15-16).
Tetapi di ayat selanjutnya dikatakan,
“Allah mendengar suara anak itu, lalu Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar, kata-Nya kepadanya: “Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar.” Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur; ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum.” (ayat 17-19).
Melalui ayat di atas mengajar setiap kita bahwa, Dia adalah Allah yang penuh kasih dan mendengar setiap jeritan doa. Dia tidak pilih-pilih orang. Tuhan Yesus mati di atas kayu salib tidak hanya menebus dosa dari para murid dan orang-orang yang hidup di zaman-Nya saja, tetapi juga bagi yang belum percaya, sampai zaman kapan pun. Siapa pun kita, apa pun latar belakang hidup kita.. Dia sangat sayang sama kita. Dia tidak pernah meninggalkan hidup kita sendirian. Dalam kelemahan kita, kuasa-Nya dapat menjadi sempurna.
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matius 11:28-30).
Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Ditulis dari sharing tambahan Ps. Betuel Himawan
Mungkin Rasul Paulus dapat melihat apa yang tidak kita lihat, ketika Dia mengatakan “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” Dan melaluinya, ada tiga hal yang dapat menutupi mata rohani kita:
Pertama. Ketakutan Menghadapi Hidup. Di tahun 2022 masih banyak orang yang mengalami berbagai masalah dan juga kesulitan, ditambah lagi menghadapi tantangan di tahun 2023 yang serba tak pasti ini.
Kedua. Rasa Bersalah. Allah yang kita sembah itu masih jauh lebih besar dan lebih kuat dari setiap rasa bersalah kita.
Dan yang Ketiga. Kesombongan Pribadi.
Tuhan ingin mencabut ketiga hal ini dari hidup kita, sehingga kita dapat melihat bahwa di balik setiap kelemahan yang kita alami, baik hal itu berupa tantangan dan juga berbagai masalah.. Dia ingin menunjukkan bahwa kuasa-Nya dapat menjadi sempurna dan juga memulihkan hidup kita.
Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Comments