Catatan Khotbah: “Tidak Semua Dilupakan”. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Gunawan Iskandar di Ibadah Minggu pada Tgl. 13 Agustus 2023.
Ayat Bacaan: Ulangan 8:1-18.
Ayat di atas adalah kisah yang diceritakan ulang oleh Musa pada bangsa Israel, di mana tujuannya adalah agar mereka dan juga setiap kita tidak melupakan apa yang telah diperbuat oleh Tuhan Allah kita di dalam perjalanan di hidup kita ini. Dan selain itu, Tuhan juga mengingatkan bahwa perjalanan yang mereka tempuh selama empat puluh tahun lamanya di padang gurun, yang membuat mereka berhasil semata-mata itu adalah penyertaan tangan Tuhan. Bukan karena kuat dan hebatnya pengalaman mereka semata. Itulah sebabnya Musa berdoa,
“Berkatalah Musa kepada-Nya: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini. Dari manakah gerangan akan diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, aku dengan umat-Mu ini, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka bumi ini?"” (Keluaran 33:15-16).
Musa tahu yang membedakan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lainnya di atas muka bumi ini adalah adanya penyertaan dan bimbingan dari Allah Pencipta semesta yang berjalan bersama-sama dengan mereka.
Tabut Perjanjian.
Penyertaan Tuhan selama ini bagi bangsa Israel digambarkan dengan satu hal yang selalu dibawa oleh bangsa ini ke mana-mana, yakni Tabut Perjanjian, yang menggambarkan: Kehadiran Tuhan bagi umat-Nya, persekutuan bersama umat-Nya, dan berada di Ruang Maha Kudus. Betapa pentingnya tabut ini, tetapi pada saat pertama kali dibuat, tidak ada isinya.
Dan ketika bangsa Israel membawanya selama empat puluh tahun, ada highlight yang telah dirangkum menjadi satu agar mereka selalu mengingatnya, dengan ditaruhnya tiga benda di dalam tabut tersebut:
Pertama. Dua Loh Batu, yang menggambarkan God’s Law / Hukum dan Peringatan dari Tuhan bagi bangsa Israel (Keluaran 32-34). Kedua. Tongkat Harun yang Bertunas, yang menggambarkan God’s Authority / Otoritas yang Tuhan telah tetapkan bagi umat-Nya (Bilangan 17). Ketiga. Manna yang menggambarkan God’s Blessing / Berkat Tuhan yang memelihara hidup umat-Nya (Keluaran 16).
Dan melalui ketiga benda ini menyadarkan setiap kita bahwa di dalam perjalanan hidup dari lahir sampai di garis akhir kehidupan, kita semua sangat membutuhkan penyertaan-Nya. “Dua Loh Batu” sebagai pengingat bagi setiap kita untuk dapat hidup benar dan taat sesuai dengan ketetapan yang Tuhan sudah beri. “Tongkat Harun yang Bertunas” mengingatkan kita untuk menghargai otoritas Tuhan. Dan “Manna” mengingatkan kita untuk dapat belajar mengucap syukur atas setiap berkat-Nya, dan juga tidak bersungut-sungut.
Perlambang Kegagalan.
Dan ketiga benda tersebut juga peringatan Tuhan akan kegagalan yang tanpa kita sadari selama ini, sudah kita perbuat:
Pertama. Kegagalan kita untuk hidup sesuai kebenaran firman-Nya. Kedua. Kegagalan untuk hidup di bawah Otoritas yang Tuhan berikan. Dan ketiga. Kegagalan untuk hidup dalam pengucapan syukur atas berkat Tuhan.
Seandainya bangsa Israel mau “memperhatikan benda-benda tersebut” yang merupakan perlambang peringatan dari Tuhan, maka mereka tidak perlu berlama-lama di padang gurun dan dapat dengan segera menikmati tanah perjanjian.
Tetapi sayangnya bangsa Israel gagal menyadari arti dari ketiga benda tersebut yang terletak di dalam tabut perjanjian, yang sesungguhnya berbicara tentang kegagalan yang sudah mereka perbuat. Padahal bangsa lain berpikir di dalam tabut tersebut pasti ada sesuatu yang luar biasa, yang selama ini telah menyertai Israel sehingga selalu mendapat kemenangan di setiap peperangan. Sedangkan dari sisi Israel menyadari bahwa tabut tersebut merupakan peringatan atas kegagalan mereka, tetapi di setiap kegagalan tersebut, Tuhan tetap setia menyertai sampai mereka dapat masuk ke dalam tanah perjanjian.
Kegagalan adalah sesuatu yang membuat aib, hal memalukan, dan bahkan ada yang sampai membawa traumatis di sepanjang kehidupan. Tidak ada plakat yang mencantumkan berbagai kegagalan yang pernah diperbuat, semuanya pasti berisi achievement / prestasi yang sudah diraih. Dan selama perjalanan empat puluh tahun, bangsa Israel terus menggendong “kegagalan” yang sudah mereka perbuat tersebut.
Selama ini bangsa Israel hanya bisa bersungut-sungut. Di dalam Bilangan 11, di padang gurun mereka meminta daging, padahal selama empat puluh Tuhan memberi mereka manna, dan tidak pernah terlambat. Dikatakan selagi daging itu masih berada di dalam mulut mereka, sebelum dikunyah, maka bangkitlah murka TUHAN terhadap bangsa itu dan memukul bangsa itu dengan suatu tulah yang sangat besar (ayat 33). Darinya kita dapat belajar untuk selalu mengucap syukur atas berkat Tuhan, di setiap harinya.
“Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu.” (Keluaran 25:21).
Dan di atas tabut tersebut semuanya ditutup dengan dengan tutup pendamaian, yang berbicara tentang kasih karunia Allah yang di mana kasih karunia itu sendiri memiliki arti yang dari sisi Tuhan merupakan sebuah pemberian yang tidak wajib diberikan dan dilakukan-Nya, dan dari sisi kita manusia tidak pantas menerimanya bila Dia memberikan. Tetapi bagaimanapun juga Tuhan memberikan kita kasih karunia-Nya. Daud sendiri berkata,
“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!” (Mazmur 32:1-2).
Seharusnya tabut tersebut dapat diisi dengan sesuatu yang berharga, tetapi isinya malah kegagalan yang diperbuat bangsa Israel dan juga setiap kita. Namun hal ini telah menjadi peringatan bagi kita semua tentang bagaimana kasih setia Tuhan itu masih ada bagi kita.
Bagaimana kita dapat mengalami kasih setia Tuhan dan juga kasih karunia-Nya?
Pertama. Mengakui setiap kelemahan dan ketidakmampuan kita, dan belajar untuk selalu mengandalkan Tuhan.
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Korintus 12:9).
Kita semua memiliki kelemahan, sisi gelap, dan juga pernah melakukan berbagai kegagalan. Tetapi di semua kelemahan yang kita pernah perbuat, firman Tuhan mengajak kita untuk selalu mengandalkan Tuhan dan melihat bahwa kasih karunia-Nya itu jauh lebih dari cukup. Justru di tengah kelemahan yang ada, kasih karunia Tuhan membuat kita rendah hati dan tidak sombong. Menyadari bahwa semua yang terjadi di dalam hidup kita bukan karena hebatnya kita, tetapi karena ada penyertaan dan pemberian kasih karunia Tuhan di dalam hidup kita.
Dalam pelayanannya di tahun keempat di Singapura, Pdt. Gunawan Iskandar dihubungi via sms oleh salah satu jemaatnya yang masih berkuliah, di mana pemuda tersebut mengalami pergumulan gagal kuliah, merasa frustasi, dan juga ingin dengan bersegera mengakhiri hidupnya. Tetapi Pdt. Gunawan diingatkan tentang ayat di atas: Kasih karunia-Nya itu selalu cukup bagi kita. Dan dengan diperkatakan ayat firman tersebut, pemuda itu kembali bangkit, bekerja, menikah dan memiliki anak, Tuhan memberkati usahanya lebih lagi, dan dirinya mendapat kesempatan untuk dapat melayani Tuhan di kota tempat kelahirannya.
Dari cerita di atas kita dapat belajar bahwa karunia dari Tuhan itu sanggup untuk merubah arah hidup seseorang.
Kedua. Mengingat Kasih dan Kebaikan-Nya, akan Menyelamatkan Hidup Kita.
Kasih Tuhan yang telah menyelamatkan hidup kita dari segala kuasa dosa itu lebih dari cukup. Dia yang sudah menebus hidup kita dari apa yang tak berarti, menjadi memiliki arti. Penebusan yang telah dilakukan Tuhan Yesus di atas kayu salib itu lebih dari cukup bagi setiap kita.
Sering kali kita begitu sibuk untuk mengoleksi berkat yang berasal dari dalam dunia ini, tetapi kita lupa kalau Dia sudah menebus dosa kita dan hal ini lebih dari cukup bagi setiap kita.
Ketiga. Hidup dalam Pengucapan Syukur.
Seiring kali kita lupa mengucap syukur atas hal sepele dan sederhana yang sering terjadi secara rutinitas. Kita baru mengucap syukur ketika mendapat berkat besar dan fantastis, tetapi hal sederhana sering kita lupakan dan anggap sepele. Contoh praktisnya, berapa banyak dari kita yang mengucap syukur ketika tidak merasakan sakit di tenggorokan pada saat menelan? Berapa banyak dari kita yang sudah mengucap syukur pada-Nya, karena dapat melihat dengan jelas tanpa ada rasa sakit? Semuanya ini adalah berkat pemeliharaan Tuhan, hanya saja kita sering mengabaikannya.
Putra dari Pdt. Gunawan saat berusia empat tahun segera dibawa ke rumah sakit, pada saat menderita demam dan juga mual. Dan ketika keadaannya sudah jauh membaik karena meminum obat, putranya mengatakan sesuatu pada mamanya perkataan yang membuat hati Pdt. Gunawan meluluh,
“Mami, thank you sudah berusaha dalam memberi dan menyuapi makanan, walau tidak bisa masuk makanannya karena mual.”
Dan Pdt. Gunawan so grateful karena putranya yang masih berusia empat tahun itu sudah bisa appreciate atas segala usaha yang sudah dilakukan orangtuanya. Dan hal ini juga menyadarkan tentang berapa banyak dari kita yang sudah berterima kasih pada Tuhan atas semua berkat yang sudah Dia berikan? Kita masih sehat dan diberi napas hidup. Tidak perlu menunggu datangnya mukjizat yang luar biasa, tetapi marilah belajar di setiap harinya untuk mengucap syukur atas setiap berkat yang sudah Tuhan limpahkan dalam hidup kita semua.
Bukan tentang makanan restoran yang enak dan mewah, dan tidak ada yang salah dengannya, tetapi tentang makanan rumah yang menyehatkan. Dan seberapa banyak dari antara kita yang sudah appreciate dan berkata thank you terhadap apa yang orang rumah sudah sediakan bagi kita selama ini?
Manna. What Is It?
Arti kata “Manna” adalah ledekan yang diberikan orang Israel atas apa yang Tuhan sudah berikan. What is it? / Apakah ini? Dan hal ini mengajar kita bahwa apa yang selama ini tidak dihargai, dianggap sepele, dan selalu diledek.. tetapi bila hal yang tampak sepele itu berasal dari Tuhan yang memberi dan menyediakan, maka hal itu yang akan memelihara hidup kita.
Khotbah yang paling sulit bukanlah khotbah yang paling memukau, tetapi khotbah tentang penggembalaan sehari-hari. Yang terpenting adalah bagaimana membagikan kesaksian hidup kita di mana rekan pendengarnya selalu diingatkan kembali tentang kasih setia Tuhan, sehingga membuat perjalanan iman setiap jemaat tetap berjalan setia sampai di garis akhir.
Kalau sampai hari ini khotbah yang kita dengar ada kalanya “tidak ada rasanya”, membosankan, tetapi hal ini membuat kita tetap setia pada Tuhan dan Tubuh Kristus.. tetaplah tinggal di dalam kasih setia dan pemeliharaan Tuhan.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
コメント