Catatan Khotbah: “Mencari Hadirat Allah.” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Pdt. Gunawan Iskandar di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 18 Februari 2024.
Di dalam bulan ini kita belajar tentang Knowing God / Mengenal Allah. Di tengah kehidupan yang sedang dijalani, tanpa disadari kita sudah kehilangan tentang bagaimana caranya mencari kembali Hadirat Allah, yang di mana hal ini sudah tidak kita jumpai lagi di dalam kehidupan. Melalui kisah yang dialami raja Asa di dalam 2 Tawarikh 14-16, kita akan belajar bagaimana caranya mencari dan mendapatkan kembali hadirat-Nya, di bulan kedua di tahun 2024 ini.
Pelajaran dari Raja Asa.
“Asa melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala. Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah. Ia menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan pedupaan-pedupaan dari segala kota di Yehuda. Dan kerajaanpun aman di bawah pemerintahannya.” (2 Tawarikh 14:2-5).
“Karena negeri itu aman dan tidak ada yang memeranginya di tahun-tahun itu, ia dapat membangun kota-kota benteng di Yehuda; TUHAN telah mengaruniakan keamanan kepadanya. Katanya kepada orang Yehuda: “Marilah kita memperkuat kota-kota ini dan mengelilinginya dengan tembok beserta menara-menaranya, pintu-pintunya dan palang-palangnya. Negeri ini masih dalam tangan kita, karena kita mencari TUHAN Allah kita dan Ia mencari kita serta mengaruniakan keamanan kepada kita di segala penjuru.” Maka mereka melaksanakan pembangunan itu dengan berhasil.” (ayat 6-7).
Kalau kita melihat bagaimana kehidupan dari raja-raja yang selama ini memerintah atas bangsa Israel dan Yehuda, maka kita akan mendapati bahwa tidak semuanya hidup dalam takut akan Tuhan. Ada banyak kisah raja yang tercatat di dalam Alkitab adalah raja yang bertindak lalim, mencampuradukkan penyembahan pada Allah dengan ilah asing sehingga membuat bangsa Israel jatuh ke dalam penyembahan berhala dan hal ini malah semakin menyakiti hati-Nya. Bahkan beberapa raja membuat peraturan mengerikan yakni, merelakan anak untuk dipersembahkan sebagai korban bagi ilah asing.
Padahal selama ini belum pernah ada bangsa di dunia yang mengalami mukjizat dan juga pertolongan dari Tuhan, sehebat dari yang dialami bangsa Israel. Mereka telah mengalami dan melihat sendiri bagaimana Tuhan sudah menolong dan melakukan berbagai perbuatan ajaib di depan mata mereka. Namun bukannya memilih untuk tetap setia dalam mengiring-Nya, bangsa ini malah berkali-kali meninggalkan Tuhan dengan berbuat jahat dan mengikuti ilah asing, dan hal ini sangatlah menyakiti hati-Nya.
Ketika pertama kali memerintah menggantikan Abia ayahnya, Asa tahu dan sadar bahwa ada sesuatu yang salah di dalam bangsanya, perbuatan yang tidak benar dan yang telah menyakiti hati Tuhan. Oleh sebab itu, raja Asa memerintahkan bangsanya untuk,
“menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala. Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah. Ia menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan pedupaan-pedupaan dari segala kota di Yehuda.” (ayat 3-5).
Dan apa yang dilakukan raja Asa dengan bersungguh hati ini dinilai di mata Tuhan,
“Asa melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya.” (ayat 2).
Terkadang di dalam hidup ini kita tidak sadar dan membutuhkan waktu untuk jeda / beristirahat sejenak, untuk dapat memeriksa diri dan sadar betul bagaimana keadaan kita pada hari-hari ini. Untuk bisa sadar akan sesuatu, maka kita perlu memeriksa ulang dan mengoreksi diri apakah selama ini sudah benar-benar hidup dan bersungguh hati melakukan apa yang baik dan benar di mata Tuhan.
Raja Asa menemukan bangsanya telah melakukan sesuatu yang jahat di mata Tuhan. Membutuhkan kejujuran dari dalam diri untuk kita berani mengakui, ada sesuatu yang salah dan keliru selama ini dari hidup kita.
Poin Pertama. Sadar dan Bertobat dari segala dosa kita.
Untuk bisa sadar dan bertobat dari segala dosa, maka membutuhkan satu tindakan tegas dan bersungguh hati yang diyakini seutuhnya, bahwa hal ini harus dilakukan.
Sama seperti yang selalu dilakukan ketika memasuki tahun yang baru yakni, membuat berbagai resolusi. Kita terbiasa melakukannya, bahkan ada resolusi yang dibuat dari sepuluh tahun yang lalu sampai sekarang ada yang belum terealisasi. Mulai dari menurunkan berat badan, menjaga tubuh agar dapat lebih sehat, dan banyak resolusi lainnya. Dan kenyataannya, resolusi yang kita buat hanya bertahan selama dua minggu pertama. Kita tahu hal tersebut harus dilakukan, tetapi kita tidak memiliki kesungguhan hati untuk dapat menyelesaikan resolusi tersebut.
Sampai bulan Desember tiba dan kita kembali mengulang membuat resolusi yang sama, yang belum kita realisasikan sebelumnya. Tidak cukup hanya dengan sadar, tetapi kita juga mau melakukan apa yang baik dan benar secara konsisten. Dan hal inilah yang disebut dengan pertobatan.
Di dalam bahasa aslinya, pertobatan / repent berasal dari bahasa Ibrani SHUV / שׁוּב yang memiliki arti to return, turn back, turn away, cease, dan change your mind. Yang kita perlukan bukan hanya sadar, tetapi di dalam bahasa aslinya ada kata berputar balik, berhenti, dan bahkan membuang.
Di tahun yang baru ini berapa banyak dari antara kita yang mungkin sudah “membuang”, tetapi ternyata masih membawa beban dosa dari tahun-tahun sebelumnya? Kata pertobatan juga mengandung arti change your mind / merubah cara pola berpikir kita yang selama ini kurang benar, yang selama ini kita miliki.
“Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?” sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka. Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.”” (Yunus 1:10-12).
Ketika Yunus melarikan diri dari Tuhan, tidak mau tahu tentang badai yang disebabkannya, dan satu kapal harus menanggung akibat dari kesalahannya karena lari dari panggilan-Nya.. badai tersebut tetap terjadi, sampai Yunus sadar bahwa semua karena dirinya. Dan pada waktu dirinya dicampakkan ke laut, dikatakan bahwa laut berhenti mengamuk (ayat 15).
Melalui apa yang dialami Yunus, kita dapat belajar bahwa dosa yang kita perbuat dapat membahayakan orang lain, bahkan termasuk anggota keluarga, dan bahkan diri sendiri dapat merubah keadaan menjadi miserable / menyedihkan. Bangsa Israel ketika jatuh ke dalam dosa dengan menyembah berhala,.. kehidupan mereka menjadi porak-poranda dan jauh dari Tuhan, serta jauh dari apa yang Tuhan harapkan. Sekalipun keadaan mereka mengenaskan, mereka tetap tidak sadar dan terus mengeraskan hatinya.
Ketika datang ke dalam gereja, belum tentu disertai dengan sikap pertobatan sejati di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya pertumbuhan dari hidup kerohanian harus didasari dengan pertobatan. Mengapa? Karena tanpanya, berbagai kerohanian, kerajinan, dan semua ibadah kita tidak akan ada artinya, dan tidak membawa perubahan hidup yang signifikan. Semua hanyalah kamuflase belaka.
Suatu hari ada salah seorang jemaat dari Pdt. Gunawan yang mengajak jemaat baru untuk beribadah bersama. Selang beberapa minggu ditemukan bahwa jemaat baru ini ternyata jauh lebih rajin, dan sangat excited datang ke dalam gereja dengan berangkat jauh lebih awal sebelum ibadah tersebut dimulai. Dan setelah diselidiki lebih jauh, mengapa terlihat lebih bersungguh hati pada Tuhan.. ternyata karena dirinya sedang menaruh hati pada satu jemaat lawan jenis di dalam gereja.
Perubahan pola pikir belum tentu dimulai dan didasari dengan pertobatan yang sejati. Bisa jadi orang-orang yang datang ke dalam gereja hanya karena ingin mengejar berkat, takut menjadi miskin, hanya menjadikan Tuhan sebagai “Pawang Berkat”, mencari pasangan hidup, dan berbagai alasan pribadi lainnya.
Kerohanian dan kerajinan kita tanpa didasari dengan pertobatan yang sungguh, tidak akan membawa perubahan hidup apa-apa.
Yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyadari dosa dan kesalahan kita, betapa kita sudah kehilangan hadirat Allah, menenangkan diri sejenak, periksa baik-baik diri kita, evaluasi dan pikirkan bagaimana keadaan kita hari-hari ini.
Pada suatu hari, Ibu dari Pdt. Gunawan kehilangan kacamatanya. Ibunya merasa yakin telah menaruh kacamata tersebut di sebuah tempat, tetapi setelah sibuk mencarinya di mana-mana, tidak ditemukan. Akhirnya Ibunya bercerita dan bertanya pada Pdt. Gunawan, dan ditunjukkan bahwa kacamata yang selama ini dicari ternyata diletakkan di atas kepalanya.
Kadang-kadang kita mencari sesuatu karena kita telah kehilangan sesuatu di dalam hidup ini, dan kita tidak selalu mendapat apa yang dicari. Dan sama seperti yang dialami Ibu dari Pdt. Gunawan, kita perlu menenangkan diri sejenak, memeriksa diri baik-baik, serta mengevaluasi dan memikirkan bagaimana keadaan kita hari-hari ini. Siapa tahu apa yang kita cari, sebenarnya malah tidak berada jauh dari sekitar kita. Karena kita menjadi terlalu sibuk, kita tidak tahu apa lagi yang telah hilang dari hidup kita.
Jangan masuk di tahun yang baru, dengan membawa “bagasi dosa” yang lama. Bisa jadi kita tetap rajin ke gereja dan sibuk dalam berbagai hal, tetapi hidup kita masih belum berubah, karena kita masih membawa “bagasi dosa” yang lama. Pola pikir kita harus pertobatan, dan hanya Tuhan yang kita cari. Bukan lainnya.
Kedua. Mencari Hadirat Allah = Mencari Wajah-Nya.
“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (Yesaya 55:6).
“Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” (1 Tawarikh 16:11).
Setelah membuang cara hidup yang lama, kita mau sadar dan bertobat dari dosa..
maka langkah selanjutnya adalah mencari Tuhan dan hadirat-Nya, selama kita masih diberikan napas dan kesempatan hidup oleh-Nya.
“Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.” (Yunus 1:3).
“But Jonah rose up to flee unto Tarshish from the presence of the LORD, and went down to Joppa; and he found a ship going to Tarshish: so he paid the fare thereof, and went down into it, to go with them unto Tarshish from the presence of the LORD.” (King James Version, KJV).
Di dalam Yunus 1:3, kata “hadapan Tuhan” di versi KJV ditulis dengan kata the presence of the LORD / hadirat Tuhan, yang di dalam bahasa Ibraninya terdapat kata פָּנִים , PANAH / PANIM, yang bisa diartikan dengan kata “wajah”.
Jadi, ketika kita mencari hadirat-Nya, maka hal ini sama saja dengan kita mencari wajah Tuhan.
Mengapa bangsa Israel walau sudah berkali-kali ditolong Tuhan, mereka melihat sendiri di depan mata mereka pertolongan dari-Nya, tetapi setelah itu mereka masih dapat meninggalkan Tuhan, kembali melakukan dosa dan menyakiti hati-Nya? Hal itu dikarenakan mereka tidak pernah bertemu muka dengan muka dengan Tuhan.
Alkitab mencatat hanya Musa yang memiliki pengalaman bertemu dengan Tuhan, berhadapan muka dengan-Nya, berada di dalam hadirat-Nya, sementara orang Israel tidak. Mereka hanya tahu tentang hadirat Allah dan pertolongan dari-Nya, tetapi tidak pernah merasakan hadirat-Nya, mencari, dan mendapatkan wajah-Nya.
“Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan.” (Keluaran 33:11a).
Ketika Pdt. Gunawan dan istrinya mengantar Kenneth di hari pertama sekolah di Singapura, mereka bertiga menjumpai banyak “drama dan orkestra” di halaman sekolah. Tetapi setelah anak-anak tahu dan melihat bahwa mereka masih ditemani orang tuanya sampai masuk ke dalam ruangan kelas, mereka semua bisa tenang dan mengikuti setiap pelajaran yang ada.
Setelah itu, anak-anak diberi mainan oleh gurunya dan setiap orang tua dapat menyelinap keluar dan hanya melihat dari luar melalui jendela di ruang kelas. Ketika anak-anak melihat tidak ada lagi wajah dari orang tuanya di dalam ruangan tersebut, mereka mulai menangis dan mencari-cari wajah orang tuanya. Setelah itu gurunya menutup tirai di jendela tersebut, agar anak-anak dapat berfokus pada gurunya.
Kontan saja dari satu anak yang menangis, menular ke anak yang lainnya. Padahal sekolah tersebut hanya berlangsung selama dua jam saja, tetapi anak-anak begitu panik karena tidak lagi melihat wajah orang tuanya. Dari tangisan yang menular di dalam ruangan kelas tersebut, menular juga sampai ke luar, di mana setiap orang tua juga menangis karena tidak tega mendengar tangisan dari anak-anaknya.
Ketika orang tua sudah berada di luar ruangan, setiap anak melepas mainannya satu per satu dan mencari wajah orang tuanya. Mereka tidak akan berhenti mencari, sampai mendapatkan wajah orang tuanya. Bagi seorang anak, mainan sebagus apa pun tidak akan pernah bisa menukar kebahagiaan mereka dengan melihat wajah dari kedua orang tuanya.
Mustahil seseorang dapat mengasihi Tuhan dengan sungguh, kalau tidak mengalami pertobatan dalam hidup pribadinya. Kalau hidup kita tidak benar-benar didasari pertobatan, maka setiap penyesalan dan tangisan hanyalah menjadi emosi sesaat karena tidak ada perubahan hidup setelahnya. Dan sama seperti yang dialami anak-anak tersebut, hal pertama yang kita perlu lakukan setelah sadar dari dosa dan kesalahan adalah, kita perlu bertobat dan mencari wajah Tuhan, sampai kita benar-benar mendapatkan wajah-Nya.
Mencari hadirat Tuhan disamakan dengan mencari wajah Tuhan, sama seperti pengertian kata PANIM di atas. Ketika anak-anak tahu dan mendapatkan wajah orang tuanya dekat dengannya, mereka merasa nyaman.
Ada cerita dari adik perempuan Pdt. Gunawan, yang memiliki kebiasaan pagi-pagi sekali bangun untuk menyiapkan makanan bagi suami dan anaknya, sebelum dirinya berangkat bekerja. Setelah suaminya juga berangkat bekerja, maka sang anak hanya dititipkan pembantu di rumah.
Tetapi hal ini tidak dapat membuat dirinya tenang, dan selalu memeriksa keadaan anaknya melalui CCTV yang terpasang di setiap sudut di dalam rumah dan dapat dilihat melalui aplikasi yang ter-install di dalam smartphone-nya. Hal pertama yang dilakukannya setelah pulang dari bekerja dan sampai di rumah adalah membuka baju anaknya untuk memastikan apakah ada luka atau tidak di dalam tubuh anaknya. Karena dirinya merasa khawatir bila anaknya dilukai pembantunya.
Karena sering merasa cemas dan tidak dapat berkosentrasi, akhirnya adik perempuan dari Pdt. Gunawan ini meminta izin pada suaminya untuk berhenti bekerja sementara, karena dirinya hanya memiliki waktu sekitar 2,5 tahun saja sampai anaknya nanti diantar masuk sekolah. Bagi seorang Ibu, hal yang paling berbahagia adalah ketika bisa mengurus sendiri anaknya, dan banyak meluangkan waktu bersamanya.
Mencari wajah Tuhan bukan hanya dari usaha kita saja, tetapi juga dari pihak Tuhan yang memiliki kerinduan untuk berusaha mencari dan menemukan kita sampai Dia mendapatkan kita. Dan hal ini menuntun kita di poin ketiga.
Ketiga. Tuhan Mencari yang Bersungguh Hati.
“Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: “Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu. Bukankah tentara orang Etiopia dan Libia besar jumlahnya, kereta dan orang berkudanya sangat banyak? Namun TUHAN telah menyerahkan mereka ke dalam tanganmu, karena engkau bersandar kepada-Nya. Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan.” (2 Tawarikh 16:7-9).
Di tahun 2024 ini kita harus menambah untuk memiliki resolusi dan ketetapan hati untuk bersungguh hati lagi dalam mencari wajah Tuhan, dan hanya bersandar pada-Nya. Di ayat di atas, kita mendapati Raja Asa tidak melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya dengan tidak bersandar pada Dia, tetapi pada raja Aram.
Dan di ayat 9b dikatakan,
“Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan.”
Seseorang yang tidak bersungguh hati pada Tuhan hidupnya diisi dengan keadaan miserable / banyak kekacauan, lalu tidak ada damai, ribut di sana dan sini, tidak ada ketenangan di dalam hidupnya. Bagaimana hubungan kita selama ini di dalam keluarga dan lainnya? Bagaimana relasi kita dengan sesama? Apakah lebih baik dan akrab?
Seseorang yang hidupnya sudah menjauh dari Tuhan dan tidak memiliki kesungguhan hati.. maka tidak akan dapat mengalami damai dan tenang. Bukankah firman Tuhan berkata,
“Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: “Carilah Aku, maka kamu akan hidup!”” (Amos 5:4).
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?” (Matius 18:12).
Waktu Tuhan Yesus berkata ini, Dia sedang berbicara tentang diri-Nya sendiri, bahwa Dia datang untuk mencari kita yang tersesat, sampai Dia menemukan kita kembali. Bahkan sesungguhnya Dia itu jauh lebih sibuk dari kita, berusaha mencari sampai Dia mendapatkan kita.
Seorang gembala sering kali membahayakan nyawanya sendiri demi mencari dan mendapatkan domba-dombanya yang terhilang. Tuhan Yesus sebagai Gembala Agung kita juga mengorbankan nyawa-Nya sendiri untuk menyelamatkan hidup kita, menebus dosa, mati di atas kayu salib, dan bangkit dari kematian pada hari yang ketiga. Dia tidak menyuruh orang lain untuk melakukannya bagi kita, tetapi Dia melakukannya sendiri demi membawa kita untuk dapat kembali dekat pada-Nya dan menjadi milik-Nya.
Pertobatan dan Mencari Tuhan.
Dari 2 Tawarikh 14-16 kita dapat belajar dari kehidupan Raja Asa yakni ketika dirinya melakukan pertobatan dan mencari Tuhan dengan bersungguh hati, maka ada rasa aman, dan dirinya dapat berfokus membangun kehidupan. Bila kita mau melihat apa yang kita doakan, apa yang kita bangun dan usahakan dapat menjadi berhasil dan diberkati Tuhan, maka kuncinya adalah mengalami pertobatan dan mencari Tuhan dengan bersungguh hati. Kita akan mendapatkan rasa tenteram dan dapat berfokus pada apa yang kita kerjakan, karena Dia memberkati hidup kita.
Tetapi ketika kita memiliki sikap yang tidak mau bertobat, tidak mau mencari Tuhan dengan bersungguh hati, serta menjauh dan menyimpang dari hadirat-Nya, maka hal ini akan menimbulkan hilangnya rasa aman dan kehancuran hidup. Kita akan selalu merasa khawatir, dan menyembunyikan diri dari Tuhan dan sekitar kita.
Pertanyaannya, mau sampai berapa lama kita mau bermain sembunyi-sembunyian terhadap Tuhan dan sesama kita?
“Katanya kepada orang Yehuda: “Marilah kita memperkuat kota-kota ini dan mengelilinginya dengan tembok beserta menara-menaranya, pintu-pintunya dan palang-palangnya. Negeri ini masih dalam tangan kita, karena kita mencari TUHAN Allah kita dan Ia mencari kita serta mengaruniakan keamanan kepada kita di segala penjuru.” Maka mereka melaksanakan pembangunan itu dengan berhasil.” (2 Tawarikh 14:7).
Kisah Raja Asa adalah pelajaran yang sangat mahal bagi setiap kita. Raja yang sama yang memulai hidupnya dengan “melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya.” (2 Tawarikh 14:2), dan di ayat 7 diceritakan bahwa mereka melaksanakan pembangunan itu dengan berhasil.. hal ini tidak bertahan lama.
Di dalam dua pasal selanjutnya, di pasal 16, raja yang sama tidak melakukan pertobatan dan bersungguh hati mencari wajah Tuhan.. justru mengakhirinya dengan kata-kata “Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan.” (16:9b). Bahkan Alkitab mencatat bagaimana kisah akhir hidupnya,
“Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah. Namun dalam kesakitannya itu ia tidak mencari pertolongan TUHAN, tetapi pertolongan tabib-tabib.” (ayat 12).
Pilihan kembali pada setiap kita, dan kita sendiri yang harus memutuskannya. Ambillah keputusan untuk bertobat, awali hidup kerohanian kita dengan pertobatan, dan carilah wajah-Nya sampai kita menemukan-Nya. Bersungguh hatilah sama Tuhan, maka segala sesuatu yang kita mulai dan kita bangun.. Tuhan akan menjadikan kita berhasil dan dapat memuliakan nama-Nya.
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” (Mazmur 51:19).
Tidak ada lagi korban yang dapat kita sembelih hari ini untuk pertobatan kita. Dua ribu tahun yang lalu, Tuhan Yesus telah melakukannya dan mati di atas kayu salib untuk menebus semua dosa kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah menyembelih, memotong, dan meremukkan hati dan jiwa kita, serta mencari wajah-Nya, dan menyatakan pertobatan kita di hadapan-Nya.
Marilah kita tenang sejenak dan mencari wajah-Nya, berhenti dari segala aktivitas agar kita dapat mengoreksi dan juga mengevaluasi diri kita di hadapan-Nya.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments