Subject: God’s Blessing.
Ayat Bacaan: Markus 6:34-44.
Cerita yang kita baca di ayat di atas sudah tidak asing lagi, di mana Tuhan Yesus telah memberi makan lima ribu orang laki-laki hanya dengan lima roti dan dua ekor ikan, dan memiliki sisa potongan roti sebanyak dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan (ayat 43). Dan melaluinya kita dapat belajar bahwa,
Semua keberhasilan yang kita peroleh selama ini sesungguhnya adalah berkat pemeliharaan dari Tuhan, dan hal tersebut tidak hanya sebatas berbicara tentang keberhasilan finansial saja. Berkat-Nya itu mencakup kepenuhan hidup kita secara keseluruhan—keharmonisan dalam rumah tangga, ketenteraman batin, kemampuan untuk menikmati segala yang dimiliki, pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, dsb.
Kita harus tinggal di dalam berkat dan favor / perkenanan dari Tuhan. Banyak orang bekerja dengan sangat keras dan mati-matian, tetapi hasilnya tidak bisa maksimal dan tidak bisa dinikmati, karena mereka tidak hidup di bawah berkat Tuhan. Sekali lagi, berkat Tuhan itu tidak selalu berbicara soal finansial, tetapi berkat-Nya itu berbicara tentang kita yang dapat mengalami kepenuhan damai dan sukacita.
“Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22).
“The blessing of the LORD makes a person rich, and he adds no sorrow with it.” (NLT Version).
Berkat Tuhan itu tidak hanya berbicara tentang “aku” yang memperoleh dengan hasil kerja keras sendiri, karena bisa terjerumus dalam kesombongan pribadi. Dan kalau bukan berkat dari-Nya, kita tidak akan bisa sampai di titik sekarang. Memang kita harus rajin dan bekerja keras. Tetapi kalau Tuhan tidak memberi dan menjagai kita dengan tubuh yang sehat, dan memberkati kita.. maka tidak akan bisa.
Di ayat di atas dikatakan bahwa segala sesuatu dari Tuhan. Bahkan di versi NLT dikatakan bahwa Dia tidak menambahi kesusahan di dalam hidup. Ketika kita rendah hati, dan mau belajar untuk mengucap syukur dalam segala hal.. maka di sanalah berkat Tuhan akan dicurahkan lebih lagi, kita dapat berbahagia dan menikmati setiap berkat yang Tuhan sudah berikan.
“Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu." (Keluaran 33:13).
Posisi Hidup Benar.
Berkat Tuhan sebenarnya sangat ditentukan oleh posisi diri kita di hadapan Tuhan, sebagai Sang Sumber berkat itu sendiri. Dan berkat-Nya akan turun pada saat posisi hidup kita benar di hadapan-Nya. Posisi hidup yang benar, membuat berkat Tuhan terjadi di dalam hidup kita.
Pertama. Posisi hidup yang selalu percaya dan mau melakukan apa yang Tuhan sudah perkatakan dalam firman-Nya.
“Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Kamu harus memberi mereka makan!" Mereka menjawab: "Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini."” (Lukas 9:13).
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” (2 Korintus 9:6).
Berkat dan posisi kita di hadapan Tuhan itu sangatlah penting, dan semua berbicara tentang posisi kita yang mau hidup di bawah berkat dari Tuhan. Kita hanyalah orang-orang yang dipercayai berkat-Nya, dan kalau kita tidak bisa dipercayai-Nya, maka kita dapat memanipulasi-Nya hanya untuk kepentingan diri kita sendiri.
Sama seperti Simson yang dipercayai berkat dari Tuhan, yakni kekuatan secara fisik (Hakim-Hakim 13-16). Karena hidup hanya semau dirinya sendiri, maka frekuensi hidup Simson bersama dengan Tuhan tidak pas. Simson memanipulasi dan bermain-main dengan berkat dari Tuhan tersebut sehingga kekuatannya diambil darinya. Baru setelah Simson menyadari kesalahannya, dirinya berdoa, dan Tuhan mendengarnya.
Marilah kita membenarkan posisi hidup kita di bawah otoritas kebenaran firman Tuhan. Waktu kita mau taat sama pimpinan Tuhan, maka mukjizat akan terjadi. Tetaplah memiliki respon yang benar jika kita mendapat perintah Tuhan yang tidak dapat dilakukan, maka Tuhan berharap agar kita dapat kembali pada Dia sama seperti seorang anak yang percaya dan mau taat kepada-Nya.
Ada cerita seorang pemain sirkus yang dapat berjalan dari satu gedung ke gedung lainnya, hanya di seutas tali. Ketika dia bertanya apakah ada yang mau dia gendong untuk menemaninya berjalan melalui tali tersebut, tidak ada yang mau, sampai ada seorang anak yang mengajukan dirinya. Dan ternyata anak tersebut adalah anaknya sendiri. Anak tersebut bukan hanya percaya pada ayahnya, tetapi juga mempercayakan hidupnya pada ayahnya.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya percaya pada Allah? Atau juga mempercayakan hidup kita kepada-Nya?
Banyak orang Kristen ingin tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan di dalam hidup mereka. Tetapi Tuhan itu melihat jauh sampai kedalaman hati. Banyak yang hanya sebatas ingin tahu, tetapi tidak mau melakukan kehendak Tuhan. Kalau menurut anggapan kita baik dan menguntungkan diri, kita mau melakukannya. Tetapi kalau tidak suka dan tidak ada untungnya bagi diri kita, kita tidak mau melakukannya.
Firman Tuhan berkata,
“Telah kucondongkan hatiku untuk melakukan ketetapan-ketetapan-Mu, untuk selama-lamanya, sampai saat terakhir.” (Mazmur 119:112).
Marilah tetap mencondongkan hati kita untuk mau melakukan firman Tuhan dan menyelesaikan kehendak-Nya, baik kita suka ataupun tidak. Tetaplah mempercayai, ketika frekuensi hidup kita itu sudah tepat dan sudah sesuai berjalan dengan kehendak-Nya, maka kita pasti akan dipimpin untuk berjalan di dalam kehendak Tuhan. Waktu Dia memimpin, Dia pasti menyediakan.
Never be afraid to trust an unknown future to a known God. -Corrie ten Boom.
Jangan pernah takut untuk mempercayakan masa depan yang tidak diketahui kepada Tuhan yang kita tahu dan kenal. Pada waktu kita percaya dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya, maka percayalah bahwa segala sesuatu itu nantinya akan jatuh di tempat yang tepat (proper place). Kalau kita hidup sesuai dengan rencana-Nya, maka Tuhan akan menyediakan dan menuntun.
Kedua. Posisi hidup yang selalu memikirkan apa yang menjadi kepentingan orang lain.
“Tetapi jawab-Nya: "Kamu harus memberi mereka makan!"..” (Markus 6:37).
Miliki orientasi iman yang tidak hidup hanya untuk diri kita sendiri. Setelah diberkati, milikilah kerinduan agar kita juga dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain. Dasar iman kita tidak egois. Sebab karena ego, maka hidup kita tidak akan pernah merasa puas. Belajarlah berkata cukup, sehingga berkat yang diberikan pada kita itu bisa juga dibagikan pada orang lain.
“Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.” (Ayub 42:10).
Kita dapat belajar dari ayat firman Tuhan di atas. Ayub masih berada dalam keadaan sakit dan sengsara, tetapi setelah dia berdoa bagi sahabat-sahabatnya, Tuhan itu memulihkan keadaannya. Memang Alkitab tidak mencatat pada kita berapa lama waktu pemulihan tersebut, tetapi dari Ayub kita dapat belajar bahwa yang paling berbahaya dalam hidup kekristenan itu adalah keegoisan, di mana kita hidup hanya memikirkan diri kita sendiri saja.
Ada sebuah tagline di majalah Time yang mengatakan “Di Mana Tuhan?” Dan setelah itu terpampang foto orang-orang yang menderita kelaparan, terdampak bencana alam, menderita sakit penyakit.. dan di kalimat terakhir dituliskan,
“Where is the Christian?”
Berapa banyak anak-anak Tuhan yang hidupnya sudah diberkati selama ini, tetapi tidak mau berbagi pada orang lain? Pertanyaan sederhananya, di rumah kita lebih banyak barang yang diperlukan atau yang kurang diperlukan? Orientasi kekristenan kita selama ini apakah hanya pada diri kita sendiri? Atau juga rindu untuk menjadi berkat dalam hidup orang lain?
Cek Toko Sebelah.
Ada sebuah cerita fiksi tentang toko yang berhadap-hadapan. Pemilik salah satu toko berdoa agar Tuhan dapat memberkati tokonya lebih dari toko di seberangnya. Singkat cerita ada seorang malaikat yang datang dan berkata bahwa Tuhan akan menjawab semua permohonan doanya. Tetapi ada syaratnya, apa yang diminta, maka toko depannya juga akan mendapat dua kali lipat dari permohonan doanya.
Lalu pemilik toko tersebut mulai berdoa meminta seratus orang pelanggan baru. Tuhan menjawabnya, tetapi toko seberangnya juga mendapat dua ratus orang pelanggan baru. Sukacitanya menjadi hilang. Hati pun tak senang. Besoknya meminta agar pendapatannya meningkat sepuluh kali lipat. Tuhan kembali menjawabnya, dan toko di seberangnya pun juga meningkat dua puluh kali lipat.
Karena dongkol, di hari ketiga pemilik toko tersebut meminta permintaan agar matanya dibutakan satu, agar pemilik toko di depannya matanya buta total. Dan inilah yang namanya ego. Kalau hidup kita dipakai dan diberkati Tuhan senang, tetapi kalau orang lain yang diberkati, kita menjadi marah. Kita harus belajar untuk berani berkata cukup. Firman Tuhan berkata,
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, tidak ditulis kasih hanya pada seorang saja, atau kasih pada golongan tertentu. Kasih Allah itu tidak memikirkan diri sendiri.
Ketiga. Posisi hidup yang mau menyerahkan apa yang ada dalam hidup kita pada Tuhan, dan Dia yang akan memberkati dan melipatgandakan.
“Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan."” (Markus 6:38).
“Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.” (Amsal 11:24).
Tuhan telah memberkati dengan lima roti dan dua ekor ikan. Tetapi ketika kita mau taat dan menyerahkan apa yang ada di dalam hidup kita pada Tuhan, walau pun tampak sederhana, maka Dia yang akan memberkati dan melipatgandakan. Hidup kita tidak akan berkekurangan, kita dapat melihat bahwa sisa potongan roti sebanyak dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan (Markus 6:43). Hidup orang lain dapat diberkati dan dicukupkan, dan nama Tuhan dipermuliakan. Pada waktu kita memiliki hati yang generous / bermurah hati, maka Tuhan pada waktu terbaik-Nya yang akan memberkati kita.
Ada the power of multiplication dari tangan Sang Pencipta bila kita mau memberikannya kembali pada-Nya. Dia tidak ingin agar kita menjadi orang-orang yang hidupnya egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Tuhan memberi benih pada penabur. Kalau kita menanamnya tidak hanya untuk kepentingan diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain, maka Tuhan yang akan memberkati dan melipatgandakan.
Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Comments