Catatan Khotbah: “Kuasa Penyerahan Diri.” Ditulis ulang dari sharing khotbah Bp. Pdt. Elsypurnama Adisuputra Radjatadoe, di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan dan Ciputra World Surabaya, pada Tgl. 2 Juni dan 26 Mei 2024.
Hari-hari ini seseorang itu sangat sulit untuk memberi dan menyerahkan diri mereka pada sesuatu yang jauh lebih penting di dalam hidupnya. Bahkan topik “Penyerahan Diri” ini sudah mulai jarang dibicarakan di dalam gereja Tuhan. Padahal di dalam Alkitab banyak sekali dibahas mengenai topik ini, dan bila kita ada sampai hari ini, semua karena Kristus yang sudah menyerahkan diri-Nya untuk menebus dan mengampuni dosa-dosa kita, sehingga kita sekarang dapat mengatakan bahwa Dia adalah Penyelamat hidup kita.
Di dalam kisah “Penjala ikan menjadi penjala manusia” di dalam Lukas 5:1-11, kita dapat belajar kebenaran firman Tuhan mengenai,
Mengapa seseorang itu sangat sulit untuk percaya pada Tuhan?
Pertama. Karena dirinya lebih percaya dan lebih mengandalkan kemampuan, serta keahlian dari dirinya sendiri.
Alasan ini juga diutarakan Simon ketika Tuhan Yesus memintanya bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jalanya, untuk menangkap ikan. Simon dan para nelayan sepanjang malam telah bekerja keras, dan mereka tidak menangkap apa-apa. Pastinya mereka jauh lebih berpengalaman, sehingga permintaan Anak seorang tukang kayu pada mulanya dianggap remeh. Tidak mungkin menangkap ikan pada siang hari yang terik, sebab waktu yang terbaik untuk menangkap ikan adalah saat di malam hari.
Mengapa seseorang begitu sulit untuk percaya dan mau taat pada apa yang Tuhan telah perintahkan? Bahkan di setiap kisah yang tertulis di dalam Alkitab, tidak semua dari kita yang mempercayai apa yang tertulis di dalamnya.
Semuanya terjadi karena kita melihat dan menganggap bahwa diri kita masih mampu, merasa bisa melakukan ini dan itu dengan hikmat dan kekuatan kita sendiri sehingga kita merasa tidak memerlukan campur tangan Tuhan di dalam hidup. Kita merasa cukup dan menjadi egois untuk melakukan segala sesuatu dengan kekuatan diri sendiri. Seseorang yang egois itu sangat sulit untuk percaya pada Tuhan. Mengapa?
Karena mereka tidak tahu apa-apa tentang Tuhan, yang mereka tahu hanyalah mereka bisa menjalani hidup dengan kekuatannya sendiri.
Kenapa Simon pada mulanya tidak mempercayai perintah-Nya? Karena Simon merasa dirinya adalah seorang profesional yang jauh lebih bisa dan lebih berpengalaman, daripada Tuhan Yesus. Demikian hal yang sama dengan diri kita. Baru kalau kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa dengan kekuatan kita sendiri, baru kita mencari Tuhan. Kalau kita masih mampu, kita sulit untuk mempercayai-Nya.
Kedua. Mengapa seseorang sulit untuk percaya sama Tuhan, karena mengalami putus asa dan trauma atas kejadian di masa lalu.
“Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras..” (Lukas 5:5).
Terkadang trauma yang pernah terjadi di masa lampau dapat mendominasi hidup, dan membuat kita lebih suka untuk “bernostalgia di masa lalu” sehingga membuat kita sulit untuk mempercayai Tuhan. Demikian hal yang sama dengan Simon dan para nelayan. Mereka bukanlah orang yang suka bermalas-malasan, sepanjang malam mereka telah bekerja sangat keras.
Di dalam hidup kita pun sama, ada kalanya kita sudah mencoba maksimal dan semampu kita, tetapi Tuhan tidak menjawab berbagai permohonan doa sesuai dengan apa yang kita mau dan harapkan. Sehingga kita menjadi putus asa, dan membuat kita sulit untuk percaya sama Tuhan.
Ketika trauma atas masa lalu di dalam hidup tidak dengan segera diselesaikan, maka dapat membuat hidup kita terasa seperti membawa beban yang begitu berat. Diibaratkan kalau kita hendak berlayar, maka trauma di masa lalu ini seperti jangkar yang diturunkan dan menancap ke dasar lautan. Trauma tersebut dapat menghalangi langkah kaki kita untuk melangkah lebih jauh.
Jangkar tersebut bisa jadi berwujud rasa pahit, pengalaman-pengalaman di dalam hidup yang menyakitkan, dan bila tidak dengan segera diangkat dan hidup kita dipulihkan Tuhan, maka kita akan merasa bahwa hidup kita jauh lebih pahit dari apa yang dialami orang lain, dan akhirnya membuat kita sulit untuk dapat percaya sama Tuhan.
Marilah meminta pertolongan dari Tuhan. Karena seseorang yang sudah dipulihkan dari trauma di masa lalu adalah seseorang yang dapat melihat karya Allah yang besar, di dalam hidupnya.
Ketiga. Mengapa seseorang sulit untuk percaya sama Tuhan, karena belum mendapat pewahyuan dari-Nya.
Kalau kita sudah berdoa dengan sekuat tenaga, tetapi Tuhan masih belum menyatakan diri-Nya, maka kita akan tetap bergumul untuk terus mempercayai-Nya. Sama seperti Simon yang masih belum melihat Tuhan Yesus menyatakan siapa diri-Nya di dalam hidupnya dan menyatakan kuasa-Nya, maka Simon masih berkata,
“Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa..” (ayat 5).
Tetapi setelah Dia menyatakan diri-Nya dan kuasa-Nya di depan mata Simon, ada perubahan di dalam kata-kata yang diucapkannya,
“Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” (ayat 8).
Kata panggilan “guru” pada mulanya, sekarang berubah menjadi “Tuhan”. Dan melaluinya kita dapat belajar bahwa seseorang yang telah mengalami pernyataan dan menerima pewahyuan dari Tuhan, maka dirinya akan menyadari bahwa hanya Tuhan yang sanggup untuk mengadakan perubahan di dalam hidupnya.
Kalau kita berdoa untuk seseorang dan kita masih belum melihat perubahan apa-apa, teruslah bertekun di dalam doa dan mempercayai bahwa Tuhan masih bekerja dengan cara yang luar biasa di dalam hidup orang tersebut. Bisa jadi seseorang itu sulit percaya sama Tuhan, karena pengenalan akan siapa diri-Nya masih belum diwahyukan pada orang tersebut. Tetapi bila Tuhan sudah mewahyukan, maka Dia akan menjamah hidup orang yang kita doakan. Tuhan sanggup untuk melakukan apa pun, karena Dia masih dan terus bekerja, sampai kemuliaan-Nya dinyatakan di dalam hidup kita.
Kuasa Penyerahan Diri.
Pada saat kita mau taat melakukannya, berkat apa yang kita alami di sepanjang hidup kita?
Pertama. Penyerahan Diri membawa kita pada hidup dalam ketaatan akan perintah Tuhan.
Seseorang yang menyerahkan hidupnya untuk dibentuk dan dipakai Tuhan, maka dirinya akan memulainya dengan ketaatan, sebagai satu langkah awal di dalam hidupnya.
“Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.“” (ayat 5).
Sikap Simon adalah sebuah tindakan penyerahan diri yang membawa pada langkah ketaatan di dalam hidupnya. Bila ada seseorang yang berkata bahwa dia mau menyerahkan diri pada Tuhan untuk dipimpin dan dipakai-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mau taat pada perintah-Nya, sekalipun hal ini memang adalah pekerjaan yang tidak mudah untuk dilakukan.
Tetapi satu langkah ketaatan kecil akan membawa setiap kita pada keintiman yang lebih dekat pada Tuhan, membuat kita dapat melihat bahwa hal ini adalah tanda penyerahan diri kita kepada Dia.
Saat kita angkat tangan dan berserah, maka Tuhan yang akan turun tangan dan memberi kemampuan. Tetapi saat kita merasa mampu, kita tidak mau berserah diri dan taat pada perintah-Nya, maka Tuhan tidak akan berbuat apa-apa.
Inilah yang harus menjadi salah satu bagian di dalam hidup orang percaya, penyerahan diri total pada Sang Pencipta hidup kita. Hal inilah yang nantinya akan membawa setiap kita untuk dapat melihat karya-Nya, dan juga gambaran yang jauh lebih besar di dalam hidup kita.
Kedua. Penyerahan Diri menyadarkan kita bahwa ketika kita mau hidup di dalam ketaatan, maka kita dapat melihat mukjizat Tuhan terjadi di dalam hidup kita.
Pada saat kita berserah kepada-Nya dan mau taat, maka mukjizat-Nya dapat terjadi karena ketaatan adalah langkah pertama bagi kita untuk dapat mengalami berbagai mukjizat Tuhan.
“Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.” (ayat 6-7).
Peristiwa yang dialami Simon dan teman-temannya telah mengubah cara berpikir kita bahwa, satu tindakan ketaatan kecil dapat mendatangkan mukjizat Tuhan yang sudah disediakan-Nya di dalam hidup setiap kita anak-anakNya. Ketaatan terhadap apa? Ketaatan terhadap setiap firman Tuhan di dalam Alkitab, yang kita baca di setiap harinya.
Karena itu sangatlah penting bagi kita untuk membaca firman-Nya di setiap pagi, yang nantinya dapat mengajar dan menuntun hidup kita di hari tersebut. Apa yang Dia ingin perkatakan melalui firman-Nya, dan kita mau taat melakukannya. Karena semua mukjizat-Nya dapat terjadi ketika kita mau melangkah di dalam ketaatan. Dan mukjizat tidak hanya terbatas pada apa yang kita alami saja, tetapi juga apa yang orang lain dapat alami. Semua terjadi ketika kita mau melangkah dalam ketaatan, untuk melakukan firman-Nya.
Ketiga. Penyerahan Diri membawa kita melihat bahwa setiap mukjizat Tuhan yang terjadi, membuat kita menyadari tentang kehebatan yang Tuhan miliki, dan keterbatasan yang kita manusia miliki.
Mukjizat itu berbicara tentang kehebatan Tuhan, bukan tentang kemampuan kita. Ketika Simon mengalami mukjizat-Nya dirinya berkata,
“Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” (ayat 8).
Kalau kita mengalami mukjizat-Nya, jangan pernah berbangga dengan hebatnya siapa kita dan berkat-berkatNya, tapi berbanggalah pada Pribadi dari Sang Pembuat mukjizat tersebut.
Selain itu, kita juga tidak boleh terjebak hanya sekadar berfokus dan menikmati berkat dan mukjizat dari Tuhan saja, tetapi kita harus memiliki dan melangkah dengan kerinduan untuk dapat mengabdi dan melayani Tuhan.
Inilah yang terjadi di dalam hidup Simon dan teman-teman nelayannya. Ketika hidup mereka berkelimpahan karena mendapat tangkapan ikan yang sangat banyak, mereka tidak berhenti hanya menikmati segala berkat itu saja, tetapi mau untuk melanjutkannya dengan melayani Tuhan Yesus,
“Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.” (ayat 10-11).
Tetapi jangan sampai kita mengikut Tuhan Yesus hanya karena Dia bisa kita jadikan sebagai “Pawang berkat” saja. Jangan berhenti hanya di tahap kita disembuhkan, dipulihkan, dan mendapatkan banyak berkat dari-Nya.. tetapi harus sampai pada tindakan kita mau mengiring Yesus dan menyerahkan segenap diri kita kepada-Nya.
Kerinduan untuk tetap setia di dalam melayani-Nya harus terus bertumbuh di dalam hati kita. Mukjizat Tuhan itu terjadi selain untuk menolong agar kita dapat melihat karya Tuhan yang besar di dalam hidup kita, juga untuk menuntun setiap kita agar dapat melayani-Nya dengan lebih baik.
Pengalaman hidup yang didasari dengan perjumpaan kita bersama Tuhan, itulah nantinya yang akan membawa kita untuk dapat melayani-Nya di dalam hidup ini. Entah yang kita alami baik ataupun kurang baik, tetapi pada saat kita menyadari ada keberadaan Tuhan yang menjaga dan menyertai hidup kita.. maka kita dapat melihat bahkan melalui pengalaman yang pahit sekalipun, kita dapat menyaksikan masih ada Tuhan yang setia, yang menyertai hidup kita.
Landasan Melayani Tuhan.
Inilah yang menjadi landasan di dalam kita melayani Tuhan, menyadari bahwa setiap apa yang terjadi dalam hidup kita,
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).
Setiap mukjizat yang diizinkan Tuhan terjadi di dalam hidup kita, dapat menarik kita untuk lebih sungguh lagi di dalam melayani Tuhan. Bahkan di setiap pengalaman yang diizinkan untuk kita alami, semuanya dapat dipakai Tuhan untuk menjadi kesaksian yang kuat di dalam hidup kita, untuk dapat menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkannya.
Kesaksian itu bukan karena kita menyaksikan orang lain yang mengalami kebaikan Tuhan saja, tetapi karena Tuhan sendiri juga sudah memulihkan hidup kita, bekerja bagi diri dan keluarga kita, bagi bisnis dan juga gereja kita. Mukjizat terjadi karena ada ketaatan yang kita kerjakan di dalam hidup ini. Landasannya adalah pengalaman kita berjumpa dengan pernyataan dari Tuhan. Pengalaman kita nantinya dapat diurapi dan dipakai Tuhan untuk dapat menjadi kesaksian hidup, untuk memberkati diri kita sendiri dan juga orang lain.
Bagi setiap kita yang hari-hari ini masih bergumul dengan masa lalu ataupun masalah di masa sekarang, jangan pernah lupakan bahwa Tuhan mengerjakan segalanya itu untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap kita.
Kuasa Penyerahan Diri bukanlah kuasa yang spektakuler, tetapi tindakan nyata di dalam hidup keseharian. Sebuah tindakan yang akan membawa kita pada ketaatan atas setiap perintah Tuhan yang tertulis di dalam firman-Nya / Alkitab. Pada saat kita taat, maka ada mukjizat-Nya yang akan terjadi. Dan semua mukjizat yang terjadi dapat menyadarkan kita bahwa Tuhan yang hebat itu masih bekerja di dalam dan melalui diri kita. Tetapi tidak berhenti hanya sampai di sana saja, Tuhan yang hebat juga menuntun setiap kita pada kesetiaan untuk dapat melayani Tuhan, di seumur hidup kita.
“Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).
Dia sudah menyerahkan yang terbaik yakni Anak-Nya yang tunggal bagi pengampunan dosa kita. Kristus telah menyerahkan hidupnya bagi kita yang seharusnya mati, terputus hubungan dengan Allah.. sekarang kita telah diperdamaikan karena kuasa penyerahan diri Kristus di atas kayu salib. Sehingga kita bisa mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat pribadi kita. Kita adalah orang-orang yang sudah ditebus oleh Kristus, dan mengalami keselamatan yang Tuhan sudah berikan.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments