Benny Solihin - Hosana! Hosana!
- mdcsbysystem
- 3 hari yang lalu
- 17 menit membaca
Catatan Khotbah: “Hosana! Hosana!” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Dr. Benny Solihin, di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 6 April 2025.
Menjelang perayaan Hari Paskah, kita selalu diingatkan peran dari Tuhan Yesus, Sang Juruselamat yang sudah menebus dosa-dosa kita. Dan hari ini kita akan belajar mengenai apa saja yang dirasakan dan dialami oleh Sang Mesias, dalam waktu satu minggu sebelum Diri-Nya menyelesaikan karya-Nya yang sempurna di atas kayu salib yakni, menebus dosa umat manusia.
Menyalahpahami Sang Mesias.
Pernahkah di dalam hidup, kita disalahpahami seseorang atau sekelompok orang? Bagaimana perasaan kita? Walaupun kita sudah berusaha untuk menjelaskan dengan sedemikian rupa, mereka tetap bersikeras bahwa kita itu sama seperti apa yang mereka tuduh, padahal semua yang mereka katakan tentang kita itu tidaklah benar. Lalu kita mulai merasa jengkel dan sakit hati, terlebih bila yang melakukannya adalah teman dekat atau sahabat kita, bahkan orang-orang yang selama ini sering kita bantu dan tolong. Kita menganggap mereka adalah orang-orang toxic, yang lebih baik kita jaga jarak dan jauhi saja.
Tetapi sebenarnya, kita mengalami pengalaman disalahpahami oleh orang-orang di sekitar ini hanyalah sekitar belasan kali, dan tidak terlalu sering di sepanjang hidup kita. Tetapi ada satu Pribadi yang di sepanjang hidup-Nya di atas muka bumi ini, Diri-Nya selalu disalahpahami. Bahkan di setiap zaman, oleh seluruh orang di dunia.
Nama-Nya adalah, Tuhan Yesus.
Contohnya, sering kali kita bertanya mengapa Tuhan begitu tega mengizinkan kita gagal dalam menyelesaikan studi. Padahal siapa yang gagal, dan Siapa yang disalahkan? Sedangkan bila dirunut, bisa jadi kita mengalami kegagalan di dalam studi diakibatkan oleh kita sering pergi ke kafe, dan tidak bersungguh-sungguh dalam belajar. Belajarnya hanya lima menit, sisanya banyak bergosip.
Pada saat kita mengalami kegagalan di dalam studi, justru kita marahnya sama Tuhan. Kita merasa bahwa ini semua gara-gara Dia. Padahal kita yang belajarnya kurang bersungguh-sungguh.
Contoh lainnya, terkadang kita ini mengalami kebingungan dan bertanya apa maunya Tuhan atas hidup kita. Selama ini kita sudah taat beribadah dan rajin memberi persembahan. Tetapi yang kita alami justru pekerjaan kita tidak berkembang, utang kita semakin menumpuk, bahkan ada yang sampai terlilit pinjaman online / pinjol.
Padahal yang namanya menjadi seorang pengusaha, kita harus tangguh dalam menghadapi proses jatuh bangunnya kehidupan. Selain itu, kita juga harus belajar mengelola keuangan dengan bijaksana.
Selain itu, bisa juga kita diizinkan mengalami kegagalan dalam membangun beberapa hubungan / relasi, menderita sakit penyakit, menghadapi anak-anak yang memberontak, dll.. dan melalui semuanya itu, kita menyalahkan Tuhan. Kita menganggap Dia itu sama seperti “keranjang sampah”, yang di mana semua rasa frustasi dan kejengkelan kita lemparkan kepada-Nya.
Di dalam keempat kitab Injil, dari awal Sang Mesias datang, mulai dari dikandung, dilahirkan, mengajar, bahkan sampai naik ke atas salib.. kehidupan-Nya selalu disalahpahami. Mulai dari murid-muridNya, ahli Taurat, orang Saduki.. bahkan pada saat Dia menyembuhkan dan mengusir setan pun, ahli Taurat dan orang Farisi menuduhnya kerasukan setan dan memakai kuasa Beelzebul (Matius 12:24, Markus 3:22, dan Lukas 11:15).
Tidak hanya di zaman-Nya saja, di zaman now, banyak orang “mengadili-Nya” hanya dengan pendapat dirinya sendiri,
“Bagaimana mungkin Allah dilahirkan menjadi seorang manusia?”
Padahal Dia adalah Allah yang Mahakuasa, dan kekuasaan-Nya tidak dapat kita batasi. Selain itu, pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah,
“Mengapa Allah mau menjadi manusia?”
Dari pertanyaan kedua kita akan menemukan betapa hati-Nya yang penuh dengan belas kasihan, terhadap kita anak-anakNya.
Minggu Terakhir di Dunia.
Di dalam Markus 11:1-11, Tuhan Yesus tahu bahwa ini adalah minggu terakhir kehadiran-Nya secara fisik di atas muka bumi ini. Karena itu Dia memutuskan bahwa ini adalah waktu yang terbaik untuk menunjukkan bahwa Diri-Nya adalah Sang Mesias yang diutus Allah, untuk menebus dosa dan menyelamatkan umat manusia.
Bila sebelumnya setelah Tuhan Yesus melakukan mukjizat, Dia selalu melarang orang-orang untuk memberitahukan apa yang sudah dilakukan-Nya dan menyebarkan jati Diri-Nya yang adalah Sang Mesias (Matius 12:16, 16:20, Markus 3:12, 8:30, Lukas 4:41, 5:14, 8:56, 9:21).. semua ini dilakukan karena Tuhan Yesus tahu bahwa belum saatnya orang-orang menerima kebenaran jati Diri-Nya.
Tetapi kini Dia mengajak murid-muridNya untuk masuk ke dalam kota Yerusalem, yang pada saat itu sedang mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Paskah, yang merupakan salah satu perayaan keagamaan penting bagi umat Yahudi untuk memperingati pembebasan mereka dari perbudakan bangsa Mesir.
“Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem, dekat Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. Dan jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.”” (Markus 11:1-3).
Bila kita yang menjadi dua orang murid-Nya, secara logika manusia kita pasti akan meragukan-Nya. Apakah Tuhan Yesus ini sudah pernah ke sana dan melihat langsung keledai tersebut? Bagaimana Dia tahu tentang keberadaan keledai itu?
“Merekapun pergi, dan menemukan seekor keledai muda tertambat di depan pintu di luar, di pinggir jalan, lalu melepaskannya. Dan beberapa orang yang ada di situ berkata kepada mereka: “Apa maksudnya kamu melepaskan keledai itu?” Lalu mereka menjawab seperti yang sudah dikatakan Yesus. Maka orang-orang itu membiarkan mereka. Lalu mereka membawa keledai itu kepada Yesus, dan mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya.” (ayat 4-7).
Dari ayat di atas kita mendapati bahwa dua murid tersebut mau taat, dan akhirnya mereka melihat memang benar ada seekor keledai muda yang tertambat di depan pintu luar. Padahal kalau dibilang ini hanyalah kebetulan, kesempatannya sangat kecil sekali untuk dapat terjadi.
Tetapi melalui semuanya itu, Tuhan Yesus mau menunjukkan bahwa Dia adalah Pribadi yang Mahatahu. Dia bukanlah manusia biasa. Walau Dia pernah meredakan angin ribut, membangkitkan orang mati, dan melakukan banyak mukjizat lainnya.. tetapi Dia tahu bahwa kehadiran-Nya secara fisik di dalam dunia ini, waktu-Nya sudah tidak lama lagi. Tuhan Yesus ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang benar-benar menjadi manusia. Dia adalah Raja dan Mesias yang datang untuk menebus dosa umat manusia.
Pada saat gereja Tuhan pertama-tama dibangun, dua murid yang disuruh Tuhan Yesus di dalam Markus 11:1 itu masih hidup dan terus berkarya. Sehingga Kekristenan dibangun di atas dasar fakta, bukan di atas dasar angan-angan, apalagi hasil karangan seseorang yang dibuat-buat atau bahkan sesungguhnya tidak pernah ada.
Biasanya orang-orang yang masuk ke dalam kota Yerusalem itu berjalan kaki, dan diperkirakan jumlah mereka pada saat itu puluhan ribu orang. Kalau mau naik keledai, pasti semuanya akan repot. Tetapi Tuhan Yesus tetap naik keledai untuk menggenapi ayat firman Tuhan,
“Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” (Zakharia 9:9).
Kata “seekor keledai beban yang muda” memiliki arti bahwa keledai tersebut belum pernah ditunggangi. Karena kebanyakan orang Yahudi adalah penghafal Taurat, maka saat mereka melihat Tuhan Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem dengan mengendarai keledai, mereka jadi teringat akan nubuatan yang disampaikan Zakharia.
Kebiasaan orang di zaman itu kebanyakan mereka mengendarai seekor kuda, karena hewan ini merupakan perlambang dari otoritas dan juga terlihat gagah berani. Sedangkan kalau seseorang mengendarai keledai, maka hal itu adalah perlambang dari kegagalan dan merupakan bentuk dari kelemahan. Tetapi Tuhan Yesus ingin menunjukkan bahwa Raja mereka telah datang, seorang Raja yang menggunakan otoritas-Nya dengan lemah lembut dan penuh kasih.
Dari Markus 11:1 dan ditulis dari berbagai sumber, jalur yang dilalui Tuhan Yesus pada saat itu adalah dari arah Betania, berhenti di Betfage, lalu menuju Yerusalem dan masuk melalui Gerbang Timur atau Gerbang Emas. Menurut tradisi bangsa Yahudi, Sang Mesias ini dikatakan akan datang dari Gerbang Timur, dan hal tersebut mengacu pada pernyataan yang ditulis di dalam Yehezkiel 44:1-3.
Hosana! Hosana!
“Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!”” (Markus 11:8-10).
Apa artinya Hosana?
Save us Lord / selamatkan kami Tuhan. Mereka berseru pada saat itu, karena mereka tahu bahwa Raja itu / Tuhan Yesus telah datang.
Walau Tuhan Yesus datang dengan lemah lembut, sama seperti penggambaran di Zakharia 9:9, tetapi sekali lagi kita mendapati bangsa Israel kembali menyalahpahami-Nya. Dalam pikiran mereka, Tuhan Yesus menjadi Raja yang kuat, yang dapat menyelamatkan dan membawa mereka mengalami kejayaan, sama seperti di masa pemerintahan raja Daud. Mereka berharap Tuhan Yesus akan membangun kekuatan militer yang kuat, dan mengusir penjajah Romawi dari negeri mereka.
Tetapi Tuhan Yesus datang dengan mengendarai keledai, Dia lemah lembut, dan tidak datang dengan motif kekerasan. Dia datang bukan untuk urusan politik dan menegakkan kerajaan di dunia, tetapi Dia datang untuk membebaskan manusia dari perbudakan dosa.
Sekali lagi, umat-Nya menyalahpahami kedatangan Raja mereka yang sesungguhnya.
Hal ini diibaratkan sama seperti ada calon pemimpin yang berpidato dengan penuh semangat dan membagikan visi serta misinya, calon pemimpin ini menginginkan adanya perubahan yang jauh lebih baik lagi di depannya. Tetapi para pendengarnya di dalam hati hanya menanti kapan waktunya mereka mendapat bantuan sosial / bansos dan sejumlah pemberian lainnya.
Sama seperti inilah Tuhan Yesus di dalam pandangan orang-orang Yahudi yang pada saat itu banyak mendengar dan selalu mengikuti Tuhan Yesus ke manapun Diri-Nya pergi. Mereka hanya menantikan kapan saatnya Dia bangkit untuk memimpin pemberontakan, dan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Romawi.
Pada suatu hari ada seorang jemaat yang selalu bertanya pada Pdt. Benny Solihin tentang apa saja. Memang tidaklah salah bila kita bertukar pikiran dengan pemimpin dan saudara rohani lainnya, yang hidup kerohaniannya dapat kita percayai.
Tetapi kita harus belajar dan bertumbuh dewasa secara rohani, memiliki pengenalan yang lebih karib dan semakin mendalam bersama-Nya, baik di dalam doa maupun pembacaan firman-Nya / Alkitab. Bukankah ada peran Roh Kudus yang selalu menuntun dan mengarahkan hidup kita untuk belajar dari berbagai sumber yang benar, dan pastinya yang tidak bertentangan dengan apa yang tertulis di dalam kebenaran firman-Nya?
Tak sedikit pula kisah yang mungkin sering kita dengar tentang beberapa jemaat yang pindah gereja hanya karena gereja asalnya kurang menarik topik khotbahnya, yang sering membahas tentang dosa dan pertobatan pribadi. Sedangkan di gereja yang baru, jemaat ini sering mendengar khotbah topiknya tentang berkat dan anugerah, tetapi tanpa disertai kekudusan dan meninggalkan dosa.
Sehingga orang-orang seperti ini hanya mencari gereja yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan, tidak lagi merindukan seperti apa yang Alkitab hendak ajarkan. Dan sedihnya, banyak gereja yang berlomba-lomba untuk menyediakan apa yang diinginkan orang-orang dengan model seperti ini, mereka tidak mau lagi mengejar apa yang membuat hati Allah disukakan.
Alkitab dengan jelas mengatakan,
“Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”” (Matius 16:24).
“Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” (Yakobus 5:12).
Apa yang Dia firman dan ajarkan itu berbeda dengan apa yang dunia ajarkan. Tetapi kita hanya menciptakan Allah yang kudus dan yang penuh kasih, hanya sebatas apa yang kita mau. Oke Dia adalah Allah yang kudus dan penuh kasih, tetapi Dia tidak boleh memerintah dan berdaulat penuh atas hidup kita, tidak boleh mengatakan kebenaran yang harus kita kerjakan, dan Dia tidak boleh menyinggung perbuatan dosa kita.
Sehingga kita hanya menjalani kehidupan rohani hanya di hari Minggu saja. Di hari lainnya, Tuhan tidak boleh mencampuri urusan kita.
Dirigen vs. Instrumen Mainan.
Dalam Matius 16:21-23, Tuhan Yesus mulai menyatakan pada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (ayat 21). Petrus yang mendengar pernyataan dari Tuhan Yesus menjadi marah dan tidak bersedia Dia diperlakukan seperti itu. Petrus merasa sebagai seorang Pemimpin, Tuhan Yesus tidak boleh menunjukkan kelemahan karena hal tersebut dapat mematahkan semangat dari tim yang dipimpin-Nya / murid-muridNya.
Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” (ayat 22).
Tetapi Tuhan Yesus tahu apa yang nantinya akan dihadapi di masa depan, dan semuanya masih berada dalam kemahatahuan, kendali, dan rencana terbaik-Nya. Tidak ada satu hal pun yang sifatnya dadakan dan kejutan bagi-Nya. Secara manusia, bila kita yang menjadi Tuhan Yesus di saat itu maka kita akan berterima kasih atas dukungan yang sudah diberikan Petrus, yang sepertinya memahami penderitaan yang harus dilalui.
Tetapi di ayat 23 ditulis,
Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Melalui ayat di atas, Petrus menginginkan model Mesias yang tidak perlu mengorbankan diri, tidak harus disalib, dan tidak menjalani hidup yang penuh dengan penderitaan. Petrus ingin agar Mesias itu harus persis sesuai dengan apa yang dirinya harapkan, yakni Mesias yang tampak gagah perkasa dan memimpin bangsa Israel untuk mengalahkan penjajahan Romawi.
Tetapi dari ayat 23 di atas kita belajar poin penting yang dapat menjadi perenungan bagi kita,
“..sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Apa maksudnya?
Hari-hari ini ketika mendengar pengajaran di gereja yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kita merasa bahwa Tuhan Yesus tidak seharusnya diberitakan seperti itu bagi hidup kita. Bahkan sering kali kita ini mengotak-ngotakkan Dia hanya sebatas apa yang kita mau. Kita tidak lagi memikirkan apa yang Allah pikirkan dan pelajaran apa yang hendak disampaikan, tetapi kita hanya memikirkan kepentingan diri sendiri saja.
Hal ini akan berpengaruh sampai pada kekekalan, karena nantinya kita akan menjumpai Dia tidak sama seperti gambaran yang kita miliki dan bayangkan selama ini. Bisa jadi selama ini kita memiliki gambaran yang di mana Allah itu selalu penuh kasih, selalu mengampuni, dan memahami apa saja yang kita perbuat. Tetapi jangan lupakan bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat, yang kudus, dan tidak bisa kita permainkan.
Karena itu, jangan serahkan pengenalan kita akan Dia kepada figur hamba Tuhan tertentu. Jangan juga hanya mendengar khotbah tentang Yesus, hanya sesuai dengan apa yang kita inginkan saja. Teruslah belajar dan memperdalam pengenalan kita akan Dia, sesuai dengan apa yang tertulis di dalam kebenaran firman-Nya / Alkitab.
Biarkan Allah yang menjadi Dirigen atas hidup kita, bukan menjadi instrumen mainan kita.
Ini adalah ketaatan yang mutlak. Biarkan Allah menjadi Allah yang berdaulat, dan memimpin hidup kita. Jangan menyetir Dia.
Sering kali kita mendengar pernyataan,
“Asal kita memiliki iman pada Tuhan, maka semua yang kita minta pasti dikabulkan.”
Tidak salah memang kalau kita memiliki iman pada Tuhan, tetapi kita juga harus belajar bahwa di dalam anugerah-Nya yang mulia dan karena kasih-Nya yang besar bagi setiap kita.. Dia memberikan yang terbaik sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya, bukan sesuai dengan apa maunya kita.
Kita memang memiliki Allah yang besar yang mengasihi setiap kita, sesuatu yang tidak mungkin bisa saja menjadi mungkin dan tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Tetapi kita juga tidak boleh melupakan bahwa ayat firman Tuhan,
“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Lukas 16:13).
Berhati-hatilah dengan motivasi kita ketika mengiring Tuhan. Apakah selama ini kita sudah mengejar Mamon, dan menjadikan Allah hanya sebagai sarana untuk mendapatkan Mamon?
Allah mengenal apa yang menjadi isi hati kita yang terdalam. Dia juga tahu apa saja yang menjadi kebutuhan di dalam hidup kita. Asal kita tetap setia dan mengasihi Dia dengan segenap hati, percayalah bahwa kita pasti dipelihara tepat pada waktu-Nya, walau tidak selalu dengan kelimpahan.
Sering kali kita juga mendengar pernyataan;
“Allah tidak pernah berhutang. Apa yang kita tabur, pasti akan kita tuai. Apa yang kita tanam, pasti akan dibuat-Nya berbuah.”
Sekali lagi kita harus berhati-hati, karena pernyataan di atas sama saja tidak ada bedanya dengan apa yang namanya investasi. Melalui pernyataan di atas, sama saja kita ini bergaul karib dengan Tuhan tujuan akhirnya hanyalah sekadar untuk mendapatkan Mamon. Dan semua yang kita lakukan selama ini bukan karena ingin mengasihi dan mengenal-Nya lebih dalam lagi.
Jangan menciptakan Allah hanya seperti apa yang kita inginkan. Dia adalah Allah, jadikan Dia Allah yang berdaulat dan memimpin hidup kita. Jangan mengikuti jejak Petrus yang berusaha menciptakan Mesias sama seperti yang dirinya mau.
Jalan Sunyi Menuju Kemuliaan.
“Sesampainya di Yerusalem Ia masuk ke Bait Allah. Di sana Ia meninjau semuanya, tetapi sebab hari sudah hampir malam Ia keluar ke Betania bersama dengan kedua belas murid-Nya.” (Markus 11:11).
Setelah momen kehebohan,
“Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi! (ayat 8-10).
Kalau kisah di atas ini dibuat menjadi sebuah film, ada seorang anak muda yang kedatangannya disambut penduduk sebuah kota dengan begitu meriah dan gegap gempita.. maka adegan selanjutnya seharusnya akan mengarahkan kita sampai pada alun-alun atau istana kerajaannya yang megah, di mana di dalamnya sudah disiapkan perjamuan besar untuk rakyat dan pesta pora untuk menyambut raja yang baru. Seharusnya, tempat tujuan akhirnya pasti lebih meriah dari saat Tuhan Yesus datang pertama kali di depan pintu gerbang kota Yerusalem.
Tetapi di balik semua kehebohan dan sambutan tersebut, Tuhan Yesus terus berjalan sampai masuk ke dalam Bait Allah, dan semakin lama tampak semakin sedikit orang-orang yang mengikuti-Nya. Sudah tidak ada lagi suasana pesta, penghormatan, anggur dan makanan berlimpah, tidak ada lagi tepuk tangan sukacita dan juga sorak-sorai. Semua orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing, hanya tersisa Tuhan Yesus yang terus berjalan menuju Bait Allah, dan ini dilakukan-Nya sampai hari sudah menjelang hampir malam.
Tujuan Tuhan Yesus yang sesungguhnya ketika masuk ke kota Yerusalem tidak hanya untuk menunjukkan bahwa Raja yang sesungguhnya itu sudah datang dan Diri-Nya adalah penggenapan dari kitab para nabi. Tujuan akhir Tuhan Yesus yang sesungguhnya adalah, Bait Allah sendiri.
Apa maksudnya?
Sekalipun tidak tertulis di dalam Alkitab, kita yakin bahwa Tuhan Yesus pasti di sepanjang usia hidup-Nya telah melihat berkali-kali perayaan Paskah diselenggarakan, dan juga Bait Allah di mana ada seorang Imam Besar yang ditulis dari berbagai sumber, memiliki tugas utama sebagai pemimpin keagamaan dan satu-satunya yang bisa masuk ke dalam Ruang Mahakudus (ruang paling dalam) untuk melakukan ritual penebusan dosa, sekali setahun pada hari Yom Kippur / hari raya penebusan dosa, dengan membakar dupa dan memercikkan darah hewan korban untuk menebus dosanya sendiri dan juga umat Israel.
Dalam konteks Kemah Suci / Bait Allah, Ruang Kudus adalah tempat di mana imam melakukan ibadah dan doa untuk umat, sedangkan Ruang Mahakudus (Holy of Holies) adalah tempat paling suci di mana Tabut Perjanjian (Ark of the Covenant) ditempatkan, dan hanya Imam Besar saja yang boleh masuk sekali dalam setahun.
Kedua ruangan ini dipisahkan oleh tirai (tabir), di mana tirai ini melambangkan pembatas tegas bahwa manusia tidak bisa dengan sembarangan menghampiri Allah di dalam Ruang Mahakudus, diakibatkan dosa-dosa mereka.
Ketika Imam Besar membuka tirai yang membatasi kedua ruangan dan masuk ke dalam Ruang Mahakudus, maka kekudusan Allah itu dengan segera melingkupi sang imam. Dirinya tahu bahwa tugasnya adalah memercikkan darah hewan korban untuk pengampunan dirinya dan juga bangsanya. Dia tahu bahwa Allah itu Mahakudus, dan kalau tidak ada sesuatu apa pun yang terjadi pada dirinya setelah melakukan tugas tersebut.. berarti korban penebusan itu diterima-Nya.
Setelah selesai melakukan tugasnya, Imam Besar ini harus menutup kembali tirai pembatas tersebut agar imam dan bangsa Israel tahu, ada pembatas antara Ruang Kudus dan Ruang Mahakudus. Agar seluruh umat manusia juga tahu, ada pembatas tegas antara Allah yang Mahakudus dengan manusia ciptaan-Nya yang berdosa.
Merobek Tirai Pembatas.
Tuhan Yesus tahu mengenai hal ini. Setelah sorak-sorai selesai, di dalam Bait Allah Dia merenung sendirian dan membayangkan bahwa Dia nantinya yang akan menjadi Imam Besar Agung. Tetapi yang menjadi perbedaannya kali ini adalah Dia tidak membawa hewan korban, tetapi membawa Diri-Nya sendiri untuk dijadikan pengampunan dosa atas seluruh umat manusia. Tempatnya tidak lagi berada di Ruang Mahakudus, tetapi di atas kayu salib. Tergantung di antara langit dan bumi, menjadi perantara pendamaian antara Allah dan manusia.
Firman Tuhan juga mengatakan,
“Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” (Ibrani 4:14-16).
Membayangkan semuanya itu, termasuk berbagai penderitaan yang harus dilalui-Nya.. bila kita yang mengalaminya, kita pasti akan mundur.
Tetapi Dia tahu akan apa yang menjadi misi-Nya ketika datang di atas muka bumi ini yakni, menjadi manusia untuk menebus dosa dan menyelamatkan kita semua yang sudah terancam menerima hukuman dari Allah, akibat dosa-dosa kita.
Di balik setiap hal yang nantinya harus dilalui, Dia membulatkan tekad-Nya untuk terus maju. Dia memberanikan Diri-Nya untuk tetap setia pada misi-Nya hingga di garis akhir, yakni mengorbankan nyawa-Nya.
Firman Tuhan berkata,
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Saat Dia melihat tirai pembatas, Dia tahu bahwa tirai tersebut nantinya akan sobek. Tidak ada lagi tirai, tidak ada lagi dosa yang dapat membatasi Diri-Nya dengan manusia ciptaan-Nya.
Firman Tuhan mengatakan,
“Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah..” (Matius 27:51, Markus 15:38, dan Lukas 23:45).
Ini adalah salah satu bukti terbesar dari kasih Sang Penebus bagi kita, dan hal ini tak bisa digagalkan apa pun juga. Firman-Nya berkata,
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (Yohanes 15:13-14).
“Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:38-39).
Betapa besarnya kasih dari Penebus kita, dan kalau kita dapat memahami betapa besar kasih-Nya maka tidak ada lagi hal di dunia ini yang dapat membuat kita kuatir dalam menjalani kehidupan ini.
Pada suatu hari ada seorang jemaat yang bercerita pada Pdt. Benny mengenai dirinya yang sukar untuk mengasihi orang lain, bahkan saudara kandungnya sendiri. Ternyata setelah ditelusuri lebih dalam, jemaat ini juga tidak bisa mengasihi dirinya sendiri.
Kita sering mendengar ajaran dari ilmu psikologi yang menekankan bahwa untuk dapat mengasihi orang lain dengan tulus, kita perlu terlebih dahulu untuk belajar mengasihi diri sendiri, yaitu dengan menerima, menghargai, dan peduli pada diri sendiri.
Tetapi bila melihat pada apa yang diajarkan firman Tuhan, yang kita lakukan terlebih dahulu adalah melihat betapa sayangnya Dia pada kita baru kita dapat mengasihi diri sendiri dan juga sesama. Dan harga kasih sayang-Nya adalah Dia membayar lunas penebusan atas dosa-dosa kita, dengan darah-Nya sendiri. Firman Tuhan mencatat,
“Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45).
Kesaksian Pdt. Dr. Benny Solihin.
Ketika Pdt. Benny menyetir dari kota Malang menuju Surabaya, dirinya menyembah Tuhan di dalam mobil dan dipenuhi kasih-Nya. Pada saat itu dirinya berkata kepada-Nya,
“Seandainya hidupku sudah tidak memiliki apa-apa lagi, ingatkan aku selalu ya Tuhan, tentang penebusan yang sudah dikerjakan Kristus dari atas kayu salib. Itu semua cukup bagiku..”
Bagaimana mungkin kasih karunia Tuhan yang begitu besar itu diberikan pada kita yang sesungguhnya, tidak layak menerimanya? Kasih sayang-Nya itu jauh lebih besar dari apa yang kita pernah bayangkan sebelumnya.
Karena itu izinkan kasih Allah selalu menjamah dan memperbarui hati dan hidup kita, di setiap harinya. Datanglah selalu kepada-Nya. Mintalah ampun atas segala dosa yang sudah kita perbuat.
Pdt. Benny juga diingatkan 48 tahun yang lalu, dirinya adalah seorang pendosa dan tidak layak untuk menerima pengampunan-Nya. Tetapi Tuhan menghampiri dan memeluk dirinya seraya berkata,
“Benny, serusak-rusaknya dirimu merasa.. Aku Tuhan, tetap mengasihimu. Dalam kelemahanmu, izinkan kasih karunia-Ku terus bekerja untuk memulihkan, dan itu cukup bagimu..”
Hanya orang-orang yang memiliki cukup kerendahan hati yang mau untuk terus datang kepada-Nya, dan tidak melewatkan kasih karunia-Nya dengan begitu saja. Apa pun keadaan kita, tetaplah datang menghampiri-Nya. Kita adalah anak-anakNya, Dia yang memegang tangan dan juga masa depan di dalam hidup kita.
Dia adalah Raja dan Mesias yang telah dinubuatkan para nabi, di dalam Perjanjian Lama (PL). Dia agung, mulia, dan Pencipta hidup kita yang memiliki kuasa.. tetapi Dia mau menjadi manusia sama seperti kita. Dia datang dengan tujuan,
“Untuk memikul dan menggantikan hukuman Allah yang seharusnya kita tanggung, dan memulihkan hubungan kita bersama dengan-Nya.”
Firman Tuhan mencatat,
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:5-11).
Karena itu kita tidak bisa datang dan menjalani segala hal yang terjadi di dalam hidup kita dengan kekuatan kita yang terbatas. Selain itu, tidak ada seorangpun yang datang dan ditolak Tuhan. Dia mau dan mampu untuk mengampuni setiap kita yang berdosa, karena setiap dosa kita sesungguhnya sudah ditanggung-Nya dari atas kayu salib.
Sudah Selesai!
“Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.” (Yohanes 19:30).
Bersediakah kita berkata kepada-Nya,
“Tuhan Yesus, aku menyadari bahwa diriku adalah seorang yang berdosa dan membutuhkan Juruselamat. Karena itu, aku mau mengakui dan menerima-Mu sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadiku. Masuklah ke dalam hatiku dan ampunilah dosa-dosaku, yaa Tuhan. Hatiku selalu gelisah, watakku kurang baik karena selama ini aku telah hidup di dalam dosa. Tetapi, masuklah ke dalam hatiku yaa Tuhan. Sucikan hidupku dari segala dosa, dan bersihkanlah diriku. Aku percaya bahwa Engkau Tuhan adalah Penebusku, dan Engkau sanggup untuk menjamah dan mengubah hidupku menjadi baru.
Seumur hidupku, aku mau hidup untuk menyatakan kemuliaan-Mu. Amin..”
Percayalah bahwa kita sudah diampuni dan disucikan dari segala dosa kita. Firman Tuhan mengatakan,
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.” (1 Yohanes 1:9-10).
Sebagai anak-anakNya yang terkasih, kita tidak akan pernah dilupakan. Izinkan Dia yang selalu memegang tangan dan masa depan di hidup kita. Bersama Dia masih ada jalan keluar. Dia tidak pernah berhenti mengasihi setiap kita. Dia yang akan menunjukkan dan memberikan jalan keluar yang terbaik, bagi setiap kita.
Setelah hati dan hidup kita dipenuhi kasih-Nya, jangan berhenti hanya sampai di titik ini saja. Tetapi lanjutkan dengan kita mau untuk menyemai kasih Tuhan pada orang-orang yang membutuhkan, sehingga melalui hidup kita, nama Tuhan nantinya yang akan dipermuliakan.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Kommentare