Catatan Khotbah: Berbuah dalam Masa Pembuangan. Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Benny Koesno, di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan pada Tgl. 29 September 2024.
Kalau kita berbicara tentang masa pembuangan, maka hal ini pastinya berbicara tentang masa yang tidak enak, tidak nyaman, dan tidak ada seorangpun yang mau untuk tinggal dan berbuah di masa ini. Bahkan bila bisa memilih, maka setiap dari kita pastinya akan memilih untuk berbuah di masa yang enak dan yang menyenangkan hati.
Di dalam masa pembuangan ini, kita dapat menemukan ada dua macam orang.
Tipe yang pertama adalah seseorang yang dianggap tidak memiliki kemampuan apa-apa, dan bisanya hanya dianggap menyusahkan orang lain.
Di dalam dunia, kebanyakan orang dengan tipe ini cenderung disingkirkan dan dijauhi oleh sekitarnya, karena dianggap tidak memiliki fungsi / kegunaan.
Tipe yang kedua adalah seseorang yang keberadaannya dianggap “membuat sulit” orang-orang dan juga keadaan sekitarnya, karena dirinya memiliki kelebihan di atas “orang-orang normal”.
Tipe yang kedua ini adalah tipe seseorang yang dianggap “tidak normal”, dan bisa jadi ada beberapa orang yang memanfaatkan dirinya, tetapi ada juga yang malas serta menghindarinya.
Cerita Bermula: Yusuf Dijual di Pasar Budak.
Yusuf juga pernah mengalami masa pembuangan, dan mungkin kisahnya ini adalah kisah klasik yang sering kita dengar sebelumnya. Di dalam rumahnya, Yusuf dianggap tidak normal dan berbeda, serta dibenci saudara-saudaranya karena ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, sehingga bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah (Kejadian 37:5). Selain itu, Yusuf juga bercerita dua kali tentang “mimpi aneh” yang didapatnya kepada orang-orang yang berada di dalam rumahnya (ayat 6-11).
“Ketika ada saudagar-saudagar Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh syikal perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir.” (ayat 37:28).
Ayat di atas adalah cerita awal yang dimulai pada saat Yusuf masih berusia remaja, di mana dirinya terkejut dan tidak percaya melihat orang-orang terdekat yang seharusnya menjaga dan melindunginya, mereka malah membuang dan menjual dirinya ke bangsa asing.
“Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja.” (ayat 37:36).
Pada zaman itu, seorang budak bisa berasal dari orang biasa yang menjual dirinya atau dijual orang lain, atau bisa jadi merupakan seorang tawanan perang. Apa pun latar belakangnya, mereka berkumpul dan dijual di pasar budak. Budak sendiri memiliki dua kategori, yang pertama dirinya dapat bekerja di dalam rumah. Kategori yang kedua, dirinya memiliki tugas berat dan melakukan pekerjaan kasar di luar rumah.
Itulah sebabnya di pasar budak, seseorang bisa jadi akan dilucuti seluruh pakaiannya agar calon pembelinya dapat memeriksa, apakah di tubuhnya terdapat cacat / tidak. Melalui cara inilah yang akan menentukan berapa harga yang pantas, dan juga di mana budak tersebut nantinya akan diletakkan untuk bekerja. Sedangkan Yusuf sendiri adalah anak orang kaya, keadaan tubuhnya pasti terawat, dan tidak memiliki cacat cela. Sehingga Yusuf dapat bekerja di dalam rumah Potifar.
Belajar dari kehidupan Yusuf, kita dapat melihat bagaimana cara Tuhan bekerja dan mempersiapkan dirinya untuk mimpi yang sudah didapat, bukan dengan berbagai hal yang menyukakan dirinya. Sering kali cara Tuhan bekerja dan mengintervensi hidup kita itu tidak selalu melalui mukjizat, ataupun hal-hal yang mengenakkan hidup kita.
Memang, kita lebih suka untuk melihat dan mengalami mukjizat “air menjadi anggur” dan juga berbagai mukjizat lainnya.. tetapi melalui kisah Yusuf, kita dapat belajar bahwa Tuhan telah menuntunnya melalui keadaan biasa-biasa saja, bahkan yang tidak mengenakkan dirinya, tetapi dapat menghasilkan perkara luar biasa.
Providensia Ilahi.
Cara Tuhan memimpin umat-Nya sering kali melalui providensia, yakni sebuah cara di mana Dia mengetahui dan dapat melihat apa yang terjadi di masa yang akan datang. Dia adalah Allah yang setia, yang sanggup memelihara hidup kita dengan penuh kasih serta membimbing kita di dalam perjalanan iman, untuk dapat menggenapi tujuan dan rencana-Nya yang mulia di dalam hidup kita.
Dan cara Tuhan memimpin Yusuf untuk menggenapi mimpi yang Dia sudah berikan di dalam hidupnya adalah dengan melalui hal-hal yang bahkan mengarah ke arah yang tidak disukainya, seperti dikhianati saudara-saudaranya, bahkan dijual sampai ke pasar budak di Mesir.
Untuk cerita selanjutnya, bukanlah sebuah perkara kebetulan belaka bila di pasar budak tersebut yang membeli Yusuf adalah Potifar, kepala pengawal dari Firaun yang membutuhkan seorang budak untuk dapat bekerja di dalam rumahnya.
“Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu.” (39:2).
Sekalipun Yusuf merasa tidak ada bedanya, apakah dirinya nanti akan bekerja menjadi seorang budak yang ditaruh di dalam ataupun di luar rumah.. tetapi dari ayat firman Tuhan di atas mengatakan, bahwa Tuhan itu menyertai hidup Yusuf.
Sering kali kita memiliki anggapan kalau seseorang yang hidupnya disertai Tuhan itu berbicara tentang semua usaha yang dilakukannya berhasil, selalu mengalami keadaan enak dan tidak mengalami hal buruk, dari satu toko berkembang menjadi lima toko, di dalam pelayanan mencapai ketenaran, dll.
Memang benar semua hal di atas adalah berkat dan penyertaan dari Tuhan, tetapi kita harus belajar bahwa penyertaan-Nya tidak boleh kita batasi dengan hal-hal yang baik saja.
Penyertaan dari Tuhan juga masih terjadi di dalam hidup bahkan ketika kita diizinkan harus melalui berbagai “lembah kelam” di mana kita berada di dalam keadaan buruk dan tidak nyaman, bergumul dengan sakit penyakit yang tak kunjung sembuh, memiliki masalah keluarga dan juga finansial, serta bisa jadi kita sudah tidak tahu lagi harus mengambil langkah seperti apa, untuk hari esok.
Satu Pergumulan. Satu Doa Iman Harian.
Terkadang kita juga merasa, kita ini tahu selalu ada pertolongan Tuhan di masa-masa yang sulit, tetapi kita masih tetap saja harus menjalani “satu pergumulan dan satu doa iman di setiap harinya”. Sering kali kita bertanya pada Tuhan, mengapa Dia tidak langsung saja memberi kita breakthrough / terobosan di dalam bidang finansial dan memberi kita banyak berkat-Nya, sehingga kita tidak perlu lagi berdoa meminta di setiap harinya.
Ada cerita seseorang yang hidupnya mengalami banyak proses dan pergumulan di setiap harinya, tetapi dirinya terus berdoa, dan melihat bagaimana pemeliharaan Tuhan yang ajaib dan setia itu terjadi atas hidupnya dan keluarganya. Bisa jadi secara finansial dirinya masih mengalami pergumulan, secara hitung-hitungan manusia tidak masuk, tetapi bersama keluarganya dia tetap sehat, dan tidak pernah sakit. Ada damai dan sukacita Tuhan yang berlimpah di dalam keluarga tersebut.
Kita dapat belajar bahwa Yusuf disertai Tuhan, apa pun yang dikerjakannya dibuat Tuhan berhasil. Tetapi Yusuf tetap menjadi seorang budak. Alkitab lebih lanjut mencatatnya pada kita,
“Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf. Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang.” (39:3-5).
Bisa jadi di dalam benaknya, Yusuf berpikir pada suatu hari nanti dirinya bisa bebas dan menjadi seorang merdeka. Yusuf membayangkan dia tidak harus lagi mengerjakan berbagai pekerjaan budak, dan dapat kembali pulang ke rumah ayahnya. Karena itulah Yusuf bertekad untuk terus menjadi orang baik dan bisa jadi, terus berdoa agar keinginannya dapat segera dikabulkan Tuhan.
Yusuf dan Istri Potifar.
Tetapi sekali lagi, cara Tuhan dalam menolong hidup Yusuf untuk menggenapi mimpi yang diberikan Tuhan adalah dengan mengizinkan istri dari Potifar jatuh hati kepada Yusuf,
“Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: “Marilah tidur dengan aku.”” (39:7).
Di ayat di atas kita dapat membaca bahwa istrinya Potifar berusaha menggoda Yusuf. Tetapi karena memiliki integritas, Yusuf menolaknya,
“Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (39:8-9).
Singkat cerita, karena Yusuf tidak mau merespon bujukan dan rayuannya, pada akhirnya istri Potifar memfitnah Yusuf, mengatakan pada seisi rumahnya dan juga pada Potifar, bahwa Yusuf telah mempermainkan dirinya (39:10-19). Sekalipun demikian, Tuhan masih bekerja di dalam setiap peristiwa yang dialami Yusuf,
“Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.” (39:20).
Yusuf dimasukkan ke dalam penjara, tetapi ini bukanlah penjara biasa tempat para penjahat dan perampok bengis, melainkan tempat khusus tahanan raja dan bisa juga, tahanan politik.
Kita mungkin berkata bahwa hanya kebetulan semata atas semua hal yang terjadi di dalam hidup Yusuf, dan juga hidup kita. Tetapi sesungguhnya di dalam setiap kebetulan yang terjadi di dalam hidup kita, ada tangan Tuhan yang terus bekerja di dalam segala sesuatu hal yang sedang kita jalani.
“Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu. Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya. Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil.” (39:21-23).
Yusuf sekarang statusnya telah menjadi tahanan penjara akibat fitnah dari istri Potifar. Tetapi kita membaca di ayat di atas masih ada penyertaan dari Tuhan, dan malah apa yang dikerjakan Yusuf itu diperbuat-Nya berhasil.
Juru Roti dan Juru Minuman Raja.
Di pasal 40, juru minuman raja Mesir dan juru rotinya membuat kesalahan terhadap tuannya, raja Mesir itu, maka murkalah Firaun kepada kedua pegawai istananya, kepala juru minuman dan kepala juru roti itu. Dia menahan mereka dalam rumah kepala pengawal raja, dalam penjara tempat Yusuf dikurung. Dan kepala pengawal raja menempatkan Yusuf bersama-sama dengan mereka untuk melayani mereka. Demikianlah mereka ditahan beberapa waktu lamanya (ayat 1-4).
Hingga suatu hari bermimpilah juru minuman maupun juru roti raja Mesir, yang ditahan dalam penjara itu masing-masing ada mimpinya, pada satu malam juga, dan mimpi masing-masing itu ada artinya sendiri. Tetapi Yusuf dengan hikmat yang sudah Tuhan berikan kepadanya, dapat mengartikan mimpi tersebut. Yusuf juga berpesan pada juru minuman agar mengingatnya,
“Tetapi, ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini. Sebab aku dicuri diculik begitu saja dari negeri orang Ibrani dan di sinipun aku tidak pernah melakukan apa-apa yang menyebabkan aku layak dimasukkan ke dalam liang tutupan ini.” (ayat 14-15).
Dan terjadilah, juru roti dan juru minuman mengalami sesuai dengan apa yang diartikan Yusuf pada mereka. Selanjutnya Alkitab mencatat,
“Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya.” (ayat 23).
Di ayat di atas dikatakan pada kita bahwa Yusuf ini dilupakan, sebab juru minuman kembali sibuk bekerja di posisinya, dan di pasal 41:1 kita mendapati bahwa Yusuf dilupakan sekitar dua tahun lamanya. Memang tidak enak rasanya ketika dilupakan oleh seseorang yang sudah sangat kita bantu. Meski demikian, Tuhan masih terus bekerja dalam hidup Yusuf, dan juga di hidup kita.
Seandainya juru minuman pada saat keluar dari penjara langsung menceritakan kisah Yusuf kepada Firaun, maka bisa jadi Yusuf dapat segera keluar dari penjara, dan dia akan langsung pulang ke rumah ayahnya. Sehingga kita tidak tahu bagaimana kisah selanjutnya, bisa jadi tujuh tahun kelimpahan dan kelaparan tetap datang, tetapi arah sejarah dari kehidupan bangsa Israel dan juga bangsa-bangsa lainnya pasti ikut berubah.
Penyertaan dari Tuhan tidak selalu berbicara bahwa semua keadaan pasti akan dibuat baik-baik saja. Bisa saja kita tetap disertai Tuhan, tetapi kita juga dilupakan oleh orang-orang yang seharusnya mengingat kebaikan kita. Dan Tuhan memang tetap mengizinkan semua hal ini terjadi untuk mengajarkan kita sesuatu, dan untuk membuat kita hanya berharap kepada-Nya saja.
Mimpi Sang Raja.
“Setelah lewat dua tahun lamanya, bermimpilah Firaun, bahwa ia berdiri di tepi sungai Nil.” (41:1).
“Pada waktu pagi gelisahlah hatinya, lalu disuruhnyalah memanggil semua ahli dan semua orang berilmu di Mesir. Firaun menceritakan mimpinya kepada mereka, tetapi seorangpun tidak ada yang dapat mengartikannya kepadanya.” (ayat 8).
Dua tahun kemudian, Firaun bermimpi dan dia segera memanggil semua ahli serta semua orang berilmu di Mesir, yang bisa mengartikan apa arti dari mimpinya. Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Tuhan harus menunggu waktu selama dua tahun untuk memberikan mimpi? Kenapa tidak dua minggu saja, setelah juru minuman tersebut dibebaskan dari penjara dan Tuhan bersegera memberi mimpi tersebut pada Firaun?
Kita tidak tahu apa alasan tepatnya, tetapi satu hal yang pasti, Tuhan tahu apa yang terbaik bagi hidup Yusuf dan juga orang-orang di masanya. Tuhan sudah mengatur dengan detail setiap kisah yang nantinya akan terjadi di dalam hidupnya, untuk menggenapi semua mimpi yang pernah didapatnya pada saat dirinya masih di rumah ayahnya.
Selama dua tahun masa penantian sebelum Firaun mendapat mimpi, Yusuf tetap berada di dalam penjara, menunggu dengan setia tanpa ada kepastian apa pun dan kapan dirinya bisa keluar dari balik penjara tersebut. Kita tahu Yusuf harus menunggu selama dua tahun di penjara karena kita sudah membaca keseluruhan kisah dan hasil akhirnya di dalam Alkitab. Tetapi Yusuf tidak tahu bagaimana, dan kapan kisahnya akan berakhir.
“Kata Firaun kepada Yusuf: “Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.” Selanjutnya Firaun berkata kepada Yusuf: “Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir.”” (41:39-41).
Kita semua setuju, apa yang dialami Yusuf dari momen di rumah ayahnya sampai pada momen Firaun menunjuk dirinya untuk menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir.. ini semua pasti ada campur tangan dan juga penyertaan dari Tuhan. Oleh karena itu kisah Yusuf dapat membantu bagaimana perspektif / sudut pandang yang kita miliki, melihat cara kerja Tuhan atas orang-orang yang memiliki tujuan khusus di dalam hidupnya.
Selama ini kita berpikir kalau hidup disertai Tuhan, semua keadaan pasti menyenangkan dan berjalan dengan baik-baik saja. Tetapi kita melihat dari kisah yang dialami Yusuf, seburuk apa pun keadaan yang dialaminya.. Tuhan itu tetap setia menyertainya. Dalam keadaan tersulit sekalipun, Dia tidak pernah melepaskan gandengan tangan-Nya pada Yusuf, dan tentunya pada tangan kita juga.
Alkitab juga tidak pernah menjanjikan bahwa anak-anak Tuhan tidak akan pernah mengalami masalah sedikitpun, di dalam hidupnya. Bahkan sekelas Rasul Paulus sendiri juga mengalami,
“Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat.” (2 Korintus 11:23-28).
Padahal Paulus adalah seorang rasul, bisa jadi kita mungkin berpikir apakah Tuhan ini tidak bisa memberitahunya untuk mengambil jalan lain, sehingga Paulus tidak perlu mengalami semua hal yang tidak mengenakkan di atas? Tetapi tetap saja, Tuhan mengizinkan semua itu terjadi untuk mengajar Paulus bahwa apa pun yang dialaminya, enak ataupun tidak, suka ataupun tidak.. Paulus tetap harus melalui semuanya itu dengan satu keyakinan bahwa, Tuhan tetap setia menyertai dan tidak pernah meninggalkannya sendirian.
Kesaksian Pdt. Benny Koesno.
Pada suatu hari, Pdt. Benny menderita sakit tetapi tidak tahu apa penyakitnya. Sudah diperiksa ke banyak dokter, sudah banyak meminum obat, tetapi hasilnya tak kunjung membaik. Sampai ada beberapa jemaat yang memberitahunya, mungkin sekiranya ada dosa yang tidak disadari, dan yang sudah diperbuatnya. Pdt. Benny mencoba untuk mengingat, memeriksa hati, dan mengakui semua di hadapan Tuhan.. tetapi tetap saja penyakitnya tak kunjung sembuh. Bahkan ada seseorang yang dengan begitu kejamnya mengatakan bahwa, Tuhan sudah meninggalkan dirinya.
Ketika Tuhan mengizinkan keadaan buruk terjadi di dalam hidup, hal itu bukan karena Tuhan sudah tidak sayang dan meninggalkan hidup kita, tetapi Dia sedang berjalan bersama dan sedang mengajar kita sesuatu. Kebaikan dan perkenanan dari-Nya sama sekali tidak diukur dan tidak bergantung dari bagaimana keadaan yang sedang kita alami.
Berbuah dalam Masa Pembuangan.
“Sebelum datang tahun kelaparan itu, lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki, yang dilahirkan oleh Asnat, anak Potifera, imam di On. Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: “Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku.”” (Kejadian 41:50-51).
Ketika Yusuf memberi nama anaknya, Manasye, hal ini dikarenakan Tuhan telah membuatnya lupa atas segala kesukaran dan lupa akan rumah bapanya. Bukan berarti Yusuf tiba-tiba mengalami amnesia / lupa ingatan, tetapi Tuhan sendiri yang terus memampukan dan membuat dirinya tidak lagi berfokus pada apa yang telah terjadi di masa lalu di hidupnya yakni, dibuang, dikhianati, dan disingkirkan oleh saudara-saudaranya.
Memang ada beberapa hal buruk yang diizinkan Tuhan terjadi di dalam hidup Yusuf, tetapi dirinya tidak membiarkan apa yang terjadi di masa lalunya mendefinisikan siapa jati dirinya.
“Dan kepada anaknya yang kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: “Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku.”” (41:52).
Pada saat Yusuf memiliki anaknya yang kedua, dia memberinya nama Efraim, sebab Tuhan telah membuat dia mendapatkan anak di dalam negeri kesengsaraannya, yakni pada masa pembuangan dirinya di tanah Mesir. Hal ini berbicara tentang, di masa sulit sekalipun, Tuhan sanggup untuk membuat dan memampukan dirinya untuk dapat berbuah. Bukan berarti kalau kita berada di dalam keadaan yang sulit, kita tidak dapat lagi berbuah. Kita bisa berbuah, karena ada tangan Tuhan yang memberkati dan menyertai kita.
Jadi ada dua pelajaran yang dapat dipelajari Yusuf selama dirinya berada di tanah Mesir,
Pertama. Tuhan mengajar Yusuf untuk tidak berfokus dan tidak tinggal terlalu lama di dalam momen masa lalunya yang pahit. Kedua. Tuhan memampukan hidup Yusuf untuk dapat berbuah, bahkan di masa-masa tersulit di dalam hidupnya.
Berkat Ganda dari Israel.
“Maka sekarang kedua anakmu yang lahir bagimu di tanah Mesir, sebelum aku datang kepadamu ke Mesir, akulah yang empunya mereka; akulah yang akan empunya Efraim dan Manasye sama seperti Ruben dan Simeon. Dan keturunanmu yang kauperoleh sesudah mereka, engkaulah yang empunya, tetapi dalam pembagian warisan nama mereka akan disebutkan berdasarkan nama kedua saudaranya itu.” (48:5-6).
Yusuf mendapat berkat ganda dari ayahnya. Dirinya mendapat berkat (49:22-26), kedua anaknya juga mendapat berkat dari Israel, kakeknya (48:15-16, 19-20). Dan hal ini mengajar kita, di tempat di mana Yusuf merasa tidak nyaman, dalam keadaan yang buruk, dan berada di masa pembuangan.. Tuhan itu tetap setia dan sanggup untuk membawa Yusuf masuk ke dalam jalan kemenangan-Nya.
Maka dari itu, izinkanlah Tuhan yang sama yang telah menuntun dan memberkati Yusuf, juga Tuhan yang sama yang terus menuntun dan memberkati hidup kita. Dia adalah Tuhan yang setia.
Pandangan Allah Jauh ke Depan.
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (50:20).
Yusuf tahu apa yang sudah diperbuat saudara-saudaranya adalah hal yang jahat, tetapi dirinya tidak membatasi kuasa Allah untuk terus bekerja di dalam hidupnya, dengan cara dan hikmat-Nya. Sekalipun semua saudaranya merencanakan yang jahat, tetapi Tuhan sanggup untuk mengubahnya menjadi rencana yang baik, bagi kemuliaan-Nya.
Melalui apa yang dialami Yusuf, kita juga dapat belajar bagaimana perlakukan orang-orang di sekitar hidup kita. Mungkin selama ini mereka telah memperlakukan kita dengan cara yang jahat, curang, dan tidak adil.. tetapi Tuhan itu masih sanggup untuk “memakai” semuanya itu dan mengubahnya menjadi maksud yang baik.
Dalam konteks kisah Yusuf, melalui apa yang dialaminya Tuhan itu sanggup mengubah semua kisahnya untuk mendatangkan kebaikan tidak hanya bagi dirinya saja, yakni agar Yusuf dapat menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, tetapi juga memelihara hidup bangsa yang besar.
Sebelumnya Yusuf tidak pernah memiliki bayangan bahwa dirinya akan dijual saudara-saudaranya, bekerja menjadi seorang budak Potifar, dan sampai pada akhirnya ditunjuk Firaun untuk menjadi kuasa atas seluruh Mesir. Tetapi Tuhan itu tahu sejak semula, bahwa Yusuf perlu untuk berada di Mesir. Dia harus memproses dan mempersiapkan Yusuf sebelum menjadi seorang pemimpin besar.
Karena pada suatu hari kelak akan terjadi tujuh tahun kelimpahan dan disusul dengan tujuh tahun kelaparan. Keluarga Yusuf, keluarga di Mesir dan juga Kanaan nantinya mereka membutuhkan makanan. Selain itu, mereka semua juga membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kasih dan integritas, serta penuh dengan hikmat Tuhan untuk dapat mengatur dan mengelola dengan bijaksana apa saja yang akan terjadi di dalam masa tujuh tahun kelimpahan dan juga tujuh tahun kelaparan tersebut.
Oleh karena itu Yusuf muda yang baru mendapat mimpi dari Tuhan harus diproses dan didewasakan, dirinya harus dipersiapkan untuk nantinya menjadi kuasa atas seluruh Mesir. Bagaimana caranya? Tuhan bisa memakai banyak hal, termasuk dengan berbagai cara yang tidak disukai, dan tidak pernah dibayangkan Yusuf sebelumnya.
Kita juga melihat bagaimana cara Tuhan Yesus menyelesaikan misi-Nya di atas muka bumi ini. Dia tidak hanya memberitakan kabar baik dan mengadakan banyak mukjizat saja, tetapi Dia juga ditolak ciptaan-Nya, dikhianati salah satu murid dan saat ditangkap ditinggalkan murid-muridNya, disalib.. melaluinya kita dapat belajar bahwa ada saatnya kita tidak suka dengan hal-hal yang membuat kita tidak nyaman, tetapi Tuhan bisa memakai semuanya itu untuk menunjukkan bahwa Dia adalah satu-satunya Tuhan yang berdaulat atas hidup, dan Dia mau mendewasakan kita.
Tuhan bisa memakai apa yang tampak jahat di pandangan manusia, untuk diubah dan menunjukkan pada kita bahwa Dia sanggup untuk melakukan apa yang baik di dalam hidup anak-anakNya. Firman Tuhan mengatakan,
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).
Jeruk di Pasar Vs. Jeruk di Hotel.
Jeruk peras di pasar harganya tidak seberapa mahal, tetapi bila nantinya akan dijual menjadi minuman di hotel berbintang lima, harganya bisa berubah berlipat kali ganda. Apakah yang membedakannya? Jeruk tersebut harus diproses terlebih dahulu, yakni dengan cara diperas.
Demikian pula dengan Yusuf, dirinya di usia remaja telah mendapat mimpi yang merupakan gambaran dan rencana Tuhan di masa depan atas hidupnya. Tetapi hidupnya harus diproses dan didewasakan Tuhan terlebih dahulu, agar nantinya dapat menjadi seorang pemimpin yang bijaksana. Dirinya harus melewati berbagai hal yang tidak mengenakkan, dan melihat bagaimana Tuhan tetap mengizinkan orang-orang tertentu melakukan berbagai hal buruk di dalam hidupnya.
Seharusnya kita berterima kasih terhadap orang-orang yang sudah berlaku tidak baik terhadap kita, terhadap berbagai hal yang tidak mengenakkan terjadi di dalam hidup kita.. karena bagaimanapun juga, semuanya itu adalah bagian dari proses dan persiapan Tuhan agar kita dapat sampai ke tempat, di mana Dia mau kita berada.
Ada masa di mana kita tidak mengerti, sepertinya kita ini dibiarkan sendirian di dalam masa pembuangan, dan kita ditinggalkan. Tidak ada seorangpun yang mau mengerti apa yang kita rasa dan alami. Bahkan pada saat kita berdoa, sepertinya Surga itu sunyi dan tidak memberikan respon apa-apa terhadap segala doa yang sudah kita panjatkan. Tetapi bila kita mau sedikit lebih sabar dan memberi perhatian, kita masih bisa melihat tanda-tanda penyertaan Tuhan di dalam hidup kita.
Alih-alih mendapat berkat breakthrough / terobosan, mungkin hari-hari ini kita masih harus berjuang untuk menaikkan doa iman harian. Kita mungkin juga mengalami berbagai proses yang tidak mengenakkan, sama seperti apa yang dialami Yusuf. Bahkan kita juga dilupakan oleh orang-orang yang seharusnya mengingat kebaikan kita.
Tetapi melalui semuanya itu bertujuan untuk melatih iman, memproses serta mendewasakan karakter dan juga hidup kerohanian kita. Tetaplah bertahan dan setia di dalam proses-Nya Tuhan. Manusia bisa jadi melupakan apa yang sudah kita perbuat, tetapi Tuhan itu setia, dan tidak pernah melupakan janji-janjiNya atas hidup kita.
“Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” (Bilangan 23:19).
“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments