top of page

Anugerah Saron - Love Must be Sincere (Kasih yang Tidak Pura-pura)

Catatan Khotbah: Love Must be Sincere. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Anugerah Saron di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 27 Oktober 2024.



Tema gereja kita pada bulan ini adalah “Bertumbuh dan Berbuah,” dan hal ini membutuhkan apa yang namanya proses di mana kita akan menemukan di dalam proses ini ada sesuatu yang bisa dibuat lebih besar lagi, dapat diregangkan lebih luas lagi, dan pastinya melalui proses ini ada rasa sakit, tidak nyaman, dan juga tidak enak.


Hari ini kita akan belajar bersama tentang bertumbuh di dalam “Kasih yang Tidak Pura-pura / Love Must be Sincere.”


Bagian Pertama. Bagaimana caranya agar kasih kita tidak pura-pura?


“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” (Roma 12:9).

Dari ayat di atas, kata “jangan pura-pura” di dalam bahasa Yunani aslinya tertulis kata ἀνυπόκριτος / anupokritos, di mana kata ini memiliki arti sungguh-sungguh, tidak munafik, tidak memiliki agenda apa pun di belakangnya, dan tidak ada unsur politik. Benar-benar apa adanya.


Melalui ayat tersebut, rasul Paulus juga ingin memberitahu setiap kita tentang adanya dosa yang pada saat itu terjadi di dalam gereja Tuhan di Roma, yakni dosa kemunafikan. Dan bila mau jujur dengan hidup kita, sering kali kita ini bisa saja terlihat sopan dan tersenyum mengasihi sesama.. tetapi bagaimana dengan apa yang ada di dalam hati? Bisa jadi kita memandang rendah seseorang yang ada di depan kita, bahkan kita dapat menggosipkan seseorang dengan kedok doa. Apa maksudnya?


Ketika bertemu seseorang, lalu membicarakan seorang lainnya yang hidupnya sedang kurang baik, dan lalu kita akan mengajaknya berdoa. Memang ujung-ujungnya kita mengajak dirinya berdoa, tetapi sebagian besar porsi percakapan kita dari awal pembicaraan sampai pada akhirnya adalah membicarakan orang tersebut / ghibah. Hal-hal seperti ini sudah terjadi sejak zaman dahulu, di mana Paulus melihat hal ini telah dilakukan anak-anak Tuhan yang ada di dalam gereja di Roma.


Selain itu, ada yang sudah mensurvei mengenai orang-orang yang selama ini telah mengalami kekecewaan terhadap institusi gereja. Setelah diselidiki, pada mulanya berawal dari mereka yang kecewa dengan figur pendeta yang melayani di dalam gereja tersebut. Lebih lanjut, orang tersebut bisa menceritakan pada banyak orang di luar gereja mengenai kehidupan pendetanya yang munafik, menjadi batu sandungan, bisanya cuma berkata-kata dari atas mimbar saja tetapi tidak bisa melakukan dalam kehidupan di luar gereja.


Tetapi dari ayat di atas, kita kembali diingatkan bahwa kasih kita pada sesama itu tidak boleh berpura-pura, harus bersungguh-sungguh, dan apa adanya. Bagaimana caranya agar kita dapat melakukan semuanya itu?


Sebab bisa saja kita menyuruh bagian anggota tubuh kita, terutama di bagian wajah untuk tetap tersenyum, dan berkata-kata dengan ramah. Tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah,


Apakah kita bisa menyuruh bagian otak kita untuk benar-benar mengasihi seseorang yang sudah membuat kita jengkel?


Di sinilah kita akan berurusan sepenuhnya dengan apa yang berada di dalam hati, dan kita sangat membutuhkan kuasa serta pertolongan dari Roh Kudus untuk dapat mengkalibrasi, supaya kasih kita kepada sesama itu tidak berpura-pura.


Hal ini tidak hanya berbicara tentang kasih kita kepada sesama secara umum saja, tetapi juga mengasihi sesama yang sudah bersikap tidak menyenangkan dan menyakitkan hati. Bahkan terhadap mereka yang sulit untuk dikasihi.


Di sinilah Roma 12 memulainya dengan sudut pandang kasih karunia dari Allah.


Mengampuni karena kita sudah diampuni.


Pdt. Anugerah Saron bercerita di dalam jemaat yang Tuhan percayakan untuk dirinya gembalakan di MDC Bogor dan Tangerang Selatan / Tangsel, tak sedikit orang yang datang pada dirinya hanya kalau ada butuhnya, atau kalau pas mereka memiliki masalah saja. Setelah masalah yang dihadapinya selesai, jemaat ini akan segera menghilang dan tidak ada kabarnya lagi. Setiap kali Pdt. Saron berdoa, dirinya selalu merasa geram sekaligus kecewa ketika teringat apa saja yang sudah dilakukan oleh orang-orang tersebut.


Tetapi di dalam Matius 18:21-35, Pdt. Saron kembali diingatkan untuk selalu mengasihi dan mengampuni sesamanya, bahkan Tuhan Yesus di ayat tersebut juga mengatakan kalau kita harus mengasihi dan mengampuni sesama tanpa batas (sampai tujuh puluh kali tujuh kali, ayat 22).


Tuhan Yesus juga mengumpamakan kerajaan Surga sama seperti seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah dirinya mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah seseorang yang berhutang sebanyak sepuluh ribu talenta (ayat 23-24).


Gaji seorang raja pada saat itu diperkirakan sebesar sembilan ratus talenta di setiap tahunnya, dan dibutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun untuk dapat menabung seratus persen dari pendapatannya, hanya untuk membayar hutang sebanyak sepuluh ribu talenta. Hal ini tentunya sangat tidak mungkin, apalagi bagi status seorang hamba dan masyarakat biasa yang pastinya tidak mungkin memperoleh pendapatan yang sama seperti gaji seorang raja. Bahkan sekalipun mereka ini bekerja secara nonstop di sepanjang hidupnya, tidak mungkin dapat terkumpul uang sebanyak sepuluh ribu talenta tersebut.


Sehingga bisa disimpulkan bahwa seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta tersebut, tidak akan pernah dapat membayar seluruh hutangnya, di sepanjang hidupnya.


Di ayat 25-26 dikatakan,


“Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.”


Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskan dan menghapuskan hutangnya (ayat 27).


Tetapi kisahnya tidak berhenti sampai di sini.


Seorang yang telah dihapuskan hutangnya sebesar sepuluh ribu talenta ini bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: “Bayar hutangmu!” (ayat 28).


Ketika kawannya meminta waktu untuk melunasi hutang-hutangnya (ayat 29), orang ini menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya (ayat 30). Melihat hal itu, kawan-kawannya sangat sedih dan melaporkan masalah ini pada tuan mereka, dan menyampaikan pada raja yang langsung marah begitu mengetahui jalan ceritanya (ayat 31).


Raja ini berkata dengan penuh amarah,


“Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (ayat 32-35).


Bukankah perumpamaan ini sama dengan apa yang terjadi di dalam hidup kita? Seorang pengkhotbah yang bernama John Piper pernah mengatakan,


“Jika kita mengaku telah diampuni oleh Tuhan Yesus, tetapi tidak ada manisnya pengampunan (atau kesabaran atau kasih) di dalam hati kita untuk orang lain, maka sebenarnya pengampunan Tuhan tidak pernah ada (bagi kehidupan kita).”


Hal ini memiliki arti, bagi kita yang sudah mengaku dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, kita yang sudah menerima pengampunan dari segala dosa dan mendapat hidup yang kekal.. tetapi bila kita tidak dapat mengasihi sesama, maka sesungguhnya kita tidak pernah mendapatkan kasih yang sejati dari Tuhan.


Bagaimana agar kasih kita tidak berpura-pura, bagi seseorang yang sulit untuk kita kasihi?


Pertama. Kita perlu senantiasa untuk hidup di dalam pertobatan, dengan memandang setiap peristiwa melalui sudut pandang firman Tuhan.


Saat kita merasa sulit dan tidak bisa lagi mengasihi sesama, maka bertobatlah dan mulai memandang mereka dari kacamata firman Tuhan. Mukjizat terbesar di dalam hidup ini adalah ketika kita dapat melihat apa yang Tuhan Yesus lihat dari sudut pandang-Nya / kacamata-Nya, di dalam setiap situasi dan kondisi yang diizinkan terjadi.


Sama seperti ketika kita ingin mengasihi sesama, kita harus melihat pribadinya sama seperti Tuhan Yesus melihat bagaimana dirinya. Sebab hidup kita selama ini dikasihi bukan karena kita layak dan mulia, tetapi karena Tuhan sendiri yang telah memutuskan untuk mau mengasihi hidup kita, dengan pengorbanan Kristus di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.


Seseorang yang tidak mau mengerti firman Tuhan di Alkitab, tidak akan bisa untuk melakukan hal di atas. Seseorang yang tidak mau memandang kehidupan sesamanya dari kacamata Kristus, cepat atau lambat pasti akan menunjukkan kasih yang berpura-pura, atau bahkan kasih yang terkadang pilih-pilih. Misalnya, kita hanya mengasihi seseorang yang mendatangkan keuntungan lebih bagi kita, kita hanya mengasihi mereka yang membuat diri kita nyaman.


Stop Pretending, Start Repenting. Jadi, berhentilah berpura-pura, mulailah hidup dalam pertobatan.

Kedua. Kasih kita perlu berakar pada kebenaran firman Tuhan di dalam Alkitab.


“Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!” (Roma 12:14).

“Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (ayat 17-18).


“Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (ayat 20-21).


Kita tidak akan bisa mengasihi seseorang dengan benar, kalau kita tidak membenci dengan benar.


Apa maksudnya?


Kasih yang tulus akan membenci sesuatu yang membahayakan kehidupan dari seseorang yang kita kasihi. Kasih sejati akan rela mempertaruhkan dirinya, demi memastikan bahwa seorang yang kita kasihi itu nantinya akan baik-baik saja.


Kalau kita melihat seorang yang kita sayangi itu hidupnya berjalan menuju jurang, maka kita pasti akan menarik dan menegurnya dengan dasar kasih. Ketika melihat seorang yang kita kasihi melakukan sesuatu yang salah / membahayakan, tetapi hal ini membuat mereka bahagia dan kita sama sekali tidak berusaha mencegahnya karena kita tidak ingin membuat mereka marah—kita sukanya “bermain aman” dan tidak mau bentrok dengan mereka.. maka hal ini memiliki arti bahwa kita sudah acuh tak acuh kepada mereka.


Itulah sebabnya, lawan kata dari cinta bukanlah benci, melainkan sikap acuh tak acuh.


Pada saat putri dari Pdt. Saron masih kecil dan harus melalui masa-masa pemberian vaksin, untuk pertama kalinya mungkin putrinya tidak tahu bagaimana rasanya disuntik. Tetapi untuk kunjungan yang kedua kalinya, putrinya pasti sudah mengenal siapa dokter dan menghafal bagaimana ruangan praktiknya, putrinya juga mulai mengingat rasa sakit tersebut dan mulai menunjukkan tanda perlawanan untuk tidak mau disuntik.


Di masa-masa seperti itu Pdt. Saron harus memegang dengan tega putrinya yang terus meronta-ronta, yang menolak untuk divaksin. Mengapa sebagai orang tua kita harus tega untuk melakukan hal tersebut?


Karena kita sadar ada hal yang jauh lebih penting dari sekadar menahan rasa sakit seketika, pada saat jarum suntik menembus kulit kita.


Kasih kita pada Tuhan harus berakar pada kebenaran firman-Nya di dalam Alkitab, dan hal ini termasuk pada saat kita mengalami masa-masa yang sulit di dalam hidup. Di masa-masa seperti itu terlihat seakan Tuhan itu diam saja dan tidak menjawab berbagai permohonan doa kita. Dia dengan begitu tega membiarkan kita melalui semuanya sendirian.


Padahal kenyataannya, Tuhan tidak pernah berhenti untuk terus bekerja dari balik layar. Dia selalu menyertai hidup kita. Ada kebaikan yang jauh lebih besar yang Tuhan sedang kerjakan di dalam, dan juga melalui hidup kita.


Bisa saja melalui setiap hal yang Tuhan izinkan terjadi, Dia menyingkirkan semua “berhala” yang berada di dalam hati yang selama ini begitu menguasai, Dia ingin agar kita dapat menyalibkan “manusia daging” dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (Galatia 5:24), serta menghancurkan kuasa dosa yang sering menyiksa hidup kita.


Pada suatu hari ada seorang jemaat yang hendak meminjam uang sebesar dua juta rupiah kepada Pdt. Saron, dan setelah ditanya lebih lanjut untuk keperluan apa, ternyata uang tersebut hendak dipergunakan untuk merayakan Hari Ulang Tahun yang ke-50 tahun. Lalu jemaat ini menjelaskan pada Pdt. Saron bahwa dirinya juga ingin menggunakan uang tersebut untuk membeli kue tart ulang tahun, dan membeli berbagai menu makanan yang nantinya akan dimakan bersama-sama dengan jemaat di MDC Tangsel.


Pdt. Saron mengingatkan jemaat tersebut tentang pelajaran Dasar Kekristenan dan Hidup Berjemaat (DK dan HB), di mana ada peraturan yang tidak memperbolehkan adanya pinjam-meminjam uang di dalam gereja, tetapi dapat memberi sesuai dengan kemampuan dan kerelaan hati.


Lebih lanjut Pdt. Saron mengatakan bahwa gereja tidak mungkin untuk meminjamkan uang, tetapi dirinya menawarkan pada jemaat tersebut, bagaimana bila gereja merayakan ulang tahunnya? Jemaat tersebut setuju, dan semua jemaat yang hadir di acara ulang tahunnya merasa diberkati dengan acara syukuran tersebut.


Melaluinya kita dapat belajar bahwa kasih itu harus berakar pada kebenaran firman Tuhan di dalam Alkitab.


Bagaimana jika kita harus berhadapan dengan seteru / lawan kita, yang selama ini terus merancang berbagai hal yang kurang baik di dalam hidup kita?


“Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Roma 12:21).

Melalui ayat di atas banyak yang menganggap ketika kita mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, maka hal itu sama saja dengan kita berada di pihak yang lemah, kita berkompromi dengan kejahatan, dan kita dikalahkan oleh kejahatan. Karena itulah tak sedikit dari antara kita yang merasa bahwa kejahatan seharusnya dibalas dengan hal yang setimpal. Keadilan harus ditegakkan, ketidakadilan perlu untuk dibasmi dan segera ditiadakan. Dunia menuntut agar kejahatan perlu untuk dibalas. Pembalasan menurut dunia adalah upaya untuk menciptakan keadilan.


Kejahatan memang perlu untuk dibalas dan keadilan adalah sesuatu yang perlu untuk diperjuangkan, tetapi bukan dengan pembalasan sebab agen pembalasan itu bukanlah diri kita, tetapi sesungguhnya dari pihak Tuhan (Roma 12:19). Karena itu, hukuman terbaik tetap asalnya bersumber dari Dia, bukan pihak kita. Sebab pembalasan kita sebagai seorang manusia berdosa sering kali tidak dilandaskan dengan kasih.


“Hak-Kulah dendam dan pembalasan..” (Ulangan 32:35).


Hukuman dan pembalasan sesungguhnya adalah hak Tuhan, bukan hak kita. Hal ini bukanlah sekadar harapan belaka, tetapi hal ini adalah kebenaran firman Tuhan.


Kalau misal kita ingin melakukan pembalasan pada seseorang karena kita sudah terlalu jengkel atas perbuatannya, tetapi kita tahu ada ayat firman Tuhan di atas yang mengatakan pada kita bahwa seharusnya yang melakukan pembalasan adalah dari pihak-Nya Tuhan.. maka bila Dia memegang kendali, ujung-ujungnya Dia dapat mendatangkan kebaikan bagi kedua belah pihak.


Kalau kita melakukan pembalasan sendiri, dan Tuhan melihat kita sudah melakukan pembalasan sesuai dengan apa yang hati dan pikiran kita mau.. maka semenjak itulah Tuhan akan berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa, karena kita sudah bertindak dan membalas apa yang kita inginkan.


Tetapi kalau kita menyerahkannya pada Tuhan, sesuai dengan kasih-Nya pada kita dan juga sesama yang telah berbuat tidak baik terhadap hidup kita.. maka percayalah bahwa nantinya akan berakhir dengan menjadi sesuatu yang indah.


“Judgement delay is not judgement denied.”

Hanya karena penghakiman dan pembalasan dari Tuhan itu kesannya seperti tertunda, bukan berarti sudah tidak ada lagi penghakiman dan pembelaan yang terbaik dari Tuhan bagi anak-anakNya yang terkasih. Kalimat ini berkorelasi dengan apa yang kita tabur, akan kita tuai nantinya.


Hanya dari pihak Allah sendiri yang mampu untuk melakukan penghukuman dengan penuh kasih dan juga adil melalui karya Salib Kristus, di mana keadilan dan murka Allah yang berbicara tentang seharusnya kita yang mati dan dihukum akibat dosa-dosa yang sudah kita perbuat.. bertemu dengan kasih Allah yang begitu besar akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).


Hanya Dia yang mampu untuk menghukum dan membalas dengan adil, mutlak, dan juga penuh kasih. Sebab kalau pembalasan yang kita lakukan itu tidak selalu semuanya dilandaskan dengan kasih, bisa jadi nantinya dapat muncul banyak penindasan yang baru. Kalau kita membalas dengan adil, tetapi tidak ada kasih di dalamnya, justru kita nantinya malah menjadi serupa dengan seseorang yang telah berbuat jahat di hidup kita.


Pembalasan kita juga bisa menjadi lebih kejam, dan kita akan menganggap “seperti obat” bagi sebuah penyakit, tetapi justru bisa jadi efek sampingnya dapat menjadi lebih buruk dari kesembuhan yang seharusnya didapat. Sebab yang namanya dosa tidak akan bisa diobati dengan dosa lain, dosa hanya akan melahirkan dosa yang lain.


Dan inilah yang dimaksud Tuhan di dalam Ulangan 32:35. Obat penyembuhnya bukan dengan pembalasan dari pihak kita, tetapi dengan menyerahkan segala permasalahan yang kita hadapi, ke dalam tangan terbaik-Nya.


Di dalam Roma 12:21, kata “kalahkanlah” memiliki kata dari bahasa Inggrisnya yakni, overcome / melumpuhkan. Melalui ayat tersebut kita belajar bahwa kita harus benar-benar bisa melumpuhkan dan menghentikan segala dosa dan kejahatan dari sesama, dengan kasih Allah.


Pandangan ini benar-benar berlawanan dengan arus dunia karena Paulus sesungguhnya hendak berkata pada setiap kita bahwa, bila kita membalas kejahatan dengan kejahatan justru sebenarnya kita sudah kalah dengan kejahatan tersebut.


Satu-satunya cara untuk dapat mengalahkan kejahatan adalah dengan berbuat baik, memaafkan dan mengasihi sesama, serta tetap menunjukkan kasih kepada seseorang yang berbuat jahat dan menyakiti hidup kita. Hal ini tidak mungkin dapat kita lakukan tanpa adanya kuasa dan pertolongan dari Roh Kudus yang memampukan.


Sekitar tiga bulan yang lalu, ada jemaat yang whatsapp Pdt. Saron dan bertanya bagaimana caranya untuk dapat mengampuni sesama? Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata jemaat ini memiliki akar pahit, dan dirinya sangat membenci ada seorang jemaat lainnya yang pernah mem-bully dirinya pada saat masih duduk di kelas SMP-SMA.


Di dalam hati, dirinya samgat ingin untuk melihat agar seseorang yang telah mem-bully dirinya itu dapat menderita secara perlahan-lahan.


Pdt. Saron lalu membagikan apa yang pernah dialami dirinya dan juga keluarganya. Pada saat Ayahnya, Pdt. Fu Xie berpulang ke rumah Bapa di Surga, banyak orang melakukan hal yang tidak adil dan semena-mena, serta membuat hati sengsara keluarganya dan juga gerejanya.


Lebih lanjut Pdt. Saron berbagi bahwa kita tidak akan pernah dapat dengan kekuatan dan pikiran kita sendiri untuk memasukkan banyak hal yang baik, sebab kecenderungan kita manusia adalah ingin membalas dan melihat seseorang yang sudah berbuat jahat pada kita itu dapat menderita.


Tetapi satu hal yang Pdt. Saron tahu dan lakukan, dirinya menyerahkan setiap pergumulan yang dihadapi kepada Tuhan, karena secara manusia kita tidak akan kuat menghadapi hal-hal seperti ini.. dan mengizinkan Roh Kudus dan kasih karunia Tuhan untuk selalu bertakhta di dalam hatinya.


Di masa-masa seperti itu, dirinya banyak mendekatkan diri pada Tuhan di dalam doa dan membaca kebenaran firman Tuhan / Alkitab.


Bagian Kedua. Bagaimana caranya mengalahkan kejahatan dengan kebaikan?


Pertama. Firman Tuhan mengingatkan setiap kita akan kesabaran, kemurahan, kasih karunia, serta belas kasihan dari Tuhan bagi kita.


Untuk menggambarkan hal ini, ada kisah yang tertulis di dalam 2 Raja-raja 6:8-23 di mana kita dapat membaca tindakan nabi Elisa di dalam peperangan melawan bangsa Aram.


Di ayat tersebut, Tuhan menyuruh Elisa untuk memperingatkan raja Israel dan semua pasukannya agar menghindar dari berbagai tempat, di mana raja Aram hendak menyerang mereka. Sehingga raja Aram ini begitu geram dan mengira ada seorang pengkhianat di bangsanya, karena tiap kali dirinya mau menyerang, serangannya itu selalu dapat digagalkan. Sampai seorang pegawainya mengatakan ada nabi Elisa yang memberitahukan raja Israel, tentang perkataan yang diucapkan raja Aram di kamar tidurnya.


Lalu raja Aram mengirim ke Dotan, tempat di mana Elisa berada, kuda serta kereta dan tentara yang besar (ayat 14). Ketika orang-orang Aram itu turun mendatangi dia, berdoalah Elisa kepada TUHAN: “Butakanlah kiranya mata orang-orang ini.” Maka dibutakan-Nyalah mata mereka, sesuai dengan doa Elisa (ayat 18). Lalu bertanyalah raja Israel kepada Elisa, tatkala melihat mereka yang matanya sudah terbuka, dan sekarang berada di Samaria: “Kubunuhkah mereka, bapak?” (ayat 21).


Tetapi Elisa menjawabnya,


“Jangan! Biasakah kaubunuh yang kautawan dengan pedangmu dan dengan panahmu? Tetapi hidangkanlah makanan dan minuman di depan mereka, supaya mereka makan dan minum, lalu pulang kepada tuan mereka.” Disediakannyalah bagi mereka jamuan yang besar, maka makan dan minumlah mereka. Sesudah itu dibiarkannyalah mereka pulang kepada tuan mereka. Sejak itu tidak ada lagi gerombolan-gerombolan Aram memasuki negeri Israel. (ayat 22-23).


Kita dapat belajar dari apa yang sudah dilakukan Elisa dan raja Israel terhadap orang-orang Aram yakni, memberi makan dan minum pada musuh mereka. Bukankah tindakan mereka ini adalah penggambaran ayat firman Tuhan,


“Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. Karena engkau akan menimbun bara api di atas kepalanya, dan TUHAN akan membalas itu kepadamu.” (Amsal 25:21-22).


Firman Tuhan selalu mengingatkan kita untuk dapat mengambil tindakan yang tepat, sehingga ujung-ujungnya hidup kita nantinya dapat mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan dan dapat menjadi berkat bagi semua orang. Kalau kita menyerahkan segala yang dihadapi ke dalam tangan kendali-Nya yang terbaik, ujung-ujungnya adalah mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya.


Bisa jadi Tuhan nantinya akan membuat seseorang yang telah menyakiti hidup kita tampak lebih diberkati, tetapi ini semua tetap akan mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya. Anugerah Tuhan juga pasti akan tetap setia memelihara hidup kita, sehingga kedua belah pihak tetap sama-sama menikmati kebaikan Tuhan, dan nama-Nya saja yang akan dipermuliakan.


Karena tindakan Elisa yang lebih memilih,


“Disediakannyalah bagi mereka jamuan yang besar, maka makan dan minumlah mereka. Sesudah itu dibiarkannyalah mereka pulang kepada tuan mereka.” (2 Raja 6:23).


Maka kita dapat melihat di ayat yang sama dikatakan,


“..Sejak itu tidak ada lagi gerombolan-gerombolan Aram memasuki negeri Israel.”


Dan ayat ini akan menuntun kita di poin yang selanjutnya,


Kedua. Di saat sedang banyak pertanyaan dan keadaan yang sesak, kelilingilah diri kita dengan banyak penasihat.


“Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.” (Amsal 11:14).

Kelilingilah hidup kita dengan banyak penasihat, tentunya bersama dengan orang-orang yang sudah terbukti hidupnya telah berbuah dan bertumbuh, serta yang hidupnya dekat dengan Tuhan.


“Anda menjadi seperti lima orang yang paling banyak menghabiskan waktu bersamamu. Pilihlah dengan hati-hati.” (Jim Rohn).

Sekali lagi, pilihlah dengan hati-hati. Doakan dan renungkan benar-benar, pilihlah dengan hati-hati, terutama pada saat kita hendak memilih seseorang yang nantinya akan menjadi pasangan di dalam hidup kita. Sebab nantinya dia yang akan mempengaruhi bagaimana cara berpikir, cara bertindak, cara berbicara, dan lain sebagainya.


Lima orang yang sering berinteraksi dengan kita, nantinya juga akan mempengaruhi bagaimana cara kita dalam mengambil keputusan, terutama jika kita berada di dalam keadaan terdesak.


Ketika Ayahanda dari Pdt. Saron yang merupakan senior pastor berpulang ke rumah Bapa di Surga, Pdt. Saron sangat bersyukur karena selain ada kasih karunia Tuhan yang selalu memberkati dan menjagai hidupnya dan juga keluarganya.. dirinya juga dikelilingi banyak bapa rohani yang bisa membimbing, menjawab berbagai pertanyaan, dan tempat terbaik bagi dirinya untuk mengadu.


Dirinya juga tidak akan pernah lupa pernyataan yang pernah diucapkan Pdt. Andreas Rahardjo, pada saat Zoom Meeting di masa pandemi,


“Maybe superman is dead. But superteam will rise.”

Mungkin seorang “superman” yakni, Ayahanda dari Pdt. Saron yang selama ini dapat menanggung dan mengerjakan semuanya sudah pergi meninggalkan Pdt. Saron dan juga jemaatnya. Tetapi akan bangkit satu super tim yang terus dibangun, dan nantinya super tim ini dapat dipakai Tuhan untuk mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya.


Sama seperti di film Marvel, ketika semua superhero / pahlawan super memutuskan untuk mau bersatu menjadi satu tim, pada akhirnya mereka dapat mengalahkan supervillain / musuh utamanya secara bersama-sama.


Ketiga. Firman Tuhan mengingatkan bahwa kita adalah seorang pendosa yang sudah diampuni dan dibenarkan oleh Allah, di dalam Kristus.


Bagaimana caranya agar kita dapat mengalahkan kejahatan dengan kebaikan adalah, kita harus sadar bahwa jati diri kita yang sebenarnya adalah seorang pendosa yang sudah diampuni dan dibenarkan di dalam Kristus Yesus. Sebab kita tidak lebih baik dari seseorang yang sudah jahat terhadap kita. Hidup kita juga tidak lebih kudus dari seseorang yang kita anggap telah “menusuk” hidup kita.


Tetapi Allah tidak menimpakan pada kita hukuman yang setimpal dengan kejahatan kita. Bahkan ganjaran yang mendatangkan keselamatan, telah ditimpakan pada Yesus Kristus di atas kayu salib.


“Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5).


Jika kita sedang terluka, jangan banyak bergerak.


“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” (Mazmur 46:11).


Ketika ada seorang pilot pesawat tempur yang tertembak musuh di dalam pesawatnya, maka dirinya tidak boleh banyak bergerak dan dalam waktu yang singkat harus tetap tenang sembari memikirkan langkah terbaik apa yang harus dilakukan. Kalau banyak bergerak, pada akhirnya dirinya dapat menjadi panik, bisa-bisa nantinya malah mengambil keputusan fatal. Bila sedang terluka, jangan banyak bergerak.


Ketika Tuhan Yesus terluka dan berada di atas kayu salib, sebelum Dirinya menyerahkan nyawa-Nya ke dalam tangan Bapa-Nya (Lukas 23:46), tindakan terakhir-Nya adalah mengampuni seorang penjahat yang disalib bersama-Nya dan mengatakan,


“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (ayat 43).


Secara fisik, dirinya terluka. Secara mental, Tuhan Yesus merasa ditinggalkan Bapa-Nya sendirian (Markus 15:34). Yang Dia lakukan hanyalah berdiam diri dan berserah, dan berkata pada salah seorang penjahat di samping-Nya bahwa Dia mengampuni dan akan bersama dengannya di Firdaus.


Mungkin di dalam anggota keluarga kita tergolong ada seseorang yang sulit untuk dikasihi, atau ada orang-orang yang selalu merancang kejahatan dan berbagai hal kurang baik di dalam hidup kita. Tetapi firman Tuhan pada hari ini terus memproses kita untuk dapat mengasihi sesama, bahkan termasuk pasangan hidup kita. Love must be Sincere.


Ketika kita merasa diperlakukan tidak adil selama ini, ada banyak orang merancang sesuatu yang buruk, sudah diberitahu tetapi tetap sama saja melukai dan merugikan hidup kita.. kita tidak akan pernah dapat mengasihi dan mengampuni mereka hanya dengan hikmat dan kekuatan kita yang terbatas. Tetapi hanya oleh kasih karunia Allah dan juga kuat kuasa Roh Kudus yang terus-menerus memampukan setiap kita, untuk dapat menjadi berkat dan terang Kristus bagi sesama.


Amin. Tuhan Yesus memberkati.

4 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page