Catatan Khotbah: “Faith that Pleases God (Iman yang Menyenangkan Allah).” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Pdt. Anugerah Saron di Ibadah Minggu pada Tgl. 10 September 2023..
“Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.” (Matius 8:5-10).
Dari ayat 10 di atas, kata “heranlah” ditulis dalam bahasa Inggris dengan menggunakan kata amazed / terkagum, astonish / tercengang, dan juga marveled / terkagum. Tuhan Yesus dibuat kagum dan disukakan hati-Nya karena perwira tersebut memiliki iman yang percaya penuh pada perkataan-Nya, tanpa Dia harus datang ke dalam rumahnya, bahwa mukjizat dari apa yang dikatakan-Nya itu pasti akan terjadi. Dan di dalam kitab Injil, tidak banyak Dia heran dan dibuat kagum atas iman yang dimiliki seseorang.
Ciri Iman yang Menyenangkan Hati Tuhan.
Pertama. Menaruh iman tetap pada Tuhan Yesus, bukan pada hasilnya.
Mengapa? Jika kita hanya menaruh iman pada hasilnya, kita baru memutuskan untuk mau percaya ketika kita sudah melihat hasilnya.. bagaimana bila hasil tersebut berbeda dengan apa yang kita doa dan harapkan selama ini? Bagaimana dengan iman kita, apakah kita tetap memutuskan untuk terus melekat dan tetap setia mengiring-Nya ketika apa yang kita harapkan selama ini diizinkan-Nya tidak terjadi?
Dalam bukunya “When Bad Things Happen to Good People,” Harold S. Kushner yang merupakan seorang penulis dan rabi Yahudi terkemuka yang tinggal di Amerika, mengatakan bahwa Tuhan itu memang ada, tetapi Dia tidak cukup besar dan tidak memiliki cukup kemauan dan kekuatan untuk menghentikan atau mengalahkan hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup manusia.
Dan apa yang dikatakannya ini dipicu dari luka di dalam hatinya, karena sebelumnya memiliki seorang anak yang sejak lahir divonis menderita progeria. Ini adalah jenis penyakit kelainan genetik progresif yang menyebabkan penuaan cepat pada anak-anak, di mana mutasi genetik terjadi secara acak dan tidak diwariskan. Sehingga pada akhirnya setelah mengalami berbagai krisis, anak tersebut pada usia empat belas tahun meninggal dunia dan meninggalkan keluarga yang mengasihinya.
Memang hal ini tidaklah mudah, tetapi kita dapat belajar dari kisahnya bahwa waktu tidak selalu dapat menyembuhkan luka batin yang dimiliki seseorang dalam hidupnya. Hanya waktu yang kita lalui bersama Tuhan Yesus, ketika menaruh iman dan harapan kita tetap berada pada Sumber dan Pribadi yang benar, bukan pada isi dari dunia ini, hal itulah yang dapat menyembuhkan luka batin di dalam diri kita.
Perapian yang Menyala-nyala.
Di dalam Daniel 3, Alkitab mencatat pada kita kisah tentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang terancam untuk dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala jika tidak mau sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar (ayat 5-6).
Ada masalah yang sangat besar, yang mengancam nyawa mereka bertiga. Bahkan ketika mereka tidak mau menyembah patung tersebut, dikatakan bahwa “..diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa.” (ayat 19). Dan “karena titah raja itu keras, dipanaskanlah perapian itu dengan luar biasa, sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas.” (ayat 22).
Tetapi kita dapat belajar dari sikap mereka bertiga yang mengatakan,
“..Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (ayat 16-18).
Mereka bertiga memiliki penyerahan diri penuh, entah Tuhan nantinya akan menyelamatkan mereka atau tidak.. mereka memutuskan untuk tetap percaya bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang berdaulat. Mereka mau menaruh iman mereka tetap pada Tuhan, sekalipun belum melihat pertolongan-Nya.
Kedua. Iman bukan dari apa yang kita tahu, tetapi dari Siapa yang kita tahu.
Apakah kita mengenal siapa Pribadi Tuhan selama ini hanya dari pemberian mukjizat-Nya saja? Atau kita mengenal benar siapa Pribadinya dari pengalaman kita pribadi? Kita tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya naik dari anak tangga yang satu ke anak tangga lainnya, bila kita tidak mengambil langkah iman dan mulai melangkah naik. Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17). Tetapi iman bukan hanya bersifat information / memberi info saja, tetapi juga transformation / mengubah hidup.
Ketika Pdt. Saron bertanya siapa nama pada anaknya yang masih berusia dua tahun, betapa terkejut dirinya ketika anaknya tidak hanya menjawab namanya saja tetapi juga menambahinya dengan kata “cantik” di belakang namanya. Dan istri dari Pdt. Saron mengingatkan bahwa dirinya selalu memanggil dan menggemakan nama anaknya lengkap dengan kata “cantik”, sejak anaknya berusia bayi.
Bila kita sering membaca, mendengar, memperkatakan, menggemakan, mengaktifkan, dan melakukan firman Tuhan.. maka hal itu yang nantinya akan membentuk siapa jati diri kita.
Tergantung di Tangan Siapa?
Bola basket di tangan kita hanya menjadi bola basket biasa, tetapi di tangan Michael Jordan tentu hasilnya akan menjadi berbeda. Tongkat kayu di tangan kita mungkin hanya menjadi tongkat biasa, tetapi di tangan Musa dapat diurapi dan dipakai Allah untuk membelah Laut Merah. Di tangan kita umban / tali untuk melontarkan batu mungkin hanya untuk dijadikan mainan, tetapi di tangan Daud dapat diurapi dan dipakai Allah untuk menaklukkan Goliat.
Lima roti dan dua ikan di tangan kita mungkin hanya dapat diubah menjadi sarapan makan pagi, tetapi di tangan Tuhan Yesus dapat memberi makan lima ribu orang laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak. Paku di tangan kita mungkin hanya dapat dipakai menjadi hiasan, tetapi ketika paku tersebut bersentuhan dengan tangan dan kaki dari Tuhan Yesus, darah yang mengalir dari tubuh-Nya telah menebus dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
Di tangan siapakah, kita mau menaruh dan mempercayakan hidup kita? Di tangan Tuhan Yesus, sesuatu yang tidak berarti dapat diubah-Nya menjadi berarti dan menjadi berkat yang menguatkan iman dan juga mengubahkan kehidupan banyak orang.
Hearing the Word, Initiate Faith. Mendengar firman Tuhan, memulai perjalanan iman kita. Speaking the Word, Activate Faith. Memperkatakan firman Tuhan, mengaktifkan iman kita. Doing the Word, Demonstrate Faith. Mempraktikkan firman Tuhan, mendemonstrasikan iman kita pada Tuhan.
Tiga Langkah Praktis Iman yang Menyenangkan Hati Tuhan.
Langkah Pertama. Ask God. Meminta pada Tuhan.
“Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya” (ayat 5).
Dari ayat di atas, kita membaca bahwa ada seorang perwira dengan jabatan besar dan memiliki kuasa datang pada seorang Anak tukang kayu yang biasa dan sederhana. Tetapi justru yang sebenarnya terjadi adalah, seseorang yang tidak memiliki kuasa apa-apa datang dan memohon pada yang Empunya kuasa. Jangan berhenti untuk mengejar Yesus. Milikilah keberanian untuk terus meminta pada-Nya. Jangan batasi diri kita untuk meminta urapan-Nya yang memampukan kita untuk mengatasi segala ketakutan di dalam hidup kita. Apa pun keadaan yang dialami hari-hari ini, beranilah untuk terus berlari dan meminta pada-Nya.
"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8).
Ada kuasa pada saat kita datang dan mau meminta pada Pribadi yang benar.
Kedua. Trust God. Mempercayai penuh dan menyerahkan segala kekuatiran pada Tuhan.
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7).
“By casting all of your cares on him; because he cares for you.”
Berapa banyak dan sering kali kita ingin menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi dengan kekuatan kita sendiri? Dan karena hal ini telah membuat kita menjadi kuatir dan bisa menjadi hal negatif, yang pada akhirnya mempengaruhi dan mengganggu fisik dan kesehatan kita?
“Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."” (Matius 8:8-9).
Perwira tersebut menceritakan kisah hidupnya, bagaimana dia memiliki bawahan yang menaati apa saja yang diperintahkannya. Dan melaluinya, perwira tersebut juga menyatakan imannya dan mempercayai bahwa Tuhan Yesus juga sanggup melakukan hal yang sama. Cukup berkata sepatah kata, hambanya akan disembuhkan.
Dan melaluinya, apakah kita berani memiliki iman yang sama seperti yang dimiliki perwira tersebut? Apakah kita berani untuk mempercayakan hidup kita sepenuhnya pada Tuhan, sama seperti yang dilakukan perwira tersebut?
Ketiga. Abide in the Word of God. Tinggal di dalam kebenaran firman Allah.
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7).
“If you abide in me, and my words abide in you, ask whatever you wish, and it will be done for you.” (English Standard Version / ESV).
Perwira tersebut menyatakan imannya,
“..katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” (Matius 8:8).
Dan hal ini berarti perwira tersebut mempercayai bahwa segala sesuatu berada di bawah kuasa dan mau tinggal dari setiap firman yang diucapkan Tuhan Yesus.
Sering kali kita bertanya, mengapa damai sejahtera di dalam hidup kita hilang. Di manakah peneguhan dan penyertaan dari-Nya? Mengapa ada hal-hal tertentu yang diizinkan Tuhan terjadi, dan tidak sesuai dengan apa yang kita doa dan harapkan selama ini? Tetapi melaluinya, kita harus tetap menaruh iman pada Tuhan Yesus, bukan hanya melihat pada hasilnya. Iman kita bukan dari apa yang kita tahu saja, tetapi juga lahir dari pengalaman pribadi kita yang selama ini berjalan setiap hari bersama-Nya.
Ketika ada satu jemaat yang setia dan selama ini telah menemani pelayanan Pdt. Saron diizinkan untuk dipanggil pulang oleh-Nya, hal ini menimbulkan duka dan pertanyaan mendalam. Mengapa Tuhan mengizinkan untuk memanggil seseorang yang dapat membantu pelayanannya? Tetapi melaluinya Pdt. Saron belajar,
Penyertaan Tuhan itu sempurna dan akan terus berjalan di dalam hidup kita. Anugerah demi anugerah-Nya akan terjadi di sepanjang hidup. Percayalah Tuhan yang nantinya meneguhkan dengan porsi terbaik, sesuai dengan waktu terbaik-Nya, di dalam hidup setiap kita.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments