Catatan Khotbah: “Sketsa Kehidupan.” Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu di MDC Putat Surabaya pada Tgl. 26 November 2023..
Setiap dari kita adalah makhluk hidup yang memiliki kehidupan. Dan kehidupan ini adalah milik dari Tuhan, yang pada suatu hari kali kelak kita harus mempertanggungjawabkannya secara pribadi pada Sang Pemilik kehidupan.
Setelah menikah, nama Ibu Mariani berubah mengikuti nama suaminya yakni, Ny. Andreas Rahardjo. Tetapi hal ini bukan berarti Ibu Mariani sudah tidak lagi memiliki kehidupan pribadi, semua terhisap habis mendukung kehidupan suami dan juga membesarkan anak-anaknya, sehingga hidupnya berakhir pada kehampaan. Memang benar seorang istri harus mendukung suaminya, tetapi seorang suami juga harus mendukung kehidupan istrinya, tetap setia berdiri di sampingnya untuk membantunya menggenapi tujuan dan rencana Allah di dalam hidupnya.
Di takhta pengadilan-Nya, setiap dari kita nantinya harus mempertanggungjawabkan secara pribadi apa yang sudah kita perbuat selama hidup di dalam dunia ini. Tetapi bagaimana bila hidup kita selama ini berjalan dengan amburadul?
Ada sebuah lagu yang liriknya berkata,
“Kemurahan-Mu lebih dari hidup. Kemurahan-Mu lebih dari hidup. Bahwa lidahku memuji Engkau. Kemurahan-Mu lebih dari hidup..”
Hidup seseorang bisa saja mengalami kehancuran demi kehancuran, tetapi kasih setia dan kemurahan dari Tuhan itu masih sanggup untuk memulihkan dan membuat hidup kita dapat bermakna kembali. Selalu ada permulaan dan kesempatan baru, yang tersedia di dalam Kristus.
Jalan Kemenangan-Nya.
Di dalam hati kecil, setiap dari kita pastinya ingin agar hidup ini dapat diwarnai dengan berbagai keberhasilan. Setiap dari kita pasti juga ingin agar ketika mencapai garis akhir dari kehidupan, ada banyak nilai positif dan hidup kita sudah dapat menjadi berkat bagi sesama.
“Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana.” (2 Korintus 2:14).
Apa pun yang terjadi di dalam hidup ini, kalau kita selalu membawanya mengarah pada Kristus, maka hanya Dia yang sanggup membawa kita kembali pada jalan kemenangan-Nya. Dan kehidupan yang positif dan penuh dengan kemenangan-Nya tidaklah terjadi otomatis dengan begitu saja hanya dalam waktu semalam. Kehidupan ini ibarat tanah lapang yang kosong, kalau kita tidak mengerjakan apa-apa, maka kita tidak akan pernah melihat tanah lapang tersebut berubah menjadi kebun yang dipenuhi dengan bunga yang indah.
Selain berkat dan kemurahan Tuhan yang membuat hidup kita berhasil, kita juga memerlukan..
Nyali, Keberanian, dan Langkah Iman.
Nyali tidak pernah diajarkan di sekolah dan universitas. Kekuatan di dalam hidup kita nantinya akan berkerut atau mengembang, semuanya bergantung pada nyali yang dimiliki oleh setiap orang. Kalau seseorang selama ini hidupnya hanya menikmati suasana pantai, maka dirinya tidak akan pernah menemukan daratan lainnya sebelum dia meninggalkan pantai yang selama ini dinikmatinya. Kalau kita tidak berani meninggalkan comfort zone / zona nyaman yang lama, maka tidak akan ada hal baru yang dapat terjadi di dalam hidup kita.
Ada seorang pianis yang tidak dapat melihat, yang pernah diajak berdiskusi oleh Pdt. Andreas. Pianis ini mengatakan bahwa selama ini kebanyakan orang yang “memiliki kekurangan” seperti dirinya, hidupnya berujung hanya menjadi seorang tukang pijat. Memang benar bahwa pianis ini kondisi fisiknya telah dibatasi oleh kekurangan tersebut, tetapi jiwanya tetap bebas dan tidak dibatasi oleh apapun. Lebih lanjut pianis ini juga mengungkapkan masih ingin belajar banyak hal, termasuk mengambil pelajaran berkuda.
Bagaimana dengan hidup kita? Apakah selama ini kita hanya menjalani hidup ini hanya dengan biasa saja, selama bertahun-tahun? Apakah kita selama ini sudah puas? Atau justru mengalami kebosanan? Apakah kita mengalami perasaan excited / semakin bersemangat untuk belajar banyak hal yang baru?
Di masa pandemik, Ibu Mariani memutuskan untuk belajar membuat papan bunga ucapan. Dasarnya hanya dua. Pertama, mengenal Tuhan. Kedua, mengenal Mbah Gugel. Hal inilah, yakni nyali, yang dapat mengembangkan hidup kita. Tetapi nyali tidak sama dengan nekat. Ada tiga hal yang dapat membentuk keberanian iman.
Pertama. Broad in Knowledge. Pengetahuan yang Luas.
“Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah.” (Amsal 19:2).
Kembangkan hidup kita dengan menambah banyak pengetahuan. Seseorang yang dapat meraih kemenangan di dalam hidup ini adalah seseorang yang memiliki banyak pengetahuan. Hal ini sangatlah penting, dan tidak sama dengan nekat. Setiap dari kita dipanggil untuk terus belajar, dan menambah wawasan pengetahuan.
Di dalam hidup ini, tidak semuanya bisa dijawab dengan “Ya ataupun Tidak.” Ada hal-hal tertentu yang kembali lagi bergantung pada pengetahuan yang kita miliki. Sampai kapanpun jangan pernah berhenti untuk belajar dan membaca. Ibunda dari Pdt. Andreas meskipun sudah berusia sembilan puluh tiga tahun, tetapi masih tetap bersemangat dalam membaca dan juga meringkas catatan khotbah. Kalau kita berhenti belajar, maka kita juga berhenti untuk bertumbuh.
Kalau mata kita terang, maka hati kita juga lapang. Banyak hati menciut karena tidak dapat melihat perspektif / sudut pandang yang jauh lebih besar, bahwa Tuhan masih memiliki rencana yang jauh lebih besar bagi hidupnya. Banyak orang juga berani memiliki iman untuk orang lain, tetapi tidak pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ketika ditanya apakah memiliki iman bahwa Tuhan juga masih sanggup untuk memakai hidupnya, hatinya menciut dan hilang keberaniannya.
Kedua. Deep in Skill. Keahlian Mendalam.
“Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.” (Amsal 22:29).
Kita tidak hanya belajar sebatas menambah pengetahuan saja, tetapi juga mau melangkah lebih dalam, yakni memperlengkapinya dengan keterampilan. Dan ketika keterampilan ini terus diasah dan dilakukan berulang-ulang, maka akan bertumbuh menjadi experiences / pengalaman.
Banyak orang pintar, pengetahuannya banyak, keahliannya banyak, tetapi juga dibutuhkan..
Ketiga. Purpose in Life. Tujuan Hidup.
“dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:14).
Kata-kata ini ditulis Rasul Paulus bukan pada saat dirinya sedang menikmati suasana pantai, tetapi pada saat dipenjara di Filipi, sebelum ajal menjemput dirinya. Paulus memang secara fisik dibelenggu, tetapi jiwanya tetap bebas. Banyak orang hari-hari ini fisiknya bebas, tetapi jiwanya malah terbelenggu sehingga tidak berani untuk mengambil langkah iman.
Demikian pula dengan apa yang pernah dialami Petrus. Masalah apakah nantinya dirinya dapat berjalan di atas air / tidak dan menyusul Gurunya sebenarnya bukanlah masalahnya, tetapi adalah masalah Gurunya. Bagian Petrus, dan juga kita, adalah mau melangkah dengan iman.
Sketsa Kehidupan Daud.
Daud mengawali kehidupannya dengan menjadi seorang penggembala domba. Dia memiliki keberanian, dan juga pengetahuan yang luas.
“Tetapi Daud berkata kepada Saul: “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya.” (1 Samuel 17:34-35).
Tetapi pengetahuan luas dan keberanian yang dimiliki Daud tidaklah cukup, hal ini harus ditambah dengan keahlian mengumban yang terus-menerus diasahnya. Alkitab juga mencatat pada kita ada orang-orang yang dilatih memiliki keahlian ini, dan bisa jadi Daud juga menghabiskan banyak ratusan batu untuk mengasah keahlian ini..
“Dari segala laskar ini ada tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat mengumban dengan tidak pernah meleset sampai sehelai rambutpun.” (Hakim-hakim 20:16).
Saat Daud melawan Goliat juga tidak bermodalkan nyali saja, tetapi disertai pengetahuan dan keterampilan. Daud memiliki pengumban, dan targetnya adalah dahi Goliat. Selain itu Daud juga memiliki tujuan hidup yakni pengurapan yang telah diterimanya dari nabi Samuel, yang di mana Tuhan telah memilihnya sebagai pengganti dari raja Saul.
“Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud..” (1 Samuel 16:13).
Tidak pernah ada pidato dari seorang presiden yang baru saja dilantik, yang mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membayangkan akan terpilih menjadi seorang presiden, dan tidak pernah mempersiapkan dirinya selama ini.. tetapi yang menjadi kenyataannya adalah, sebelumnya dia sudah banyak belajar dan mempersiapkan dirinya untuk menjadi pemimpin atas sebuah bangsa. Menambah banyak pengetahuan, skill / pengalaman tertentu, sehingga akhirnya membuahkan keberhasilan demi keberhasilan.
Menjadi seorang Kristen, kita juga jangan menjadi malas untuk banyak belajar menambah wawasan pengetahuan, melatih skill / keterampilan, serta memiliki tujuan hidup yang memuliakan-Nya.
Stewardship Vs. Ownership.
Segala sesuatu adalah dari, oleh, dan untuk kemuliaan Tuhan. Kalau kita bisa menjadi ahli atas hal-hal tertentu, semuanya hanya karena Tuhan yang sudah memberi keahlian dan juga tujuan hidup, yakni untuk memuliakan nama-Nya.
Di dalam hidup ini hanya ada dua macam orang. Pertama adalah seseorang yang hidupnya tidak mengenal Tuhan, yang tujuan akhir dari hidupnya hanyalah untuk mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Dirinya berpikir bahwa selama ini dia yang paling pintar, semua pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya, semua ambisi yang telah dimilikinya.. telah menuntunnya untuk meraih kesuksesan di tahap ini.
Tetapi seseorang yang mengenal Tuhan, tujuan hidupnya bukanlah untuk dirinya sendiri tetapi untuk memuliakan nama Tuhan. Dirinya menyadari bahwa semua adalah pemberian dari Tuhan, semua hanyalah kemurahan-Nya semata.
Memang benar kita harus bekerja keras dalam melakukan segala hal. Tetapi jangan pernah lupakan kalau kita tidak diberi kesehatan sama Tuhan, kita juga tidak akan bisa meraih keberhasilan. Oleh karena itu perspektif / sudut pandang hidup seorang Kristen haruslah dari, oleh, dan untuk kemuliaan nama Tuhan. Kalau kita sukses dan diberkati, semuanya bertujuan untuk mendatangkan kemuliaan hanya bagi nama-Nya.
Pengetahuan, keahlian, dan tujuan hidup yang hanya untuk mencari kemuliaan bagi diri sendiri menjebak kita pada perspektif ownership / menganggap bahwa kita sebagai pemilik atas semuanya. Tetapi sebaliknya, bila apa yang kita lakukan semata-mata bertujuan untuk mencari kemuliaan bagi nama-Nya, akan menuntun kita pada perspektif stewardship / menganggap bahwa selama ini kita hanya dipercaya sebagai pengelola atas setiap berkat yang sudah dititipkan-Nya di dalam hidup kita.
Semua pemberian-Nya bukanlah milik kita, tetapi kita hanya dipercaya sebagai seorang pengelola. Hanya Tuhan yang memiliki predikat untuk menjadi Pemilik atas segalanya di dalam hidup kita, bukan diri kita. Semua berkat-Nya di dalam dunia ini tidak dapat dibawa pada saat kita meninggal dunia dan masuk ke dalam kekekalan. Selama hidup di dalam dunia ini, kita hanyalah dipercaya berkat-berkatNya.
Seorang yang miskin tidak memiliki apa-apa, kecuali uang yang dimilikinya.
Mungkin kita merasa bahwa kita telah memiliki segalanya di dalam dunia ini. Tetapi apakah benar kita telah memiliki segalanya, termasuk dengan hal-hal yang tidak dapat dibeli dengan uang? Jangan sampai kita memiliki ambisi untuk meraih dan sampai ke atas puncak, hanya untuk menemukan bahwa selama ini kita telah memanjat gunung yang salah.
Setiap dari kita dipanggil untuk menjadi seorang penyembah, bukan hanya dengan perkataan di bibir saja tetapi juga dengan aktivitas di dalam hidup.
Setiap kesuksesan yang telah diraih, semua bertujuan hanyalah untuk kemuliaan-Nya. Kalau kita terjebak di dalam perspektif ownership, maka pada akhirnya kita akan terjebak ke dalam perasaan insecure / rasa tidak nyaman. Kalau kita memiliki perspektif stewardship, maka kita akan menjadi seseorang yang paling berbahagia di atas muka bumi ini. Semua berkat dan pemberian dari Tuhan di dalam dunia ini hanyalah titipan-Nya. Dunia ini bukanlah rumah kita yang sesungguhnya, rumah kita yang sesungguhnya berada di dalam kekekalan Sorga.
Final Welcome.
“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21).
Selaraskan sketsa di dalam hidup kita dengan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan. Setiap pengetahuan, keahlian, dan juga tujuan hidup yang membawa kita pada keberhasilan haruslah menuntun kita pada perspektif stewardship, bukan ownership, sehingga di garis akhir kehidupan kita mendapat final welcome dari-Nya.
Tidak ada sukacita terbesar ketika mendengar Tuhan memuji kesetiaan kita selama ini. Dunia sifatnya hanyalah sementara, semua yang dipercayakan di dalam hidup hanyalah titipan untuk memuliakan nama-Nya dan juga memperlebar kerajaan-Nya. Kita mendidik anak-anak bukan hanya untuk kebanggaan diri kita saja, karena sebenarnya anak-anak adalah milik Tuhan. Tetapi yang terutama adalah agar kita dapat mengarahkan hidup mereka untuk dapat memiliki kehidupan yang memuliakan nama Tuhan.
Hal apakah yang terutama di dalam hidup? Hal apakah yang menjadi kebanggaan di dalam hidup kita? Rindukan Sang Pemilik dari kehidupan itu berkata,
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia..”
“Well done, good and faithful servant! You have been faithful with a few things..” (New International Version, NIV).
Karena kita sudah setia melakukan segala sesuatu, untuk memuliakan nama-Nya.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments