top of page

Andreas Rahardjo - Nasihat untuk Memasuki Tahun 2025

Catatan Khotbah: “Nasihat untuk Memasuki Tahun 2025.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 29 Desember 2024.



Hal-hal apa sajakah yang perlu dipersiapkan, untuk kita dapat memasuki tahun 2025 ini?


Pertama. Kembangkan Sikap Bersyukur.


“Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku karena kamu atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus.” (1 Korintus 1:4).


Sikap Mengucap Syukur Senantiasa memang terlihat remeh dan sederhana pada mulanya, tetapi sesungguhnya membawa dampak yang besar di dalam hidup kita. Semua orang dengan sangat mudah melakukannya, dan saat kita mau setia melakukan, maka perasaan kita juga bisa berubah positif. Pikiran dan sudut pandang yang kita miliki selama ini juga dapat menjadi tenang.


Pada saat Pdt. Andreas memberi konseling pada jemaat, sering kali ditemukan kalau masalah yang dihadapi itu sebenarnya tidak terlalu besar. Justru malah ditemukan hanya karena masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah dan belajar mengucap syukur. Banyak yang suka mengomel, sehingga masalah yang dari semula terlihat sederhana menjadi membesar. Padahal sikap yang suka mengomel dan menggerutu itu dapat membuka sumber, di mana perasaan negatif dapat masuk dan menguasai kehidupan kita.


Tetapi Ayub menjawab: “Sekarang ini keluh kesahku menjadi pemberontakan, tangan-Nya menekan aku, sehingga aku mengaduh. (Ayub 23:1-2).

Kita dapat belajar dari kehidupan Ayub yang pada mulanya hanya berkeluh kesah, tetapi akhirnya berubah menjadi pemberontakan. Dampak dari kebiasaan suka mengeluh tidak hanya merusak kehidupan rohani seseorang saja, tetapi lambat laun juga merusak kehidupan jasmaninya.


Mengucap syukur dapat mengubah atmosfer hati menjadi positif. Joyce Meyer mengatakan,


You cannot have a positive life and a negative mind. Kita tidak dapat memiliki kehidupan yang positif, bersama dengan pikiran negatif.

Kita dapat belajar dari sikap kedua belas orang pengintai yang disuruh Tuhan untuk mengintai tanah Kanaan, yang kisahnya tertulis di dalam Bilangan 13-14. Kesepuluh orang pengintai memberi kabar sebenarnya, dan melemahkan semangat bangsa Israel (13:25-33). Tetapi Kaleb dan Yosua berusaha menguatkan kembali semangat bangsanya dengan mengatakan pada mereka,


“Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.” (14:7-9).


Tetapi karena perkataan yang melemahkan iman dan semangat dari kesepuluh orang pengintai, pada akhirnya Tuhan membawa mereka mengembara kembali sebagai penggembala di padang gurun selama empat puluh tahun lamanya, sampai mereka semua habis di padang gurun (14:33).


“Hanya, demi Aku yang hidup dan kemuliaan TUHAN memenuhi seluruh bumi: Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya.” (Bilangan 14:21-23).


Sikap mengomel dan menggerutu ini mungkin terlihat remeh, tetapi kita tidak akan bisa mengalami kemenangan, ketika memasuki tahun yang baru.


Mengucap Syukur Menguatkan Iman.


“Ketika Paulus melihat mereka, ia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya.” (Kisah Rasul 28:15b).

Tidak ada seorangpun yang mempunyai iman dan kerohanian luar biasa, tetapi di waktu yang sama, hidupnya memiliki kebiasaan suka mengomel. Ini adalah dua hal yang berlawanan.


Seseorang yang hidupnya menginspirasi dan imannya dapat menguatkan banyak orang memiliki kebiasaan bahwa dirinya tahu bagaimana caranya untuk tetap menjaga sukacita dan ucapan syukurnya di hadapan Tuhan, apa pun situasi dan kondisi yang sedang dipergumulkannya.


Masalah bisa jadi akan tetap ada, tetapi dengan kita belajar mengucap syukur, kita tahu kalau kita tidak menghadapinya sendirian. Kita bisa melalui dan menyelesaikannya bersama Tuhan!


“Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta.” (Amsal 15:15).

Bila kita mau melihat hari-hari yang baik, belajarlah untuk mengucap syukur di dalam segala hal.


Kedua. Hidup dalam Kerendahan Hati.


“Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Iapun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya.” (Amsal 3:34).

Apakah kita mau disayang Tuhan? Maka, belajarlah untuk hidup dalam kerendahan hati. Sebaliknya, Tuhan itu menentang orang-orang yang hidupnya congkak. Saat kita merasa sombong, tanpa disadari kita telah memposisikan diri kita menjadi musuh-Nya Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk hidup di dalam kerendahan hati.


“Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.” (Amsal 22:4).

Kalau firman Tuhan yang sudah berjanji seperti ini, maka hal apa lagi yang perlu kita takutkan? Kata “kekayaan” tidak selalu berbicara tentang harta benda secara fisik, tetapi juga kekayaan yang bersifat rohani. Kata “kehormatan” berbicara tentang kita dimampukan Tuhan untuk dapat menjalani kehidupan yang meaningful life / yang memiliki arti dan makna. Kalau kita belajar untuk hidup di dalam kerendahan hati, maka Tuhan yang menganugerahkan kita Masa Depan Cerah.


Selain itu, seseorang yang sombong tidak akan dapat melihat dirinya secara objektif. Hanya seorang yang memiliki kerendahan hati, yang dapat melihat dan berusaha untuk terus memperbaiki kekurangan dan kelemahan di dalam hidupnya.


Tetapi sering kali, masalah sesungguhnya justru karena ada kesombongan di dalam diri kita pribadi. Kita merasa diri benar sendiri, sehingga kita tidak dapat lagi melihat bahwa sumber permasalahannya justru karena diri kita sendiri.


Di bawah ini ada kisah pembelajaran yang sangat mahal dan ironis yang dapat kita pelajari, agar tidak terulang kembali di kemudian hari.


Black Death of Childbed / Puerperal Fever / the Doctor’s Plague.


Di abad ke-18, penyakit ini telah menjadi wabah yang telah membunuh 25 persen jumlah Ibu yang baru tiga hari mereka melahirkan, di seluruh dataran Amerika dan Eropa. Tidak ada seorangpun dokter dan ilmuwan yang dapat menemukan dari mana sumber penyakitnya berasal.


Sampai ada seorang dokter dan penyair yang berasal dari Amerika yang bernama Oliver Wendell Holmes, yang terkenal dengan penelitian dan pengajarannya di bidang medis. Pada tahun 1843, dirinya meneliti tentang demam nifas / infeksi pascapersalinan / puerperal fever / childbed fever yang merupakan adanya infeksi bakteri pada saluran reproduksi perempuan, setelah mereka melahirkan atau mengalami keguguran.


Setelah diteliti ternyata penyebabnya adalah para dokter dan perawat yang selama ini tidak mencuci tangannya dengan bersih serta membersihkan pakaian mereka sebelum operasi dilakukan.


Banyak peralatan operasi juga tidak pernah dibersihkan, sehingga hal ini membuat bakteri menginfeksi para Ibu, setelah melahirkan bayi mereka. Tetapi setelah kebiasaan untuk menjaga semuanya tetap bersih digiatkan, angka kematian Ibu dapat ditekan dan mulai menurun.


Masalah penyakit ini justru sumbernya bukan berasal dari luar, tetapi dari dokter dan perawat yang harus mengubah kebiasaan hidupnya.


Melalui kisah di atas kita dapat belajar agar jangan sampai kita hidup di dalam kesombongan, merasa diri benar sendiri, dan menolak untuk menerima saran serta masukan dari sesama.


Hidup ini sudah berat dan banyak masalah, tetapi saat kita membawa masalah tersebut dengan sikap hati yang sombong, maka bisa jadi kehidupan justru malah semakin bertambah berat. Bisa jadi adanya pertikaian dan perselisihan yang terjadi, justru sumbernya berasal dari ego diri pribadi yang keduanya tidak mau saling mengalah.


Setelah jadwal pelayanan di Bali, ada sepasang suami dan istri yang saling bertengkar. Keduanya lalu bertemu dan mengajukan argumennya pada Pdt. Andreas. Dimulai dari pihak istri yang bertanya pada Pdt. Andreas, manakah yang jauh lebih penting apakah memiliki rumah dahulu atau mobil? Istrinya pada saat itu menjawab bahwa rumah seharusnya jauh lebih penting, karena untuk tempat tinggal. Mendengarnya, Pdt. Andreas menyetujui pendapat perempuan tersebut.


Lalu giliran suaminya yang menjelaskan argumennya, bahwa mobil seharusnya jauh lebih penting. Mengapa? Karena ketika dirinya hidup di Jakarta, sebagian besar waktunya banyak dihabiskan di jalan. Dirinya memilih untuk mengontrak rumah yang sederhana, karena hanya dipergunakan untuk beristirahat saja.


Selama ini pekerjaaan dari suaminya adalah seorang kontraktor yang membangun banyak hotel di Bali. Karena itu, baginya memiliki mobil mewah merupakan kepentingan utama supaya dapat menarik hati dan membuat imvestor percaya. Selain itu proyeknya juga sering berpindah tempat, jadi lebih baik mengontrak rumah saja.


Terhadap argumen dari sang suami, Pdt. Andreas kembali membenarkan pendapatnya.


Bagi Pdt. Andreas, pendapat dari kedua belah pihak memang sama-sama benar. Tetapi yang menjadi permasalahan utamanya adalah,


Siapa yang mau mengalah?


Jangan sampai kita mendapat masalah yang jauh lebih berat dari sebelumnya, hanya gara-gara sumbernya berasal dari ego diri kita sendiri. Itulah sebabnya kita harus hidup di dalam kerendahan hati, agar dapat melihat kekurangan dan kesalahan di dalam diri kita masing-masing.


Ketiga. Kemampuan untuk Menahan Diri.


“Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.” (2 Korintus 12:6).


Hal di atas tidaklah mudah untuk dilakukan karena kita sedang hidup di zaman media sosial, di mana kecenderungan banyak orang hari-hari ini adalah berlomba ingin untuk mem-posting segala kegiatan di hidupnya. Kita ingin agar orang-orang dapat melihat aktivitas kita dan menilai betapa luar biasanya hidup kita. Dimulai dari apa yang kita makan, pergi dan berlibur ke sebuah tempat destinasi wisata, bertemu siapa saja.. sehingga kita tidak lagi memiliki kehidupan pribadi.


Tetapi marilah kita belajar untuk memiliki dan membangun kehidupan yang seperti iceberg / gunung es yang berada di tengah lautan.


Dari atas tampak terlihat kecil dan hanya puncaknya saja, tetapi di bagian bawahnya justru tampak membesar, kokoh, dan juga stabil. Kalau kita mau membangun kehidupan, ibaratkanlah seperti membangun sebuah bangunan. Semakin tinggi bangunannya, maka fondasinya harus dibangun semakin dalam agar bangunan tersebut dapat bertahan lebih stabil dan kokoh.


Tetapi di zaman media sosial, semuanya seolah seperti dibalik. Banyak orang berlomba-lomba ingin menonjolkan aktivitas dirinya, dan tidak lagi dapat menahan dirinya. Dari puncak mungkin terlihat Wah! tetapi fondasinya justru kecil dan keropos. Makanya banyak kehidupan menjadi tidak stabil. Masalah kecil jadi membesar, seharusnya bisa segera diselesaikan tetapi karena tidak bisa menahan emosi dan perkataan, masalahnya jadi membesar dan melukai perasaan banyak orang.


Kalau private life / kehidupan pribadi kita tidak dibangun solid, maka public life / kehidupan umum kita bisa menjadi berantakan.


“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:6).


Bangunlah kehidupan pribadi kita bersama dengan-Nya di setiap hari, di tempat yang tak terlihat siapa pun, maka kita tidak akan mudah digoncang dengan sikap dan perkataan dari sesama.


Banyak orang hari-hari ini konseling untuk beberapa hal yang sebenarnya sangat tidak perlu untuk diceritakan. Misalnya, ada seseorang yang bercerita bahwa dirinya mengalami kepahitan selama beberapa tahun.. diakibatkan karena mendengar perkataan dari temannya yang menyakitkan. Memang kita tidak bisa melarang seseorang untuk berkata apa saja mengenai diri kita, tetapi sedalam apa kita merasakan “sakit hati”.. semuanya berasal dari izin kita sendiri.


Kalau kita tidak pernah mengizinkan “sakit hati” itu melukai perasaan kita begitu dalam, yaa kita tidak akan mengalami “sakit hati” tersebut.


Kembangkanlah kehidupan pribadi, karena ini jauh lebih penting. Tidak semua harus dibagikan pada sesama. Hal ini dapat mengembangkan dan menguatkan kehidupan kita lebih lagi.


Keempat. Kemauan untuk Mengubah Hidup.


“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:1-2).


Berubahlah oleh pembaruan budi kita. Mengapa kita perlu untuk berubah? Karena dunia yang sedang kita hidupi hari-hari ini terus berubah, termasuk bagaimana cara kita konseling. Kalau kita tidak pernah berubah, maka kita tidak akan bisa mengikuti perubahan dan hidup kita juga tidak akan dapat menyelesaikan masalah.


Bagaimana Mengubah Hidup kita?


Mengubah Hidup dengan Membaca.

Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan wawasan dan memperluas sudut pandang yang kita miliki selama ini. Dari membaca kita dapat belajar banyak bagaimana jalur pemikiran penulis bukunya, bagaimana pengalamannya, hikmatnya dalam memandang dan menyelesaikan sebuah permasalahan, dan juga cara berpikirnya.


Buku adalah guru yang paling sabar. Kita tidak mengerti, kita baca terus sampai kita mengerti. Dan buku tetap mau bersabar mengulang dan menjelaskan apa yang tertulis di setiap lembarnya.


Seperti tubuh yang membutuhkan asupan makanan bergizi, demikian pula dengan pikiran kita yang membutuhkan asupan pengetahuan dari membaca buku, dan juga belajar dari kisah hidup sesama. Kalau pikiran kita tidak pernah mau diisi dan diubah, maka hidup kita juga tidak akan berubah. Pikiran diperbarui, hidup kita juga diperbarui.


Mengubah Hidup dengan Membuat Jurnal dan Menetapkan Tujuan.

Sering kali kita memiliki banyak ide, tetapi tidak pernah dituangkan dalam bentuk tulisan di dalam sebuah jurnal. Selain itu, mengapa membuat tujuan di dalam hidup ini penting? Agar kita dapat selalu mengevaluasi sampai sejauh mana hidup kita berjalan, dan juga supaya kita dapat belajar apa prioritas terutama di dalam hidup kita.


Kalau selama ini kita tidak memiliki prioritas, maka kita bukanlah seorang pemimpin, baik hal itu memimpin diri sendiri maupun orang lain.


Mengubah Hidup dengan Berolahraga.

Kita menjadi seperti sekarang karena apa yang kita makan selama ini. Milikilah tujuan hidup untuk menjadi sehat dengan berolahraga.


Ketika harus kembali untuk check up rutin kesehatannya, dokter pribadi Pdt. Andreas meminta agar berat badannya harus turun sampai di bawah 90 kg. Karena mau serius menurunkan berat badannya, Pdt. Andreas mengikuti program penurunan berat badan. Dan memang benar berat badannya turun banyak, tekanan darahnya juga ikut turun banyak. Tetapi selama program penurunan berat badan, Pdt. Andreas juga meminum obat untuk menurunkan tekanan darah. Hal ini sangatlah berbahaya, karena tekanan darahnya turun sampai 80 / 60.


Pada akhirnya Pdt. Andreas harus tinggal di rumah sakit untuk dirawat, sampai tekanan darahnya dapat kembali naik dan normal.


Bagaimana cara menurunkan berat badan secara alami? Yakni dengan berolahraga dan juga plester mulut. Tahun 2025 masih banyak tanggung jawab yang harus kita selesaikan. Tetaplah menjaga kesehatan kita benar-benar.


Mengubah Hidup dengan Rest / Beristirahat.

Bila kita tidak memiliki waktu beristirahat yang cukup, maka produktivitas kita dapat semakin menurun. Tetapi setelah kita beristirahat dengan cukup, maka kita dapat berkarya lebih banyak lagi dan memuliakan nama-Nya.


“Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” (Kejadian 2:3).


Dari ayat di atas kita dapat belajar bahwa Tuhan sendiri juga beristirahat di hari ketujuh setelah masa enam hari penciptaan, di mana Dia memberkati dan menguduskannya. Hari ketujuh ini menjadi Hari Sabat, di mana kita dapat berhenti dari segala pekerjaan selama enam hari sebelumnya, agar kita dapat beribadah pada Tuhan dan juga bersama orang percaya di dalam gereja-Nya.


Pada saat kita menyembah dan mendengarkan firman Tuhan di gereja, maka kita dapat beristirahat sejenak dan menjadi tenang. Hidup kita juga diberkati dan dikuduskan dari semua pencemaran dunia yang sudah kita hidupi selama enam hari sebelumnya, dan kita dapat masuk kembali di hari Senin dengan semangat dan sukacita yang baru.


Tetapi selain beribadah bersama dangan anak-anak Tuhan lainnya di gereja pada Hari Sabat, atau kita memakai hari Minggu untuk beribadah.. kita juga harus membangun rest / masa istirahat kita di dalam persekutuan dengan Tuhan di dalam doa dan juga pembacaan firman-Nya, di setiap hari.


Sama seperti alat elektronik kita yang bila di-charge selama 1 jam tidak akan cukup untuk dapat bertahan lama, tetapi bila kita charge agak lama, maka alat elektronik tersebut dapat kita pakai agak lama. Demikian pula charge hidup kita di dalam hadirat-Nya, di dalam doa dan pembacaan firman-Nya / Alkitab, agar kita mendapat kekuatan untuk menjalani hari-hari kita yang serba tidak pasti ini.


Mengubah Hidup dengan Memberi.

Jangan sampai kita menjadi seorang yang inward / hanya berfokus pada diri sendiri saja, tetapi milikilah kehidupan yang outward / berfokus untuk menjadi berkat dan terang Kristus bagi sesama. Sebab tidak ada yang bisa mengalahkan apa yang namanya keegoisan diri sendiri, selain dengan semangat untuk memberi serta menjadi berkat bagi sesama. Tentunya “memberi” ini tidak selalu berupa uang, tetapi bisa juga dalam bentuk semangat, waktu, dan perkataan yang menguatkan sesama.


Sebab seseorang yang suka memberi / outward looking itu hidupnya jauh lebih sehat dan juga berbahagia, daripada seseorang yang selama hidupnya hanya inward looking / berfokus hanya pada dirinya sendiri. Lambat laun hidupnya dapat berubah menjadi stres dan tertekan.


Mengubah Hidup dengan Mendengar.

Banyak relasi berjalan dengan tidak baik dikarenakan salah satunya tidak mau menjadi seorang pendengar yang baik.


Seorang pendengar yang baik itu tidak hanya berdiam diri saja, tetapi tidak mau mendengar dan mengerti apa yang disampaikan lawan bicaranya. Seorang pendengar yang baik itu juga bukan seorang yang menunggu kapan giliran dirinya untuk berbicara pada lawan bicaranya.


Seorang berhikmat tahu kapan dirinya harus berbicara, dan ketika dirinya menyampaikan pendapatnya, dirinya tidak asal berbicara.


Marilah kita belajar untuk mendengar dengan rasa empati, respek / menaruh rasa hormat, dan juga meminta hikmat Tuhan untuk dapat memahami lawan bicara ketika dirinya berbicara. Konselor yang baik bukan hanya hebat dalam hal berbicara, tetapi juga di dalam hal mendengar.


“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4).


Tuhan memberikan kita 2 telinga dan 1 mulut supaya kita dapat belajar untuk mendengar lebih banyak, dan berbicara lebih sedikit.


Mengubah Hidup menjadi Konsisten.

Banyak orang hari-hari ini suka untuk membuat resolusi, tetapi yang perlu diperhatikan adalah kita juga harus konsisten untuk melakukannya, tidak hanya semangat di saat awalnya saja. Karena tindakan yang mungkin terlihat remeh, tetapi dilakukan dengan setia dan konsisten, akan membawa dampak luar biasa di dalam hidup kita.


Misalnya, kalau kita ingin membaca sebuah buku langsung dalam 1 hari sekaligus, maka kita akan mengalami kesulitan. Tetapi bila kita mencicilnya 1 hari membaca sebanyak 5 halaman, dan kita tekun melakukannya setiap hari.. maka berapa banyak buku yang bisa kita baca dalam setahun?


Kelima. Bergerak Bersama.


“Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” (Pengkhotbah 4:12).

Jangan sampai kita masuk ke dalam tahun yang baru dengan menganggap diri kita memiliki self confidence / kepercayaan diri, merasa bisa untuk melakukan do it alone / melakukan semuanya sendirian. Memang, tidaklah salah bila kita memiliki apa yang namanya kepercayaan diri. Tetapi bila terlalu berlebihan, maka hal tersebut akan berakhir menjadi tidak sehat.


Pada suatu hari ada ujian yang diadakan di NAVI SEAL, dan siapakah yang bisa lulus ujian?


Ternyata setelah diselidiki, mereka yang terlalu egois dan ingin menonjolkan kekuatan dirinya sendiri, tidak dapat menyelesaikan ujian tersebut. Tetapi beberapa orang yang fisiknya tidak seberapa, tapi mereka dapat bekerja sama di dalam satu tim, yang dinyatakan menang. Sebab saat salah satu rekan tim ada yang tenaga dan semangatnya sudah habis, teman-teman mereka saling memberi semangat untuk dapat menyelesaikan setiap tugas dan bagiannya, hingga di garis finish.


Dan ternyata memang ujiannya didesain seperti itu, tidak dapat diselesaikan perorangan tetapi harus ada kerja sama tim, dan saling menguatkan.


Di tahun 2025 ini kita memiliki visi Moving Together / Bergerak Bersama. Kita tidak bisa bergerak dan melayani dengan sendirian. Itulah sebabnya milikilah dan bergabunglah di dalam Contact, komunitas keluarga rohani yang ada di dalam gereja MDC. Milikilah sahabat yang bisa mendukung hidup kerohanian kita, dan juga memiliki partner prayer / rekan doa yang bisa menguatkan hidup kita. Jadilah berkat dan terang Kristus, bersama-sama di dalam gereja-Nya.


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

6 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


GKPB Masa Depan Cerah Surabaya

©2025 by GKPB Masa Depan Cerah Surabaya

bottom of page