Catatan Khotbah: Menanggalkan Beban. Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo, di acara Shine Women Conference “Renew” Hari Kedua, yang diadakan di MDC Ciputra World Surabaya, pada Tgl. 31 Agustus 2024.
“tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:31).
Tema acara Shine Women Conference di tahun 2024 ini adalah Renew / Diperbarui, yang diambil dari ayat firman Tuhan di atas. Kita semua memang sudah merasakan pembaruan hidup, tetapi juga harus menyadari bahwa Tuhan itu masih sanggup untuk berbuat lebih, di dalam hidup kita.
Di ayat di atas dikatakan bahwa orang yang menanti-nantikan Tuhan itu dilambangkan seperti seseorang yang berlari dan tidak menjadi lesu, serta berjalan dan tidak menjadi lelah.
Kalau Tuhan yang memperbarui kekuatan di dalam hidup kita, maka apa pun musim kehidupan yang sedang dilalui.. setiap dari kita akan terus dimampukan untuk dapat menghasilkan “buah yang manis” dan menyelesaikan apa yang sudah Tuhan percayakan di dalam hidup ini.
Tetapi yang menjadi pertanyaannya, mengapa kita harus tetap kuat? Jawabnya adalah, karena kita sedang berada di dalam perlombaan / pertandingan iman yang diwajibkan bagi setiap kita.
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” (Ibrani 12:1).
Suka atau tidak, kita perlu untuk terus menambah effort / usaha agar dapat bertahan, terus bergerak maju, dan menyelesaikan pertandingan iman yang diwajibkan untuk diselesaikan ini. Karena pafa suatu hari kelak, setiap dari kita nantinya harus mempertanggungjawabkan apa saja yang sudah dikerjakan, dengan talenta yang sudah Tuhan percayakan di dalam hidup kita.
Perlombaan iman bukan hanya sekadar berbicara tentang “harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Matius 16:24), tetapi juga harus mengembangkan diri agar dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Kita semua memang dilahirkan original, tetapi ketika meninggalkan dunia yang fana ini, kita sudah mengembangkan setiap potensi yang Tuhan sudah berikan di dalam hidup kita dengan maksimal, baik hal itu dalam bentuk pemikiran, talenta, dan masih banyak lagi, bagi kemuliaan-Nya.
Di dalam perlombaan iman ini, ada dua halangan pertandingan iman yang perlu ditanggalkan.
Pertama. Menanggalkan Dosa.
Mengapa? Karena hidup di dalam dosa membuat kita tidak bisa mengikuti perlombaan iman ini.
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yohanes 1:9).
Pengorbanan-Nya sudah selesai menebus dosa kita semua (Yohanes 19:30), dan hanya Dia yang bisa mengampuni dosa serta memulihkan kita. Selain itu, kematian Kristus di atas Golgota sudah menuntaskan setiap masalah dosa. Bila selama ini ada sikap dan perbuatan yang mendukakan hati-Nya, kita dapat datang pada-Nya. Dia akan mengampuni segala dosa yang kita perbuat.
Tetapi ada dosa yang tidak bisa diampuni yakni, dosa yang tidak mau diakui di hadapan Tuhan. Mungkin tidak ada seorangpun yang tahu dosa-dosa apa saja yang sudah kita perbuat, tetapi Tuhan itu Mahatahu. Di ayat di atas dikatakan pada kita bahwa Dia mengampuni dan menyucikan kita dari segala dosa dan kejahatan, jika kita mau mengaku dosa-dosa kita. Oleh karena itu, tutuplah segala celah dan pintu dosa, jangan berikan pijakan pada Iblis untuk menguasai hidup kita.
Kedua. Menanggalkan Beban.
Ada berbagai beban tertentu yang sesungguhnya tidak perlu kita bawa di dalam hidup, karena selain membuat kita tertekan atas hal yang tidak diperlukan, hal ini juga dapat menghalangi kita untuk mengikuti dan menyelesaikan perlombaan iman yang diwajibkan ini.
Beban apa saja yang perlu kita tinggalkan?
Beban Pertama. Citra diri yang negatif.
Kita dapat belajar dari kehidupan bangsa Israel. Mengapa tidak semua dari mereka bisa masuk ke dalam tanah Kanaan? Karena mereka salah dalam menilai dirinya sendiri / memiliki citra diri yang negatif. Firman Tuhan menceritakan,
“Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: “Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita.” Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: “Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami.”” (Bilangan 13:31-33).
Kesepuluh pengintai melihat diri mereka hanya sebagai “belalang”, karena apa yang mereka pikirkan berasal dari apa yang berada di dalam hati mereka. Karena laporan dari sepuluh pengintai ini, bangsa Israel menjadi bersungut-sungut dan tidak mau lagi berjuang pada apa yang sudah Tuhan tetapkan dalam hidup mereka. Seandainya bila mereka mau berjuang, mereka pasti menang, karena Tuhan pasti menyertai mereka.
Pada suatu hari Pdt. Andreas Rahardjo memberi konseling pada orang tua dan anaknya yang belum menikah. Masalahnya adalah anak perempuan ini merasa dirinya jelek, karena mantan kekasihnya yang mengatakannya, sehingga dirinya tidak percaya diri dan tidak mau membuka diri terhadap hal baru yang Tuhan sudah sediakan di dalam hidupnya.
Tetapi setiap dari kita adalah biji mata-Nya Tuhan (Zakharia 2:8). Betapa berharganya hidup kita, sampai Dia mengatakan hal tersebut. Kalau kita tidak dapat melihat hal ini, maka tak ada seorangpun yang bisa menolong hidup kita.
Ada sebuah cerita tentang seorang bapak yang takut pada seekor ayam. Lalu bapak ini datang untuk berkonsultasi pada seorang psikolog yang memberi dua pertanyaan kepadanya,
“Bapak sama ayam tersebut, mana yang lebih besar ukuran badannya? Kalau memang bapak lebih besar ukuran badannya, harusnya siapa yang lebih takut?”
Berbekal dua pertanyaan ini, bapak tersebut kembali menghadapi ayam tersebut. Tetapi tak lama kemudian dia segera berbalik kembali pada psikolog dan bertanya,
“Apakah Bapak Psikolog sudah memberitahu ayamnya, bahwa ukuran badan saya jauh lebih besar dari dia?”
Bapak tersebut lebih percaya pada pola pikirnya sendiri yang menganggap bahwa ayam tersebut jauh lebih besar dan bisa membahayakan dirinya, daripada percaya sebuah fakta bahwa dirinya jauh lebih besar dari ayam tersebut.
Kalau kita mempercayai perkataan-Nya di dalam firman Tuhan / Alkitab, baru hidup kita dapat tertolong. Oleh karena itu, jangan membawa beban pikiran negatif di dalam hidup kita. Bisa jadi Tuhan sudah menyediakan berkat-berkatNya dan mau agar kita mengalaminya, bila kita mau menanggalkan beban citra diri yang negatif ini.
Beban Kedua. Menyimpan kepahitan.
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:31-32).
Banyak orang tidak lagi dapat bertanding dalam perlombaan iman, dikarenakan membawa beban ini. Memang setiap orang memiliki emosi dan dapat terluka. Tetapi yang bisa kita lakukan, lakukanlah terbaik yang dapat dilakukan. Tetapi apa yang tidak bisa kita lakukan dan kendalikan, Let Go and Let God. Serahkan kekuatiran kita pada-Nya.
Nelson Mandela dan kepala penjara.
Tak lama setelah terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan (1994-1999), Nelson Mandela mengajak beberapa pengawalnya untuk berkeliling kota. Dia singgah di sebuah restoran, dan tidak meminta perlakuan khusus. Dia memesan makanan untuk disantap bersama rombongannya.
Di meja bagian pojok ada seorang laki-laki yang duduk menunggu pesanannya. Nelson meminta pengawalnya mengajak laki-laki tersebut untuk bergabung ke meja Nelson. Laki-laki itu pun dipersilakan duduk tepat di samping Nelson.
Hidangan sudah lengkap, Nelson dan rombongan siap menyantap, termasuk laki-laki yang berada di sampingnya. Namun, laki-laki itu tampak aneh. Wajahnya berkeringat dan tangannya gemetar. Dia tidak sanggup menyantap hidangan yang ada, kecuali hanya memakan sepotong roti dan beberapa tegukan air. Pengawal pun bingung.
“Tampaknya dia sedang sakit. Sebaiknya segera kami bawa ke rumah sakit,” ujar pengawal kepada Nelson.
Nelson hanya berdiam diri dan makan, sampai dia menyelesaikan makanan yang sudah dipesannya. Pengawal semakin bingung melihat kondisi laki-laki tersebut, hingga dia dipersilakan untuk kembali ke mejanya yang semula.
Kata Nelson kepada pengawal,
“Dia tidak sakit. Keringat yang keluar dan tangan yang gemetar itu bukanlah tanda karena dia sakit. Dia adalah kepala penjara yang dulu pernah menyiksa aku, ketika aku dipenjara di ruang isolasi. Pernah ketika aku haus dan meminta air minum darinya, dia malah mengencingi kepalaku. Jadi, dia sekarang gemetar karena takut kalau aku akan membalas apa yang pernah dia perbuat terhadap aku. Tetapi aku tidak akan pernah membalasnya. Dendam bukanlah akhlakku.”
“Dendam tidak akan dapat membangun sebuah negara, tetapi memaafkan selalu akan menjadi jalan menuju kebangkitan sebuah bangsa.”
Beban Ketiga. Cara berpikir yang negatif.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2).
Kita tidak dapat memiliki kehidupan positif, bila hati kita dipenuhi dengan hal-hal negatif.
Pada suatu hari ada pabrik sepatu yang hendak mendirikan pabrik di Afrika, dan karena itu mereka mengirim dua orang bagian marketing untuk survei lokasi. Marketing pertama mengatakan agar jangan membuka pabrik di Afrika, karena tidak ada orang di Afrika yang memakai sepatu. Sedangkan marketing berikutnya mengatakan bahwa sekarang adalah saat yang paling tepat membuka pabrik sepatu, karena peluangnya sangat besar.
Tuhan tahu apa yang terbaik bagi setiap kita. Percayalah pada-Nya.
Beban Keempat. Pengharapan yang keliru.
“Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.” (Mazmur 62:6).
Kita bisa menjadi korban stres karena kita salah menaruh pengharapan. Kita merasa bahwa hidup kita dapat dibahagiakan dengan apa yang berada di dalam dunia ini, yang salah satunya bisa jadi berupa barang-barang yang berharga mahal dan serba wah. Bila di zaman dahulu ada satu Tv besar yang dapat dilihat bersama semua anggota keluarga. Tetapi sekarang setiap anggota keluarga masing-masing dapat melihat gadget-nya.
Ada seseorang yang juga mengalami stres berat karena tidak bisa kuliah di luar negeri, tetapi bukankah yang terpenting adalah bisa lulus dari apa yang namanya sekolah kehidupan?
Beban Kelima. Berusaha menyenangkan semua orang.
“Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Galatia 1:10).
Kita dipanggil untuk dapat mengasihi semua orang, tetapi kebenarannya adalah, kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Tetapi terkadang kita ada perasaan bersalah, ketika tidak dapat menyenangkan perasaan orang-orang sekitar.
Ada sebuah kisah di mana ada seorang istri yang takut pada suaminya, yang selama ini telah membiayai kuliah adiknya. Dirinya juga kuatir kalau sampai dia salah berbicara ataupun mungkin ada menegur suaminya ketika ada salah, maka suaminya dikuatirkan akan berhenti untuk membiayai kuliah dari adiknya.
Ketika dua menjadi satu, semuanya harus terbuka dan sepadan. Kalau ada yang kurang tepat, pihak istri bisa memberitahu pada sang suami. Tetapi kita juga perlu berbijaksana. Terkadang bukan apa yang kita katakan yang salah, tetapi bisa jadi caranya kita menyampaikan, yang salah. Suami memang adalah “kepala,” tetapi banyak istri yang menjadi “leher” dan memutar “kepala” sampai menjadi pusing.
“Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Matius 6:27).
Selama ini kita juga ingin dilihat hebat di depan banyak orang, kita ingin dinilai WOW! Padahal hidup kita masih banyak kekurangan, serta masih membutuhkan saran dan masukan dari sesama. Bisa jadi hanya karena mengejar ambisi kita, ada banyak hal yang dikorbankan termasuk dari orang-orang yang selama ini menyayangi hidup kita. Semuanya hanya karena kita ingin dinilai hebat oleh orang-orang di sekitar.
Reputasi kita bisa jadi dapat dirusak sesama, tetapi yang namanya karakter baik tidak akan pernah dapat dirusak orang-orang di sekitar, dan nantinya malah dapat mendukung dan memperbaiki reputasi kita. Emas sekalipun jatuh di dalam lumpur, tetap nilainya adalah emas, dan pastinya banyak yang akan memperebutkannya. Karakter baik hanya dapat dirusak oleh pemiliknya sendiri.
Ada juga beban karena kita pernah berbuat kesalahan di masa lalu, ataupun karena penghakiman yang telah diberikan sepihak dari orang lain. Tetapi tanggalkan setiap beban, dan serahkan pada Tuhan. Dia pasti akan me-renew dan memperbarui hidup kita kembali.
Penutup.
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7).
Kekuatan Allah yang nantinya akan menjadi kekuatan kita, serahkan segala kekuatiran kita kepada-Nya. Jangan berdoa untuk meminta hidup yang dipermudah, tetapi berdoalah meminta pada Tuhan agar kita selalu dikuatkan dan dimampukan untuk dapat melalui berbagai musim di dalam hidup kita. Firman-Nya berkata,
“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.” (ayat 10).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments