Catatan Khotbah: “Membangun Rumah Doa.” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 28 Januari 2024.
“Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Matius 21:13).
Rumah Tuhan / gereja-Nya seharusnya menjadi tempat bagi jemaat untuk dapat membangun hubungan yang lebih karib bersama dengan-Nya. Tetapi di ayat di atas dikatakan bahwa “kamu menjadikannya sarang penyamun.”
Apa artinya? Bagi seorang penyamun dan pencuri, yang terpenting di dalam hidupnya adalah bagaimana caranya untuk mendapat barang di dalam rumah yang hendak dicurinya. Mereka tidak mementingkan untuk membangun relasi / hubungan dengan sang pemilik rumah. Di dalam dunia ini, pastinya tidak ada seorang pencuri manapun yang membangunkan pemilik rumah terlebih dahulu untuk membangun relasi, sebelum mereka melakukan aksi curiannya.
Demikian hal yang sama, jangan sampai kita menjadi umat Tuhan yang jauh lebih menginginkan berkat-berkatNya, tetapi kita tidak ingin membangun relasi dengan Sang Pemberi berkatnya. Sebab bila kita hanya menginginkan berkat-berkatNya saja pada saat kita datang ke dalam rumah Tuhan, maka hal itu sama saja dengan kita menganggap rumah-Nya hanya sebagai “tempat pesugihan”, tempat di mana kita menginginkan sesuatu dan kita harus dengan segera mendapatkannya.
Rumah Tuhan harus menjadi Rumah Doa, sebuah tempat di mana umat Tuhan dapat membangun hubungan yang lebih karib bersama dengan-Nya. Jangan sampai rumah Tuhan menjadi tempat “Bless Me Club”, tempat di mana kita mencari berkat hanya bagi diri kita sendiri. Ketika rumah Tuhan menjadi rumah doa, dari sana Tuhan akan memulai serta menunjukkan pemerintahan dan kuasa-Nya. Berbagai mukjizat-Nya dapat terjadi lebih lagi karena Tuhan menyatakan kuasa-Nya lebih lagi di dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan di manapun kita berada.
“The place from which Christ governs is the House of Prayer.” (Blake Penson).
Bagaimana melibatkan Tuhan di dalam hidup kita?
Praktisnya dengan membangun kehidupan doa di setiap harinya, maka hal tersebut akan membuat kita membuka diri lebih lagi pada Tuhan, mengizinkan Dia untuk berkarya lebih lagi, dan memberi Dia ruang untuk terlibat seutuhnya di dalam hidup kita. Semakin banyak kita berdoa, maka semakin Tuhan menyatakan diri dan mukjizat-Nya lebih lagi di dalam hidup kita.
Pada suatu hari sebelum berangkat di Ibadah Doa Pagi, Pdt. Andreas mendapat impresi,
“Gereja yang memfokuskan dirinya pada doa, maka gereja itu tidak akan pernah salah arah. Tetapi gereja yang memfokuskan dirinya pada hal-hal lain dan bukan pada doa sebagai prioritas hidupnya, maka gereja dapat salah arah.”
Gereja yang berhenti berdoa maka hidup kerohaniannya akan mati. Dan bila hal tersebut terjadi, maka kehidupan seperti apa yang mau kita tampilkan, di luar dari kehidupan doa?
Apa yang terjadi pada saat kita berdoa?
Pertama. Kita dapat mengalami kuasa Tuhan.
“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” (Yakobus 5:16).
Doa membuat kita terbuka dan memberi kesempatan bagi Tuhan untuk dapat bekerja lebih lagi di dalam hidup kita.
Kedua. Tuhan mendewasakan hidup kita pada saat berdoa.
Tuhan itu sangat mau dan rindu untuk dapat mendewasakan kehidupan kita.
Doa membuat kita bertumbuh mencapai kedewasaan rohani. Semakin dewasa rohani seseorang, maka dirinya semakin tidak self-conscious / kesadaran yang orientasi hidupnya hanya pada dirinya sendiri, dan bertumbuh menjadi God-conscious / kesadaran yang orientasi hidupnya berfokus pada Tuhan.
“Orang yang jahat tidak mengerti keadilan, tetapi orang yang mencari TUHAN mengerti segala sesuatu.” (Amsal 28:5).
Tuhan tidak hanya memberikan kuasa, tetapi juga memberikan hikmat dan mempersiapkan diri kita terlebih dahulu sebelum menerima kuasa tersebut. Bagi Tuhan sangatlah mudah untuk memberi berkat-berkatNya pada kita, tetapi Dia ingin membentuk hidup kita untuk menjadi rendah hati terlebih dahulu sebelum menerima berkat-berkatNya, karena tak sedikit dari antara kita yang belum siap saat menerima berkat tersebut. Sehingga ketika hidup kita diproses untuk dapat menjadi lebih dewasa secara rohani, pada akhirnya nama Tuhan yang akan dipermuliakan.
Sampai kapanpun kalau hati kita sombong, Tuhan tidak akan dapat memakai hidup kita. Tuhan mau mengerjakan dan memproses hati kita untuk tetap rendah hati, sehingga bukan kemuliaan diri kita yang nantinya akan dinyatakan tetapi benar-benar kemuliaan-Nya yang dinyatakan.
Ketiga. Mengarahkan hidup kita untuk melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan.
“Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.” (Mazmur 25:4-5).
Bahaya Zaman Sekarang.
“Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.” (Amsal 16:2).
Ayat di atas adalah tujuan kita dalam didewasakan rohani. Hari-hari ini sangatlah tidak mudah untuk melakukan kegiatan konseling dengan seseorang, karena mereka memiliki standar kebenaran hidupnya sendiri dan tidak lagi mau tunduk pada kebenaran firman Tuhan. Sebenarnya kalau setiap kita mau tunduk pada kebenaran firman Tuhan, maka tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh-Nya.
Kita dapat belajar dari kisah bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama (PL), bagaimana seseorang bisa melakukan kebenaran hanya menurut sudut pandangannya sendiri.
Ketika bangsa Israel menyembah Allah yang benar dan sejati dengan melakukan apa yang benar sesuai dengan yang diperintahkan-Nya melalui nabi-nabiNya, maka nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dapat diimpartasikan masuk ke dalam hidup mereka. Relasi dengan Dia bertumbuh semakin hidup, mereka dapat semakin mengenal hati-Nya, dan dapat melihat karya-Nya yang luar biasa semakin dinyatakan.
Tetapi ketika bangsa Israel menyembah berhala / sesuatu yang bukan Allah yang benar dan sejati dengan melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri, maka nilai-nilai kebenaran firman Tuhan tidak dapat diimpartasikan masuk ke dalam hidup mereka.
Mengapa? Karena hanya Allah sejati yang dapat melakukannya, berhala bukan sesuatu yang hidup dan tidak bisa mengimpartasikan nilai-nilai kebenaran. Sehingga kebenaran yang mereka dapat hanyalah kebenaran menurut hasil pemikiran mereka sendiri, bukan kebenaran Allah.
Masalahnya di zaman sekarang, yang kita sembah bukan lagi Sang Pemberi berkat, tetapi hanya berkat-berkatNya saja. Apa yang kita perbuat dengan tangan kita yang bisa jadi berwujud kesuksesan, kekayaan, dsb. Ini semua tidak bisa mengimpartasikan kebenaran di dalam hidup, sehingga pada akhirnya kita hanya melakukan kebenaran menurut diri kita sendiri.
Ada masalah tidak mau dinasihati, sehingga merasa dirinya benar sendiri. Mereka tidak lagi mempercayai Tuhan dan tunduk pada nilai-nilai kebenaran firman Tuhan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, tetapi bertindak sebagai tuhan yang dapat mengatur segala sesuatu, seolah bisa menyelesaikan masalah dengan hikmat dan kekuatannya sendiri.
Dalam doa yang dinaikkan Daud di kitab Mazmur 25:4-5, kesannya hal ini dinaikkan dari doa seorang raja yang tidak memiliki kepercayaan diri untuk dapat memerintah dengan baik. Tetapi dari sikap Daud kita belajar, bahwa dirinya tetap menempatkan Tuhan di tempat yang terutama di dalam hidupnya, walau dia sudah menjadi seorang raja yang besar. Daud tetap merasa sebagai “seorang kecil” yang tak berdaya bila tidak mendapat tuntunan dari Tuhan.
Dan ketika Daud merendahkan hati dan dirinya di hadapan Tuhan, ada impartasi kebenaran Allah yang masuk ke dalam dirinya untuk melakukan kebenaran yang menyenangkan hati-Nya.
Kalau kita tidak belajar dari sikap Daud dan terus menempatkan diri sebagai tuhan yang mengatur segalanya, kita berbuat semau kita sendiri, maka kesombongan dapat membuat kita jatuh.
Teruslah mendekatkan diri pada Tuhan, karena hanya berasal dari Dialah sumber kekuatan di dalam hidup kita.
Langkah Praktis Membangun Mazbah Doa.
Tidak mungkin gereja Tuhan dapat menjadi Rumah Doa bila Mazbah Doa tidak pernah dibangun di dalam kehidupan pribadi dan juga keluarga. Apa yang menjadi langkah praktisnya?
Pertama. Menyadarkan diri sendiri tentang betapa pentingnya kehidupan doa.
Seorang Kristen yang tidak serius dengan kehidupan doanya adalah seorang Kristen yang tidak pernah serius dengan hidup Kekristenannya.
Kedua. Tetapkan waktu khusus untuk membangun kehidupan doa pribadi.
Kita memiliki waktu tertentu untuk setiap aktivitas, tetapkan juga waktu khusus untuk kita dapat membangun kehidupan doa yang karib bersama-Nya.
Ketiga. Belajarlah untuk terbuka di hadapan Tuhan.
Dia itu Mahatahu dan mengenal isi hati kita. Dan tidak hanya itu saja, Dia juga rindu untuk dapat mendengar cerita dari anak-anakNya. Karena itu, beranilah untuk menyatakan kepada-Nya segala kekuatiran, kelemahan, dan apa pun yang sedang kita hadapi. Tuhan itu ada, dan Dia akan memproses serta menguatkan hidup kita agar dapat menjadi serupa dengan-Nya.
Keempat. Dekatkan diri kita dengan firman Tuhan / membaca Alkitab.
Tuhan masih dapat berbicara melalui umat-Nya, dan Dia dapat berbicara menguatkan iman anak-anakNya salah satunya adalah dengan membaca firman Tuhan. Karena itu, bagaimana caranya Tuhan dapat berbicara dan kita mengenal isi hati-Nya, bila kita sendiri tidak pernah membaca Alkitab?
“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Roma 10:17).
Kelima. Jangan lupa untuk beriman.
Tidak cukup hanya dengan membangun kehidupan doa dan membaca firman-Nya saja, tetapi kita juga perlu untuk melanjutkannya dengan beriman dan menjadi pelaku dari firman-Nya.
“Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.” (Yakobus 2:17).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments