top of page

Andreas Rahardjo - Luka Batin

Catatan Khotbah: Luka Batin. Ditulis ulang dari sharing khotbah Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan pada Tgl. 21 Juli 2024.



“Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Maka berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?”” (Lukas 24:13-18).


Setiap dari kita bisa saja mengalami kekecewaan, yang bila tidak dengan segera diatasi dapat berujung pada luka batin. Dari kisah dua orang murid di atas kita dapat belajar,


Pertama. Kejadian yang memengaruhi emosi kita, dapat menurunkan semangat yang kita miliki.


Dua orang dari murid-murid Yesus yang pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem.. mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi (ayat 13-14). Bisa jadi keadaan hati mereka pada saat itu sedang pahit dan mengalami emosi yang menekan, karena baru saja ada kejadian Guru yang selama ini telah mereka bangga-banggakan dan sayangi, telah mati di atas kayu salib. Dua orang murid ini merasa bahwa masa depan mereka suram, semangat mereka menurun, dan sudah tidak lagi memiliki pengharapan.


Karena luka batin, seseorang bisa jadi tidak lagi dapat mengerjakan sesuatu yang dipercayakan di dalam hidupnya, dengan penuh semangat.


Padahal firman Tuhan berkata,


“Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi.” (Pengkhotbah 9:10).


Kedua. Kejadian yang memengaruhi emosi kita, dapat membuat kita lupa akan apa yang menjadi panggilan Tuhan di dalam hidup kita.


Dua orang dari murid-murid Yesus tahu akan apa yang menjadi panggilan Tuhan di hidupnya, tetapi pada saat Yesus mati di atas kayu salib, semua sepertinya sudah habis dan tidak ada artinya lagi. Mereka memutuskan untuk pergi ke sebuah kampung yang bernama Emaus, dan bisa jadi di dalam perjalanan tersebut mereka mengalami kekecewaan yang teramat sangat, dan mungkin saja memutuskan untuk tidak mau lagi mengikut Yesus dan tidak peduli lagi terhadap semua ajaran-Nya yang selama ini telah dibagikan.


Bisa jadi pada saat itu, mereka memutuskan untuk meninggalkan apa yang menjadi panggilan Tuhan, di dalam hidup mereka.


Ketiga. Kejadian yang memengaruhi emosi kita, dapat membutakan mata rohani kita.


“Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia.” (Lukas 24:15-16).


Pada waktu dua orang murid ini mengalami kekecewaan, dikatakan di ayat di atas bahwa Tuhan Yesus sendiri yang mendatangi dan mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama mereka. Tetapi mungkin karena adanya kekecewaan di dalam hati mereka, hal itu telah menghalangi kedua mata mereka untuk dapat melihat siapa Pribadi Yesus yang berada jelas di dekat mereka.


Ketika seseorang terjebak di dalam bitterness / rasa pahit, mereka tidak lagi dapat melihat Pribadi Tuhan dengan jelas, yang di mana Dia masih turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28). Selain itu, seseorang yang terjebak di dalam rasa pahit tidak lagi bisa melihat masih ada sisi baik dari iman mereka.


Setiap dari kita bisa saja terluka, jangan ada seorangpun yang menganggap dirinya kebal terhadap apa yang namanya luka batin, apalagi merasa denial / menolak bahwa dirinya sedang mengalaminya.


Contoh simpelnya seseorang yang denial / menolak dianggap sakit hati adalah saat dirinya berkata,


“Aku tidak apa-apa. Sudah aku ampuni semua kesalahannya. Yaa mulai sekarang, aku anggap saja dia adalah orang yang tidak waras..”

Atau bisa jadi memang sudah mengampuni, tetapi lebih lanjut dirinya berkata,


“Awas saja, aku tidak akan sudi untuk menerima dirinya masuk ke dalam rumahku.”

Mengapa Luka Batin tidak mudah diobati?


Pertama. Karena tidak terlihat secara fisik.


“Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan.” (Amsal 14:13).

Kalau luka fisik kita masih bisa mengetahuinya, tetapi yang namanya luka batin itu letaknya berada di dalam dan tidak ada seorangpun yang tahu. Di apotek hanya tersedia obat untuk luka fisik, tetapi tidak pernah ada obat yang tersedia bagi luka batin.


Kita perlu berhati-hati sebab bahaya dari luka batin itu bila tidak dengan segera diatasi,


Our psychology will determine our theology.

Permasalahan di dalam jiwa kita dapat menentukan sejauh apa arah iman dan keyakinan kita. Padahal seharusnya yang terjadi adalah iman dan keyakinan kita kepada Tuhan, yang mengarahkan apa yang berada di dalam jiwa kita. Jangan dibalik.


Kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna dan sudah jatuh di dalam dosa. Siapapun masih bisa menyakiti kita. Karena itu kita perlu berhati-hati terhadap berbagai “goresan” yang dapat melukai hati dan juga hidup kita.


Kedua. Karena tidak mudah untuk dipahami.


“Hati mengenal kepedihannya sendiri, dan orang lain tidak dapat turut merasakan kesenangannya.” (Amsal 14:10).

Orang yang sakit hati bisa melakukan berbagai pembenaran dan juga hidupnya menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Hatinya dipenuhi dengan berbagai kemarahan, dan menganggap bahwa pengampunan itu ada batasnya.


Sekalipun di dalam Alkitab tertulis banyak ayat firman Tuhan yang bisa dipakai untuk pembenaran atas perbuatan kita, tetapi semuanya kembali lagi diserahkan pada integritas yang berada di dalam hati kita untuk memutuskan segala sesuatu, dengan baik dan benar sesuai standar firman-Nya.


Karena itu, jagalah benar-benar apa yang berada di dalam hati kita. Ketika segala sesuatu diawali dengan rasa sakit hati, maka setiap pengajaran firman Tuhan nantinya akan dikompromikan, sehingga pada akhirnya menyimpang dari pengajaran firman yang sesungguhnya. Sesakit apa pun yang kita rasakan, tetaplah submit / tunduk pada kebenaran firman Tuhan yang absolut.


Hurt people hurt others. Seseorang yang terluka hatinya, maka dirinya akan cenderung untuk melukai perasaan orang lain.

Karena itu bila kita melihat ada seseorang yang perkataannya selalu negatif dan melukai perasaan, bisa jadi mungkin karena ada banyak luka di dalam hatinya yang masih belum diselesaikan dan disembuhkan. Kita perlu belajar untuk memiliki empati terhadap luka batin yang dimiliki orang lain. Ketika kita menjadi pendengar yang baik dan bisa merasakan penderitaan yang sedang dialami orang lain.. sikap dan empati kita ini bisa dipakai Tuhan untuk menjadi obat yang menyembuhkan.


Itulah sebabnya di dalam kata “simpati” kita dapat belajar untuk memahami kesusahan yang sedang dialami orang lain, dan marilah melanjutkannya dengan memiliki “empati” dengan menempatkan diri kita di posisi orang tersebut. Kita belajar untuk memahami kepedihan hatinya dan membayangkan bagaimana bila hidup kita sendiri yang diizinkan untuk mengalami pergumulannya.


Bagaimana kita dapat terluka?


Pertama. Melalui Perkataan.


“Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati.” (Amsal 15:4).

Di dalam versi New Living Translation dikatakan,


“Gentle words are a tree of life; a deceitful tongue crushes the spirit.”

Lidah yang jahat itu memiliki kekuatan untuk menghancurkan roh. Karena itu, berhati-hatilah dengan perkataan yang tidak dapat ditarik kembali. Hutang uang memang bisa dikembalikan, tetapi waktu yang sudah berlalu dan kata-kata yang sudah terucap, tidak dapat ditarik dan dikembalikan.


Selain itu, perkataan yang kita ucapkan juga tidak hanya sekadar menguap dengan begitu saja, tetapi perkataan tersebut dapat menjadi tombak yang menghunjam dan menghancurkan hati. Oleh karena itu bagi setiap orang tua, berhati-hatilah dengan setiap perkataan yang kita ucapkan karena perkataan kita harus membangun citra dan gambar diri yang sehat di dalam hidup anak-anak.


Ketika anak-anak mengalami kegagalan, kita dapat memotivasi mereka untuk berani mencoba sekali lagi dan tetap mempercayai mereka. Melalui perkataan, kita juga dapat membentuk dan membangun hidup anak-anak.


Firman Tuhan juga berkata,


“Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya. Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi.” (Amsal 10:20-21).


Sadarilah melalui perkataan dan perbuatan, kita dapat menjadi berkat dalam hidup sesama. Oleh karena itu, berkata-katalah dan terus berbuat benar agar nama-Nya semakin dipermuliakan.


Kedua. Melalui Penderitaan.


“Minyak dan wangi-wangian menyukakan hati, tetapi penderitaan merobek jiwa.” (Amsal 27:9).

Ada seseorang sukses yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Pada usia anak-anak, dirinya harus bekerja dengan sangat keras, untuk mendukung finansial keluarganya. Padahal di usia anak-anak adalah waktunya playtime / bermain. Sehingga setelah mencapai usia dewasa, dirinya kehilangan masa bermain di usia anak-anak.


Ketika hidup kita diizinkan berada di bawah tekanan, tenangkan diri dengan meminta hikmat dan kasih Tuhan untuk menuntun langkah kaki kita di tahap selanjutnya. Kalau tidak berhati-hati, kita dapat mengalami kehancuran di dalam hati atas keputusan yang tidak bijaksana yang bisa jadi kita lakukan, saat di bawah tekanan.


Ketiga. Karena Ketidakadilan.


“Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya.” (Kejadian 37:5).

Yakub memiliki banyak anak, tetapi yang dimanja adalah Yusuf. Dan karena ketidakadilan yang dilakukan Yakub dalam mengasihi anak-anaknya, hal ini menimbulkan kebencian lebih mendalam di hati saudara Yusuf.


Keempat. Karena Musibah.


“Tetapi Ayub menjawab: “Sekarang ini keluh kesahku menjadi pemberontakan, tangan-Nya menekan aku, sehingga aku mengaduh.” (Ayub 23:1-2).

Ada banyak kejadian / musibah misalnya kecelakaan, hanya anaknya yang dapat bertahan hidup. Dari anak yang memiliki security / rasa aman untuk masa depan, berubah dalam sekejap tidak lagi memiliki jaminan akan masa depan.


Kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna, dan kita bertemu keluarga rohani di dalam gereja-Nya. The ending of love is willing to help. Sesungguhnya akhir dari kata kasih ini adalah kerinduan dan keinginan untuk dapat menolong sesama. Inilah yang harus terjadi di dalam komunitas orang percaya. Saling mengasihi, saling membantu, dan juga saling mendukung di antara sesama di dalam kesatuan Tubuh Kristus.


Luka Batin dapat mempengaruhi tubuh kita.


“Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku. Sebab hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah; kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah.” (Mazmur 31:9-10).


Berhati-hatilah dengan pikiran yang selalu berputar ke mana-mana, tetapi tubuh fisik tidak dapat mengimbangi padatnya isi pikiran kita.


Langkah-langkah menuju Pemulihan.


Pertama. Terbuka di hadapan Tuhan, karena Dia mengerti apa yang terjadi di dalam hidup kita.


“Engkau memang melihatnya, sebab Engkaulah yang melihat kesusahan dan sakit hati, supaya Engkau mengambilnya ke dalam tangan-Mu sendiri. Kepada-Mulah orang lemah menyerahkan diri; untuk anak yatim Engkau menjadi penolong.”


Tell God where is hurts. Katakan pada Tuhan di dalam jam-jam doa pribadi kita, di mana letak dari rasa sakit tersebut. Dia memang tahu segalanya, tetapi kita tidak diciptakan sebagai robot. Dia ingin agar setiap kita memiliki relasi yang karib bersama dengan-Nya di dalam doa dan juga pembacaan firman-Nya / Alkitab.


Kedua. Belajar mengampuni sesama yang sudah menyakiti dan mengecewakan hidup kita.


“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:32).

Kita mungkin sudah sangat sering mendengar kata “mengampuni,” tetapi hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Tetapi Watchman Nee mengatakan,


Tidak mungkin kita bisa mengampuni dengan menggunakan hikmat dan kekuatan manusia, kalau kita tidak melihat di kayu salib betapa banyaknya dosa kita yang sudah diampuni-Nya.

Selain itu ada quote yang terkenal,


“Forgive others, not because they deserve forgiveness, but because you deserve peace.” (Jonathan Lockwood Huie).

Selama kita masih menyimpan kesalahan orang lain dan tidak mau melepas pengampunan, maka hal ini adalah kerugian terbesar karena kita bisa kehilangan damai. Bahkan Tuhan Yesus sendiri juga memberi teladan dari atas kayu salib,


“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34).

Melepas pengampunan bukan masalah enak / tidak enak, tetapi kita mau melakukannya karena kita dilayakkan-Nya untuk mendapat,


“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:7).

Ketiga. Melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.


“Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” (1 Yohanes 2:17).

Mengampuni itu mengampuni. Tetapi kita juga harus melanjutkannya dengan move on / sebuah proses di mana seseorang dapat berdamai dengan masa lalu dan melanjutkan hidup mereka dengan cara yang lebih positif. Sebab bila tidak move on, maka kita dapat terjebak di dalam lingkaran setan di mana kita akan terus mengingat apa yang diperbuat seseorang di dalam hidup kita, dan kita tidak akan dapat berkembang dan menghasilkan apa-apa. Kita akan terus berada dan terikat, dalam keadaan yang tidak mau mengampuni.


Carilah kehendak Tuhan mengenai apa yang bisa kita lakukan. Ketika hidup kita dipenuhi damai sejahtera dari-Nya, maka hal inilah yang nantinya akan mengobati luka batin kita. Bisa jadi ketika hidup kita sudah dipenuhi damai sejahtera-Nya, maka Dia akan melanjutkannya dengan memberi berkat-berkatNya bagi hidup kita.


Saat kita mau belajar untuk mengucap syukur, maka pikiran kita dapat diubah-Nya menjadi positif, dan hal itu disusul dengan berbagai hal positif yang juga ikut terjadi di dalam hidup kita.


Wallace E. Johnson yang kehilangan pekerjaan, pada mulanya marah terhadap Tuhan mengapa Dia membiarkan hal tersebut terjadi. Mengapa tidak ada pembelaan dan penjagaan dari-Nya. Tetapi pada akhirnya dirinya belajar mengucap syukur dan mencoba untuk bangkit kembali. Tuhan memberikan dirinya hikmat sehingga cara berpikirnya berkembang, dan dengan sahabatnya Kemmons Wilson Jr., mencoba membuka motel di tengah keadaan yang sulit. Dan usahanya ini diberkati Tuhan dan menjadi berhasil, dari beberapa motel saja telah bertumbuh menjadi jaringan hotel terbesar di dunia. Nama jaringan hotel tersebut adalah Holiday Inn.


“Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta.” (Amsal 15:15).

Kalau kita memulai sebuah hari dengan omelan, maka kita akan melihat yang terjadi di dalam hidup kita selanjutnya hanyalah hal-hal buruk. Mau mencari dan mengalami hari baik? Mulailah hari kita dengan belajar untuk mengucap syukur, dan Dia yang akan bekerja selanjutnya di dalam hidup kita. Ada berbagai mukjizat yang Tuhan masih sediakan, pada saat kita mau belajar untuk mengucap syukur di dalam segala hal.


Ada kisah seorang bapak yang mengalami masalah di dalam pekerjaannya dan akhirnya rumahnya disita bank, tetapi dirinya tidak putus asa dan kembali bangkit. Yang dilakukannya adalah dengan berjualan pangsit mie tepat di depan bank yang sudah menyita rumahnya. Masakannya disukai oleh karyawan bank tersebut, dan dengan berbagai proses yang harus dilalui, pada akhirnya bapak ini mengalami pemulihan di dalam hidupnya.


Jangan menangisi dan menyalahkan siapa-siapa. Teruslah move on, karena Tuhan masih menyediakan rencana dan berkat yang jauh lebih besar bagi setiap kita. Firman-Nya berkata,


“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).


Keempat. Mengucap syukur senantiasa.


“Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku.” (2 Timotius 1:3a).

Belajarlah mengucap syukur di dalam segala hal, untuk apa yang Tuhan sudah beri dan lakukan di dalam hidup kita. Ketika kita melakukan hal ini, maka sakit hati akan semakin mengecil, ucapan syukur akan terus membesar, hati kita akan semakin dikuatkan dan dimampukan untuk dapat melihat dan memahami karya Allah yang besar yang selama ini terus bekerja di dalam hidup kita, dan juga nantinya melalui hidup kita.


“Kita tidak bisa memiliki kehidupan yang positif, kalau selalu memiliki pola pikir yang negatif.” (Joyce Meyer).

Bangunlah hidup kita dengan banyak hal yang tidak akan membuat kita menyesal, di penghujung hari kita nantinya. Semakin tinggi Tuhan memakai dan mempercayakan banyak hal di dalam hidup kita, maka tetaplah hidup di dalam kerendahan hati dan mau mendengar serta menerima setiap saran dan masukan, kritik, bahkan perkataan negatif dan menyindir. Pergunakanlah semuanya itu untuk dapat membuat pribadi kita menjadi lebih baik lagi, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan Tuhan yang pada akhirnya semakin dipermuliakan.


Pengampunan membuka berkat dan banyak pintu promosi. Tuhan mau mengangkat setiap kita, tetapi hidup kita juga harus rela untuk selalu mau dibentuk dan dibersihkan-Nya. Lepaskan setiap rasa sakit hati yang melekat selama ini, move on, dan siapkan hati dan hidup kita untuk rencana-Nya yang jauh lebih besar.


Let Go. Let God be God.


“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:13-14).


Amin. Tuhan Yesus memberkati.

11 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page