Catatan Khotbah: “Iman di Tengah Krisis”. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Minggu Tgl. 7 Mei 2023.
Ayat Bacaan: Matius 14:22-33.
Tidak ada seorang pun yang kuat hidupnya kalau tidak mendekatkan dirinya dengan firman Tuhan / Alkitab. Memiliki hubungan karib dengan membaca, merenungkan, dan juga melakukan setiap kebenaran firman yang tertulis di dalamnya. Kita harus selalu menggelorakan gerakan untuk cinta membaca firman dan hidup berdampingan dengannya, agar kita dapat memiliki dan menguatkan iman di berbagai krisis yang diizinkan-Nya terjadi.
Beberapa hal yang kita pelajari dari kebenaran firman Tuhan di atas adalah,
Pertama. Perjalanan yang sesuai dengan kehendak Tuhan itu belum tentu bebas dari masalah.
“Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang..” (ayat 22).
Bukan berarti kalau kita sudah taat melakukan kebenaran firman Tuhan, maka semua akan berjalan tanpa ada halangan dan rintangan. Masalah tetap diizinkan terjadi, karena melaluinya, Tuhan dapat melakukan intervensi sehingga ada perkara-perkara luar biasa, dan nama-Nya yang akan dipermuliakan.
Seorang pria dan perempuan menikah karena mereka berdua yakin pasangannya adalah jodoh terbaik dari Tuhan, dan merupakan kehendak terbaik-Nya. Tetapi bukan berarti kalau pasangan kita adalah jodoh terbaik dari Tuhan, maka setelah menikah tidak pernah terjadi masalah. Izinkan dan selalu beri ruang kepada Tuhan untuk bekerja di dalam dan melalui hidup kita.
Kedua. Tuhan tidak membiarkan kita menghadapi masalah sendirian.
“Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal..” (Markus 6:48).
Tuhan Yesus yang berdoa di atas bukit (ayat 46) bukanlah Tuhan yang tidak mau tahu sama sekali atas setiap permasalahan yang sedang dihadapi murid-muridNya, dan kita juga tentunya. Setiap dari kita pasti memiliki masalah dan pergumulan, dan tidak semua orang yang tahu dan mau memahami masalah yang sedang kita hadapi. Tetapi Tuhan itu melihat semua. Dia mau peduli dengan kita, sekalipun lainnya tidak. Dia melihat murid-muridNya payah mendayung karena adanya angin sakal. Dan di dalam kata “melihat”, Dia juga bisa merasakan apa yang sedang dihadapi murid-muridNya.
Tuhan mengerti bagaimana perasaan kita. Di tengah dunia yang sedang tertawa, Dia dapat merasa dan mengenali sepinya hati kita. Dia sendiri mengalaminya ketika ditinggal murid-muridNya sendirian, dihina dan diabaikan orang-orang yang selama ini sudah menerima mukjizat-Nya, sendirian menjalani siksaan sambil memanggul salib di jalan Via Dolorosa, bahkan di atas kayu salib Dia berseru,
“"Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46).
Kadang kita merasa menghadapinya sendirian. Tetapi Tuhan itu tahu dan melihat, dan Dia juga dapat merasakan. Selain itu, Dia juga bukan hanya sekadar melihat dan bersimpati pada para murid, tetapi juga mendatangi mereka. Dia juga akan datang menghampiri hidup kita. Tuhan melihat apa yang sedang kita pergumulkan, dapat merasa apa yang sedang kita rasakan, dan Dia datang untuk menolong setiap kita.
Ketiga. Masalahnya: Kehadiran Yesus sering kali tidak dikenali.
“Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut.” (Matius 14:26).
Tuhan datang dan cara-Nya dalam menolong tidak seperti apa yang kita inginkan. Kita tidak boleh membatasi-Nya. Dia bisa berbicara lewat suami, istri, anak-anak kita, bahkan siapa pun. Kita ingin Tuhan menolong dan mengoreksi dengan cara kita sendiri, tetapi marilah memberi ruang untuk Tuhan dapat bergerak bebas dalam mengoreksi dan membentuk pribadi kita.
Keempat. Sering kali kepanikan / ketakutan membutakan mata rohani, tetapi ketika mau tenang, kita dapat melihat rencana terbaik-Nya.
“Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut.” (Matius 14:26).
Kalau kita menghadapi masalah, sikap pertama adalah belajarlah untuk menjadi tenang, agar kita dapat melihat rencana Tuhan secara keseluruhan dan mendengar Dia berbicara. Tuhan tidak pernah berteriak, tetapi selalu berkata lembut, dan kita memerlukan ketenangan. Terkadang kita dapat melihat segala sesuatu dengan lebih baik hanya pada saat kita mau slow down / mengurangi kecepatan kita saat beraktivitas.
Sama seperti lagu anak-anak,
Naik-naik ke puncak gunung..
Kiri kanan ku lihat banyak pohon cemara..
Karena mau slow down / berhenti sejenak, maka kita dapat melihat apa yang terjadi di keadaan sekitar, dan memiliki banyak sudut pandang berbeda, yang selama ini tak kita sadari.
"Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!
Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:10).
“He says, “Be still, and know that I am God; I will be exalted among the nations, I will be exalted in the earth.” (NIV).
Kelima. Iman diawali dengan sebuah permintaan yang sangat berani.
“Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air."” (Matius 14:28).
Di tengah badai dan krisis, iman diawali dengan sebuah permintaan yang sangat berani dan penuh dengan keyakinan. Kita hanya berani melangkah ketika ada backup / perlindungan. Dan di dalam hidup ini kita tidak pernah melangkah dengan sendiri, selalu ada Tuhan Yesus yang menyertai hidup kita. Jangan pernah takut melangkah. Biarlah setiap kita dikenal bukan hanya sebagai produk dari kerja keras kita saja, tetapi juga produk dari keyakinan iman kita yang teguh kepada-Nya.
Bedakan iman dengan perasaan. Milikilah iman yang cukup berani untuk meminta sesuatu yang di mana kita tidak bisa melakukan dengan kekuatan kita sendiri. Sama seperti seorang pembalap, kalau dia hendak mengalami kemenangan yang lebih dari pembalap lainnya, maka dirinya harus berani menyalip di tengah krisis, saat berada di belokan di mana pembalap lainnya sedang mengurangi kecepatan.
Biarlah Tuhan yang menuntun dan mencelikkan mata kita semua untuk dapat melihat momen penyertaan-Nya dalam hidup kita.
Keenam. Dari permintaan iman menjadi pengalaman iman.
“Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.” (14:28-29).
Ada action / tindakan, bukan hanya sekadar meminta. Selain itu kita juga bisa mendapat dukungan doa dari sesama dan mereka juga dapat memberi konfirmasi / dukungannya. Waktu Tuhan berjanji, maka percayalah bahwa Dia juga yang akan menuntun dan menyediakan jalan-jalanNya. Perjalanan iman kita itu tidak hanya dinikmati untuk diri kita sendiri saja tetapi juga dinantikan banyak orang, baik itu keluarga kita maupun keberadaan orang-orang di sekitar.
Kita dapat menjadi berkat melalui perkataan, kekuatan iman, perbuatan, dsb., sehingga mereka dapat mempercayai bahwa Tuhan masih berkuasa dalam memelihara umat-Nya.
Ketujuh. Runtuhnya iman..
“Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!"” (ayat 30).
Living with faith is not same with feeling. Hidup dalam iman tidaklah sama dengan hidup dengan perasaan. Ketika kita memilih untuk hidup dengan iman kepercayaan kita terhadap janji-janji Tuhan, maka berhati-hatilah dalam menjaga emosi dan perasaan kita, sebab bila tidak, iman yang kia bangun selama ini dapat runtuh. Jangan sampai kita terjatuh dan bertambah semakin jauh dari Tuhan karena disesatkan perasaan kita. Sering kali ketika masalah menyentuh emosi / emosional problem, kita menjadi lebih emosional daripada menjadi lebih beriman. Berhati-hatilah dengan permainan emosi yang menyesatkan. Kita masih memiliki Tuhan yang luar biasa.
Kedelapan. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat.
“Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”” (ayat 31).
Kita bisa saja berbuat salah, tetapi Tuhan itu tidak pernah mencicil pertolongan-Nya. Kalau manusia akan memberi tegurannya terlebih dahulu, bahkan ada yang sampai “mengucap syukur” atas kejatuhan kita. Tetapi Dia dengan bersegera menolong hidup kita terlebih dahulu, baru setelah itu Dia memberi teguran atas perbuatan kita. Sama seperti Tuhan Yesus yang menolong Petrus, dengan bersegera Dia mengulurkan tangan dan mengangkat Petrus, sebelum Petrus tenggelam.
Kesembilan. Mukjizat-Nya memang terjadi, tetapi tanggung jawab awal jangan dilupakan.
“Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah.” (ayat 32).
Ketika mukjizat-Nya terjadi, jangan sampai kita melupakan tanggung jawab pribadi atas keluarga, pekerjaan, pelayanan, dan banyak hal yang sudah Tuhan percayakan dalam hidup kita.
Kesepuluh. Masa krisis sering kali membawa pewahyuan yang baru tentang Tuhan.
“Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah."” (ayat 33).
Tuhan mengizinkan krisis agar kita dapat mengalami pertolongan dan juga pewahyuan yang baru dari-Nya. Agar iman kita bangkit, mengalami janji dan pertolongan-Nya, dan kita juga dapat mengenal siapa Pribadi Tuhan yang sesungguhnya bagi hidup kita, dan menyembah-Nya. Krisis yang diizinkan-Nya terjadi, membuat kita memiliki pengenalan pribadi akan nama-Nya. Kalau kita tidak memiliki keberanian untuk menghadapi masalah, maka kita tidak akan pernah belajar sesuatu yang baru tentang Dia.
Kepercayaan dan ketaatan Abraham diuji ketika dirinya disuruh mempersembahkan satu-satunya anak yang dikasihinya sebagai korban bakaran, pada salah satu gunung yang dikatakan Tuhan kepadanya (Kejadian 22:1-19). Dan karena ketaatan itu, Allah memperkenalkan dan mewujudkan diri-Nya sebagai Jehovah Jireh, atau Allah yang Menyediakan kebutuhan umat-Nya.
Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir, tak lama kemudian mereka diserang orang Amalek di Rafidim (Keluaran 17:8-16). Dan melaluinya, bangsa Israel mengenal Allah sebagai Jehovah Nissi, atau Allah adalah panji-panji kita.
Dia ingin mewujudkan dan memperkenalkan siapa jati diri-Nya bagi setiap kita, dan hal ini barulah terjadi ketika krisis diizinkan datang di dalam hidup kita. Biarlah iman kita terus bangkit, dan kita dapat mengenal Pribadi-Nya, Allah yang kita sembah adalah Allah yang luar biasa.
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments