HATI YANG MEMBERI
Penulis: Pdt. Andreas Rahardjo
Dicetak untuk Kalangan Sendiri GKPB MDC SURABAYA – Juli 2022
Setiap orang percaya perlu mengetahui tentang keuangan. Saat ini banyak orang yang merasa tabu untuk membicarakannya di gereja. Akibatnya banyak orang Kristen tidak mengerti bagaimana seharusnya bersikap terhadap keuangan. Bahkan tidak sedikit orang percaya apabila berbicara soal uang, sikap dan pandangannya tidak jauh berbeda dengan orang yang belum percaya.
Mengapa kita harus membicarakannya? Karena uang adalah topik yang setiap orang membicarakannya setiap hari. Jika kita tidak mendapat informasi dari terang Firman Tuhan, sangat mungkin bagi kita untuk mempunyai pandangan yang menyimpang. Seperti masalah seks, jika gereja tidak berani membicarakannya dalam terang Firman Tuhan, maka informasi yang kita peroleh bisa sangat bertentangan dengan kebenaran. Hal ini mengakibatkan adanya penyimpangan-penyimpangan perilaku seksual. Menyedihkan sekali!
Firman Tuhan mengatakan, "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah" (Hosea 4:6). Di dalam bahasa Inggrisnya dikatakan, "UmatKu binasa karena kurangnya pengetahuan". Oleh sebab itu, informasi dari Firman Tuhan mengenai keuangan sangatlah dibutuhkan.
Kehidupan ini tidak bisa dipisahkan dari uang. Ada istilah 'time is money' (waktu adalah uang). Kalau waktu sudah diidentikkan dengan uang, maka sulit bagi kita untuk tidak membicarakannya. Sebenarnya uang itu bersifat netral, tidak jahat ataupun baik. Sikap kitalah yang akan menentukan apakah uang tersebut akan mendatangkan berkat atau kutuk dalam hidup kita.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, sebagai landasan kita perlu melihat tentang: Pribadi Allah Dan Masalah Keuangan.
1. Allah yang empunya segala harta benda, termasuk keuangan.
“Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam” (Hagai 2:8).
Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa Tuhanlah yang mempunyai segalanya. Kita tidak boleh sombong atas segala yang kita miliki.
“ Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1 Korintus 4:7)
2. Allah yang memberi kemampuan untuk mendapatkan uang.
“Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:18)
Uang sebenarnya merupakan salah satu bentuk pemberian dari Tuhan. Semua harta benda yang kita miliki adalah pemberian Tuhan.
“Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati” (1Timotius 6:17)
Tuhanlah yang memberikan berkat harta benda, dan Ia ingin kita menikmati apa yang telah Ia berikan kepada kita. Sekarang kita tahu bahwa segala yang kita miliki itu datangnya dari Tuhan. Tetapi hal tersebut tidak datang secara otomatis. Tuhan mempunyai 'cara' yang harus kita lakukan untuk mendapatkan berkat tersebut.
Cara-cara tersebut adalah:
A. BEKERJA
“Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja” (Amsal 14:23)
Tuhan membenci orang yang malas. Kerja itu bukanlah suatu kutuk. Sebelum manusia jatuh dalam dosa, Tuhan telah memerintahkan manusia untuk bekerja dengan memelihara taman Eden. Semakin besar kerajinan kita, semakin besar berkat yang kita dapatkan.
B. MENABUNG
“Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya” (Amsal 21:20)
Kalau orang bebal suka memboroskan hartanya, apa yang dilakukan orang bijak? Tentu jawabannya sebaliknya. Terjemahan Living Bible mengatakan, "The wise saves for the future..." yang artinya: orang bijak menabung untuk masa depan.
C. MERENCANAKAN
Merencanakan berarti membuat prioritas tentang apa yang akan kita kerjakan. Kita membuat anggaran keuangan, supaya kita mengetahui bagaimana mempergunakan uang secara bijaksana.
“Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik” (Amsal 24:3-4).
Kalau kita membangun rumah dengan perencanaan, maka setelah menyelesaikannya kita dapat mengisinya dengan barang yang indah. Tetapi jika perencanaannya tidak baik, maka pembangunannya -pun dapat berhenti di tengah jalan.
Beberapa orang salah mengartikan ayat yang berbunyi, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga" (Matius 5:3). Mereka berpikir bahwa semakin miskin semakin rohani. Pandangan seperti ini tidaklah tepat. Kemiskinan bukanlah bukti dari kerohanian. Menurut saya pribadi, lebih baik uang itu jatuh ke tangan orang yang takut Tuhan daripada ke tangan orang yang tidak takut Tuhan. Meskipun begitu kita harus menjaga supaya kita tidak terjerat ke dalam 'cinta akan uang'.
Ciri-ciri orang yang cinta uang:
1. TIDAK AKAN PUAS DENGAN UANG.
“Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya” (Pengkotbah 5:10)
Kepuasan hidup tidak tergantung pada uang. Di dalam setiap hati manusia ada bagian yang hanya dapat dipuaskan oleh Tuhan.
2. MENGARAHKAN KITA KEPADA HAL-HAL YANG JAHAT.
“Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang” (1 Timotius 6:10)
Uang bukanlah sesuatu yang jahat, tetapi cinta akan uang akan membawa kita kepada hal-hal yang jahat. Penipuan, pembunuhan, perjudian, prostitusi dan lain-lain yang seringkali motifnya karena cinta akan uang.
3. MEMISAHKAN KITA DARI TUHAN.
“Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Matius 6:24)
Seperti kekasih, kita tidak dapat memiliki dua kekasih. Jika orang cinta akan uang maka diapun tidak bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati.
“Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas ... jikalau aku bersukacita, karena kekayaanku besar ... diam-diam hatiku terpikat ... maka hal itu juga menjadi kejahatan ... karena Allah yang di atas telah kuingkari” (Ayub 31:24-28)
Diawali dengan mencintai dan menaruh kepercayaan terhadap kekayaan, lalu diakhiri dengan meninggalkan Tuhan.
4. MENIPU DAN MENYESATKAN
“... lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah” (Markus 4:19)
Kalau kita terjerat ke dalam 'cinta akan uang' maka setan dapat memperdaya dan menyesatkan kita. Sehingga walaupun kita sudah Kristen, hidup kita tidak dapat membawa hasil yang maksimal untuk kemuliaan Tuhan.
Kalau kita dalam pergumulan keuangan, ada baiknya bertanya kepada diri sendiri,"Apakah Tuhan sedang menguji imanku? Atau sebaliknya bahwa aku telah menyalahgunakan pemberian Tuhan ?. Atau diri kita sendiri yang telah melanggar prinsip-prinsip alkitab, misalnya:
a. Pelit
“Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan” (Amsal 11:24)
Kata “menghemat” di sini mempunyai arti yang negatif. Terjemahan lain mengatakan menahan yang sebenarnya harus diberikan.
b. Tidak sabar
“Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan” (Amsal 21:5).
Menanti janji Tuhan perlu kesabaran. Kita akan mengalami penggenapan janji Tuhan pada waktu Tuhan sendiri. Kita hidup pada jaman yang serba cepat dan seringkali kita ingin Tuhan memberikan secepatnya apa yang Ia janjikan. Bersabarlah!
c. Keras kepala
“Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati” (Amsal 21:5)
Mengelola keuangan dengan baik adalah tanggung jawab kita, karena semuanya itu milik Tuhan. “Keras kepala” di sini mempunyai arti, suatu sikap yang mengatakan bahwa kita akan mempergunakan uang kita semau kita. Kurangnya disiplin, penguasaan diri dan hikmat dalam mengelola keuangan akan menjauhkan kita dari berkat Tuhan. Orang yang dapat dipercaya dalam perkara yang kecil, iapun akan diberi tanggung jawab untuk perkara yang lebih besar.
d. Kemalasan
“Janganlah menyukai tidur, supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan makan sampai kenyang” (Amsal 20:13)
Tidak semua orang senang kalau dikatakan sebagai orang malas, tetapi seringkali itu adalah kenyataan dari orang yang terus berkekurangan... malas.
e. Suka makan & minum
“Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping” (Amsal 23:21)
Ini ada hubungannya dengan yang sebelumnya. Makan dan minum sendiri tidaklah salah, tetapi harus kita ingat bahwa itu bukan tujuan hidup kita. Akibatnya orang tersebut bekerja hanya untuk makan. Menyedihkan!
f. Prioritas yang salah
“Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa mengejar barang yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan” (Amsal 28:19).
Ada orang yang hobby bermain catur dan tidak salah jika kita bermain catur. Namun tidak jarang saya melihat orang yang bermain catur di jam yang seharusnya ia bekerja. Kita tahu apa yang akan terjadi dalam hidupnya.
Ada banyak hal yang dapat menjauhkan kita dari berkat Tuhan. Salah satu yang harus kita waspadai adalah ketamakan. Rupanya ini merupakan dosa awal dari manusia. Keluaran 20:17 mengatakan, "Jangan mengingini ..." Lihat saja anak kecil kalau bicara: "Itu punyaku", "Berikan itu padaku", "Aku tidak mau meminjamkan ini". Adanya dosa ini membuat manusia tidak dapat menerima berkat yang besar dari Tuhan.
Bagaimana kita dapat menghancurkan hal-hal negatif di atas ini? Salah satu caranya ialah dengan memberi.
... dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kisah 20:35).
Jika kita memberi, berarti kita melepaskan apa yang kita genggam .Dan posisi ini, yaitu tangan yang terbuka merupakan posisi yang tepat untuk menerima apa yang Tuhan akan berikan kepada kita.
Tuhan sangat rindu untuk memberkati umat-Nya. Tetapi Ia juga ingin kita menjadi berkat bagi orang lain. Seperti Abraham, dia diberkati supaya ia bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Seringkali yang terjadi adalah jika seseorang diberkati, maka berkat itu hanya sampai kepada dirinya sendiri. Firman Tuhan mengatakan, "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Matius 5:7).
Terdapat beberapa prinsip dari perjanjian baru tentang pentingnya mempunyai hati yang “memberi”
1. Memberi adalah suatu bentuk investasi bersama Tuhan
“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Lukas 6:38
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa kalau kita mau memberi dengan hati yang rela, maka pada waktu Tuhan mengembalikan kepada kita, porsinya akan jauh lebih besar daripada apa yang kita berikan kepada Tuhan, Kita perlu berhati-hati untuk tidak menggunakan ayat ini sebagai pancingan. Jangan sampai ada keinginan memancing Tuhan untuk memberikan lebih kepada kita melalui pemberian kita. Ayat ini juga menjelaskan betapa besarnya kerinduan Tuhan untuk memberkati kita. Pada saat kita memberi, berarti kita memberikan kesempatan kepada Tuhan untuk memberkati kita.
“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi: di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya” Matius 6:19-20.
Bagaimana kita dapat mengumpulkan harta di surga padahal uang itu tidak bersifat kekal? Kita tidak akan membawa uang kita ke surga. Kalaupun dapat, uang itu tidak akan laku di surga. Tetapi walaupun uang tidak bersifat kekal, jika kita menggunakannya dengan hikmat, akan menghasilkan hal-hal yang bersifat kekal. Sebagai contoh, dengan uang kita mencetak Alkitab dan jika ada orang yang membacanya dan percaya kepada Tuhan, maka dosanya akan diampuni dan dia akan memiliki hidup yang kekal. Uang bisa menghasilkan perkara-perkara yang bersifat kekal, itulah artinya mengumpulkan harta di surga.
2. Memberi merupakan suatu bentuk pengorbanan.
“Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggilNya murid-muridNya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” Markus 12:41-44.
Tuhan memperhatikan setiap orang yang memberi. Dia tidak memperhatikan jumlahnya, tetapi besarnya pengorbanan dibalik pemberian tersebut. Di dalam cerita di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa di balik pemberian dalam jumlah yang kecil ada pengorbanan yang besar. Tuhan menghargai pengorbanannya lebih daripada sekedar jumlahnya. Allah Bapa memberikan PutraNya, Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia. Namun kita harus ingat bahwa Yesus adalah Putra tunggal-Nya. Kita bisa memberi tanpa berkorban, tetapi kita tidak bisa berkorban tanpa memberi.
Pengorbanan melepaskan kita dari egoisme dan ketamakan. Orang sering membicarakan persepuluhan, tetapi menurut saya yang ditekankan di sini bukanlah presentasinya. Tuhan ingin melepaskan kita dari sifat egoisme dan ketamakan Kita bisa lepas dari sifat ini melalui pemberian yang disertai pengorbanan. Saya percaya janda yang memberikan seluruh nafkahnya tidak akan berkekurangan, karena Tuhan menghargai pengorbanannya dan akan menunjukkan kuasa-Nya dalam memelihara janda tersebut.
3. Memberi berkaitan dengan apa yang kita miliki saat ini.
Banyak orang yang mengatakan, “Semisalkan aku mempunyai uang lebih banyak, aku akan dapat memberikan lebih banyak lagi”. Apa benar demikian? Kita lupa bahwa Tuhan menilai cara kita menggunakan uang kita. Jika kita dapat menggunakan dengan bijaksana, maka Tuhan akan mempercayakan dengan berkat yang lebih besar.
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” Lukas 16:10.
Tuhan tidak pernah menuntut dari kita sesuatu yang tidak kita miliki. Dia ingin mengajar supaya kita belajar memberi dan tidak menjadi orang yang memikirkan diri sendiri saja.
Seorang pendeta bertanya kepada seorang petani, “ Kalau engkau mempunyai Rp.200.000,-, maukah engkau memberikan Rp.100.000,- kepada Tuhan?” Kata petani itu, “Tentu.” Pendeta bertanya lagi, “Kalau engkau mempunyai 2 lembu, maukah engkau memberikan seekor kepada Tuhan?” Petani menjawab, “Dengan senang hati.” Pendeta bertanya lagi, “Kalau engkau punya 2 babi, maukah memberikan seekor kepada Tuhan?” Petani menjawab, “Itu tidak adil. Aku hanya punya 2 babi.” Dan petani itu tidak mau memberikan apa yang dia punyai. Mengapa? Petani itu mau memberikan Rp.100.000,- karena dia punya lebih dari Rp.200.000,-. Dia mau memberi 1 lembu, karena ia punya banyak lembu. Tetapi dia tidak mau memberikan babinya karena hanya punya 2 babi. Petani itu mengatakan, “Semisalkan aku mempunyai banyak babi, aku akan memberikan 1 babi.” Tuhanlah yang menilai hati yang seperti itu.
4. Memberi membawa pengaruh terhadap kerohanian
Ada hubungan yang erat antara sikap kita terhadap uang dengan kerohanian kita.
“Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Lukas 16:11.
Kalau kita tidak dapat mengelola keuangan kita dengan bijaksana, apakah Tuhan akan mempercayakan kekayaan rohani kepada kita? Jika kita tidak dapat mengelola keuangan kita dengan bijaksana, Tuhan tidak akan memberi tanggung jawab secara rohani.
Ayat selanjutnya mengatakan:
“Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” Lukas 16:12
Apa maksud dari semuanya ini? Seandainya saya mempunyai pabrik yang besar dan saya mempunyai seorang anak laki-laki. Tentunya saya ingin suatu kali anak saya dapat meneruskan pengelolaan pabrik tersebut, dan pada akhirnya memilikinya. Mengapa demikian? Karena dia adalah anak saya, ahli waris saya. Tetapi sebelum semuanya itu terjadi, ini yang akan saya lakukan. Saya akan percayakan sebagian dulu harta saya (bukan uangnya) untuk dia kelola, dan saya akan mengawasi bagaimana dia mengelolanya. Kalau dia hanya bisa memboroskan uang saya dan tidak bertanggung jawab terhadapnya, maka saya akan berpikir seribu kali jika saya harus mempercayakan pabrik yang besar itu kepadanya.
5. Memberi merupakan hal yang sangat pribadi
Dalam Lukas 19:1-8, diceritakan tentang seorang pemungut cukai bernama Zakheus yang mempunyai kerinduan untuk melihat Yesus. Setelah bertemu dengan Yesus, hatinya terjamah sehingga ia mengatakan:
“Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” Lukas 19:8.
Nah, itu adalah pernyataan yang spontan dan sangat bersifat pribadi. Pernyataan itu keluar dari hati yang telah dijamah oleh Tuhan dan hati yang melimpah dengan ucapan syukur karena dapat mengenal Yesus. Memberi adalah hal yang sangat pribadi, antara kita dan Tuhan saja. Pemberian seperti ini tidak perlu diukur banyak atau sedikitnya. Pada waktu buli-buli minyak narwastu dipecahkan hanya untuk menyeka kaki Yesus, Yudas berpendapat bahwa itu pemborosan. Tetapi Tuhan Yesus tidak sependapat, bahkan Dia menerimanya dengan senang hati. Hanya orang yang memberi pemberian seperti ini yang mengerti tentang sukacita yang ia alami, orang lain tidak dapat merasakannya.
6. Memberi karena kasih
Sekali lagi kita dapat mengatakan bahwa kita dapat memberi tanpa mengasihi, tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal …” Yohanes 3:16.
Tuhan menilai hati dibalik setiap pemberian dan kebenaran hati itulah yang memperkenankan hati-Nya.
“Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” 2 Korintus 9:7
Tuhan bukanlah perampok yang memaksa kita untuk memberi. Tuhan ingin kita memberi karena kita sadar akan kasih-Nya yang besar. Sehingga pada saat memberi, kitapun tahu bahwa pemberian kita masih terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya kebaikan-Nya. Pemberian seperti itu menyukakan hati Tuhan.
Tuhan ingin kita terbebas dari keduniawian. Dia ingin memenuhi hidup kita dengan kemerdekaan dan kebahagiaan. Salah satu cara untuk mengalami semuanya itu adalah dengan memiliki ‘hati yang memberi’. Justru pada waktu kita memberi, saat itulah sukacita yang dari Tuhan memenuhi hati kita.
Comments