Catatan Khotbah: “Bapa Kami yang di Sorga”. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Andreas Rahardjo di Ibadah Doa Pagi Tgl. 29 April 2023..
Ayat Bacaan: Matius 6:9-13.
Doa adalah hal yang penting, di mana kita harus mendefinisikannya sendiri di dalam hidup kita. Sumber kerohanian kita berada di dalam doa, dan oleh karena itu seseorang yang malas berdoa maka kehidupan rohaninya menjadi rapuh. Kita menjadi seorang rohani bukan karena kita memiliki banyak aktivitas di dalam pelayanan, tetapi bergantung dari doa-doa yang terus dibina karib dan dipanjatkan kepada-Nya. Seseorang bisa saja fasih dalam berbicara dan sibuk dalam melayani, tetapi kehidupan spiritual / kerohaniannya merosot, dirinya tidak memiliki pengenalan mendalam terhadap-Nya.
Sumber segala sesuatu harus dibangun dari kedekatan hubungan doa kita bersama dengan Sang Pencipta. Bukan lainnya.
Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” (Markus 11:17).
Ayat di atas mengatakan pada kita bahwa Yesus marah karena Bait Allah yang seharusnya dijadikan rumah doa bagi segala bangsa, malah dijadikan sarang penyamun / perampok.
Apa artinya?
Bagi seorang penyamun, relasi itu tidak penting. Kita tidak pernah menemukan ada seorang penyamun yang membangunkan sang pemilik rumah untuk berkenalan terlebih dahulu, menjelaskan maksud dan kedatangannya yang ingin merampok harta benda di dalam rumahnya, dan lalu membina relasi karib bersama pemilik dari rumah tersebut. Hal yang sama pula berlaku dengan dosa, yang sifatnya hanya merampok dan meniadakan relasi kita bersama-Nya.
Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-muridNya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” (Lukas 11:1).
Doa Bapa Kami bukan hanya sekadar untuk dihafalkan, kita dapat melihat dari ayat di atas, doa ini merupakan permintaan dari murid-Nya yang meminta untuk diajari berdoa. Kenapa? Karena mereka melihat ada relevansi / hubungan antara kehidupan doa yang selama ini dibangun Tuhan Yesus dengan perkataan, tindakan, dan juga berbagai mukjizat yang telah dilakukan-Nya. Selain itu, doa Bapa Kami juga bukan doa-Nya karena Dia tidak bisa berbuat dosa, melainkan didesain bagi kita untuk berdoa.
Patron Doa Bapa Kami.
Spirit / roh di balik doa ini harus kita tangkap, karena doa ini lebih berbicara tentang sikap kita yang mau untuk membangun hubungan karib bersama-Nya sebagai Bapa kita. Dan doa Bapa Kami ini dibagi menjadi tiga bagian yakni,
Bagian Pertama. Ayat 9-10. Bagian yang berbicara tentang pengagungan Pribadi Tuhan. Bagian Kedua. Ayat 11-13a. Bagian yang menggambarkan realita hidup kita selama hidup di dalam dunia ini. Dan bagian Ketiga. Ayat 13b. Kembali lagi berbicara tentang Pribadi Tuhan.
Dan melalui tiga bagian di dalam doa Bapa Kami, mengajarkan sebuah patron bahwa sebelum kita memanjatkan berbagai permohonan doa, mulailah terlebih dahulu doa kita dengan memuliakan diri-Nya. Memang Dia adalah Allah yang Mahatahu atas segala kebutuhan di hidup kita, tetapi Dia tetap ingin agar kita terus menaikkan permohonan kita, karena Dia ingin ada komunikasi dan hubungan karib yang terus terjalin erat bersama diri-Nya.
Tidak pernah ada di dalam sejarah kehidupan manusia yang memulai doanya dengan kata-kata “Bapa kami yang di Sorga..”, dan hal ini menunjukkan adanya relationship / hubungan yang kita bangun bersama-Nya. Bapa kita di bumi memang tidaklah sempurna, tetapi kita juga masih memiliki Bapa yang bukan berasal dari bumi ini, dan Dia sempurna adanya. Pribadi-Nya tidak dapat dibatasi ruang dan waktu.
Fatherhood. Pembapaan.
Setiap dari kita membutuhkan figur seorang bapa. Bahkan di dalam kata pengayoman sendiri terletak figur fatherhood / pembapaan yang sifatnya mengasihi / lover dan melindungi / protector. Hati kita menjadi tenang bukan hanya karena Dia adalah Allah yang Mahakuasa, tetapi Dia juga adalah Bapa kita yang sangat baik, yang mengasihi setiap kita.
Siapa pun kita, marilah kita belajar untuk dapat memiliki hati Bapa dan dapat mengayomi orang-orang yang kita kasihi, yang sudah dipercayakan Tuhan di dalam hidup kita. Prinsip dari pembapaan / fatherhood adalah: Represent yourself as a father. Tampilkan diri kita sebagai seorang ayah yang baik, dan bahkan tularkan “Spirit of Fatherhood” bagi orang-orang di sekitar yang membutuhkannya.
Kita bukanlah juruselamat dunia yang harus menolong semua orang, tetapi setiap orang harus berjalan untuk mengalami Pribadi Tuhan dan pertolongan-Nya sendiri. Semakin kita berdoa, semakin kita mengenal, dan juga mengalami kasih sayang-Nya. Kita tidak pernah berjalan sendirian. Masih ada Bapa yang selalu mengasihi dan menyertai.
Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Comments