top of page

Agus Lianto - Semua Baik

Catatan Khotbah: “Semua Baik.” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Pdt. Agus Lianto di Ibadah Minggu di MDC Putat Surabaya, pada Tgl. 3 Desember 2023..



Kalau kita tidak memusatkan perhatian di dalam hidup ini hanya kepada-Nya, maka kita akan merasa tidak mudah untuk mempercayai-Nya di dalam hidup ini. Padahal apa yang sudah Dia sediakan di dalam hidup kita, apa pun situasi, keadaan, dan kondisinya.. kita akan tiba di satu titik bahwa semua yang terjadi di dalam hidup kita nanti akan menjadi baik adanya, dan kita dapat berterima kasih pada-Nya.


Memang, berkata “Semua Baik” akan mudah bila kita berada di dalam keadaan yang baik-baik saja. Tetapi dunia yang kita hidupi hari-hari ini sedang tidak baik, ada perang tiada henti, tahun depan ada momen Pemilu dan suasana politik hari-hari ini mulai memanas, tahun depan diperkirakan ada resesi, dan banyak hal meresahkan lainnya. Belum lagi keadaan kita yang mungkin masih mengalami beberapa pergumulan seperti masalah keluarga, keuangan, kesehatan, dan banyak hal lainnya.


Dan melalui semuanya ini kita menjadi takut dan kuatir, serta ragu untuk mengatakan apakah Tuhan itu benar-benar baik dalam hidup kita.

Tetapi melalui perenungan firman Tuhan pada hari ini, kita pada akhirnya diharap untuk dapat memahami dan tiba di satu titik, di mana dengan segenap hati kita bisa bebas untuk mengatakan bahwa semua yang diizinkan Tuhan terjadi di dalam hidup kita itu adalah baik adanya. Masalah bisa jadi diizinkan tetap ada, bahkan hal buruk mungkin saja setiap dari kita masih bisa mengalaminya. Tetapi sekali lagi, semua hal itu tetap adalah baik adanya.

Tema di bulan Desember ini adalah Damai dan Sukacita yang berlimpah. Damai berarti kita dapat bersandar pada kebaikan Tuhan, dan merupakan kesadaran yang menyeluruh tentang keadaan kita yang sungguh baik adanya. Kalau kita tidak tiba di titik ini, maka damai dan sukacita tidak dapat dipaksakan. Keadaan ini bukanlah keadaan yang menyangkal kenyataan, bukan juga kepura-puraan.


Bisa jadi ketika kita hidup dalam damai dan sukacita, keadaan kita masih tidak baik, tetapi hal itu tidaklah bersifat antitesis. Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal di dalam Filipi 4:7 bukan berarti kita mengalami berbagai hal yang tidak masuk di akal, tetapi semuanya keluar dan dapat dinilai dari kebenaran firman Allah. Sebab kehidupan yang penuh dengan damai itu adalah mungkin, dan bisa dicapai.


Hidup tanpa kuatir, tanpa perasaan takut bertemu siapapun, dan juga tidak ada dendam. Tiap bangun dari tidur, bisa jadi kita tetap harus menghadapi berbagai masalah dan kesusahan, tetapi kita masih bisa memutuskan untuk tetap bersukacita pada saat menjalani hidup ini.


Cerita Happy Ending Yusuf.


“kata Yusuf kepada saudara-saudaranya itu: “Marilah dekat-dekat.” Maka mendekatlah mereka. Katanya lagi: “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai. Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.” (Kejadian 45:4-8).


“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (50:20).


Yusuf dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya, masuk ke dalam penjara karena fitnah istri Potifar, dan di dalam penjara dirinya bersama dengan hikmat Allah, membantu juru roti dan juru minuman untuk mengartikan mimpi mereka. Tetapi kedua orang tersebut malah melupakan dirinya. Dan beberapa waktu serta kejadian berjalan, kita menemukan akhir ceritanya adalah happy ending. Dan di ayat di atas kita menemukan bahwa Yusuf mengatakan pada saudara-saudaranya yang menjualnya,


“Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri..” (45:5).

Kebanyakan dari antara kita akan berkata pada orang-orang yang telah menyakiti dan merugikan hidup kita dengan banyak perkataan yang nantinya diharap dapat membuat mereka bersusah hati dan juga larut dalam berbagai penyesalan. Tetapi yang diperkatakan Yusuf ini justru sebaliknya, sama seperti yang tertulis di ayat di atas. Melaluinya, Yusuf ingin mengajar setiap kita bahwa bisa jadi seseorang yang berbuat benar itu masih diizinkan Tuhan untuk mengalami hal-hal yang tak mengenakkan.


Tetapi melaluinya, semua pada akhirnya tetap baik. Semua yang diizinkan Tuhan terjadi pasti ada maksud dan tujuan-Nya. Jangan pernah menyesali peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu.


Kalau kita membaca sebuah cerita dengan akhir yang happy ending, kebanyakan dari kita pasti akan melewati / men-skip berbagai proses yang tidak enak, yang harus dijalani seseorang. Kita mungkin melihat betapa enaknya seseorang yang hidupnya sukses, tetapi bisa jadi orang tersebut sudah menghadapi berbagai pergumulan pribadi yang menyakitkan di sejarah hidupnya.


Bisa jadi hal tersebut berupa persaingan bisnis yang kejam, dikhianati dan dijatuhkan anggota keluarga kita, dan berbagai pengalaman yang tak mengenakkan. Menanggung hal-hal yang tidak mengenakkan karena kesalahan diri sendiri sudah berat, apalagi menanggung karena kesalahan orang lain.


Tetapi Yusuf mengingatkan kita agar jangan bersusah hati dan jangan menyesali diri.

Mudah untuk berkata bahwa Tuhan itu baik, dan sederhana saja, hidup kita pada akhirnya pasti akan baik-baik saja. Jangan menyesali apa yang telah terjadi di masa lampau, karena Tuhan itu sesungguhnya baik bagi kita. Dan hidup kita dapat menjadi happy ending sama seperti Yusuf. Siapa yang menentukan? Kita. Dan hal ini bisa terjadi, karena Tuhan itu baik adanya.


Hidup kita dapat dipenuhi dengan sukacita dan ucapan syukur di hari ini, karena kita memiliki pengharapan yang mulia untuk masa depan.


Semua Baik.


Ayat Bacaan: 2 Korintus 4:8-18.


Bagaimana caranya kita dapat memandang bahwa kehidupan ini berjalan “Semua Baik” adanya, sehingga ada damai dan sukacita melaluinya?


Pertama. Mati bagi diri sendiri dan hidup bagi Kristus.


“Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.” (ayat 8-11).


Kita hidup di dalam dunia yang sudah jatuh. Segala hal yang buruk itu dapat dan mungkin saja diizinkan terjadi, tetapi Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia selalu ikut campur dalam segala hal. Bukankah firman Tuhan mengatakan,


“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).


Tujuan mengapa hal buruk tetap diizinkan-Nya terjadi adalah agar kehidupan Kristus dapat menjadi semakin nyata di dalam hidup kita. Selain itu, mengapa kita juga sulit untuk melihat bahwa Tuhan itu baik di dalam segala hal? Kita menggangap kalau semua yang terjadi di dalam hidup kita itu baik-baik saja, maka Tuhan itu baik. Tetapi kalau diizinkan terjadi hal yang tak baik, kita menganggap bahwa Tuhan sedang tidak baik sama kita. Di mana kebaikan Tuhan?


Akarnya, kita suka sekali menghubungkan kejadian yang buruk menurut kita, sebagai tangan Tuhan yang mengerikan, yang sedang menghukum dunia ini. Misal, adanya bencana alam, kecelakaan.. padahal sesungguhnya Tuhan itu baik dan tidak ada perbuatan-Nya yang jahat di dalam hidup kita. Lalu kenapa hal buruk tetap diizinkan-Nya terjadi di dalam hidup kita?

Semua terjadi karena sesungguhnya dunia ini sudah jatuh ke dalam dosa. Dan kalau Tuhan itu memang baik, seharusnya Dia bisa mencegah hal yang kurang baik terjadi, bukannya Dia adalah Allah yang berkuasa? Mengapa Dia tidak dengan segera turun tangan dan mencegahnya, sehingga kita tidak perlu meragukan kebaikan-Nya?


Dalam segala kebaikan-Nya, ada kalanya Tuhan tidak menghalangi hal-hal tersebut terjadi, karena Tuhan ingin agar kita dapat “menaklukkan” dan berkuasa atasnya dengan tetap memilih untuk berbuat baik dan benar, serta tidak menyimpang dari segala jalan-jalanNya.


“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:28).


Ketika Kain marah karena persembahannya tidak diindahkan Allah, hatinya menjadi sangat panas dan mukanya muram. Tetapi Allah berfirman dan mengingatkan Kain,


“Firman TUHAN kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”” (Kejadian 4:6-7).


Allah tahu bahwa Kain akan membunuh Habel adiknya, tetapi terkadang Dia tidak selalu intervensi / turut campur dalam urusan manusia. Lalu apa gunanya “kedaulatan Tuhan”? Hal itu memiliki arti bahwa ketika hidup kita diizinkan untuk mengalami hal-hal buruk sekalipun, Dia pastikan bahwa Dia masih terlihat, turut bekerja, dan memastikan kita memiliki jalan keluar ketika menghadapi berbagai permasalahan tersebut.


Hal ini adalah ideologi salib, di mana jalan menuju kemerdekaan sejati. Memikul salib-Nya berarti kita tidak lagi hidup menurut kemauan diri kita sendiri.


Apakah tujuan dari hidup? Hidup baik itu seperti bagaimana? Keadaan mapan, aman, dan nyaman? Semua yang kita butuhkan sudah tersedia? Hidup mudah di dalam zona nyaman? Ini yang muncul dalam gagasan kita. Hidup yang hanya berfokus untuk kepuasan diri sendiri. Yang penting semua enak, tetapi suatu kali kita pasti dikecewakan. Karena kita sedang hidup di dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa.


Kalau kita hidup dengan “menyangkal diri”, maka kita dapat hidup dengan bebas di dalam kebenaran. Sering kali kita ingin menjadi “raja” di dalam setiap aspek di hidup kita. Tetapi kenyataannya adalah, tidak semua kehendak dan keinginan kita itu dapat terjadi. Dan lalu kita bisa menjadi marah, dendam, dan sakit hati. Kenapa? Karena kehendak kita dilanggar.

Tetapi kalau kita mau belajar untuk menyelaraskan dan menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.. maka kehendak terbaik-Nya itu yang pasti terjadi. Memikul salib berarti melihat bahwa Tuhan mempunyai kehendak yang jauh lebih baik bagi hidup kita.


Segala sesuatu Tuhan masih memegang kendali, dan masih berjalan sesuai kehendak-Nya.

Dalam melakukan kehendak Tuhan, permasalahannya bukan lagi soal boleh / tidak boleh pada saat melakukan sesuatu.. tetapi apakah yang kita lakukan itu merugikan hidup kita atau tidak? Apakah hal tersebut menyenangkan hati Tuhan atau tidak? Kalau memang merugikan hidup kita dan nantinya membuat hati Tuhan berduka, mengapa kita harus melakukannya?


Setiap proses yang diizinkan-Nya terjadi untuk kita lalui, membuat Kristus dapat semakin tampak dalam hidup kita, bukan kita yang luar biasa.


“Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” (2 Korintus 4:8-9).


Melalui ayat di atas, Paulus ingin membagikan di balik segala keadaan tidak mengenakkan, yang diizinkan terjadi di dalam hidupnya.. Tuhan selalu memberi kekuatan, pengharapan, dan penghiburan di dalam segala hal. Bahkan hidupnya terus-menerus sepertinya diserahkan pada maut, agar kehidupan Yesus dapat semakin dinyatakan melaluinya. Mengalihkan pusat hidup dari yang hanya berfokus hanya pada diri sendiri, menuju pada Kristus.


Waspadai jebakan Stoicism: Menemukan kebahagiaan pada nilai-nilai luhur, pengendalian dan penyangkalan diri. Penderitaan pada akhirnya dijadikan sarana untuk meninggikan diri sendiri. Stoicism adalah filosofi yang berfokus pada pemenuhan diri sendiri, bukan pada kepenuhan Kristus.


Stoicism tahu bahwa semua yang terjadi untuk kepentingan kita, dan hidup kita menjadi luar biasa pada akhirnya. Tetapi yang sesungguhnya luar biasa adalah Pribadi Tuhan, bukan kita. Kalau kita berusaha dengan kekuatan sendiri, maka kita mungkin bisa mendapatkannya, tetapi kepuasannya hanya sebentar. Ada musim di mana kita tidak menginginkan apa pun.

Rahasianya di sini bukanlah jadilah kehendakku, tetapi jadilah kehendak-Mu Tuhan. Kristus yang menjadi segalanya di dalam hidup kita, Dia semakin dinyatakan, bukan kita. Di tengah berbagai persoalan, Dia hadir. Bukan berarti kita diangkat dari masalah yang ada, tetapi Tuhan dapat mendidik kita melalui setiap permasalahan yang diizinkan-Nya terjadi di dalam hidup kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita sendirian.


Dan bila Kristus muncul dari dalam hidup kita, inilah yang nantinya akan menjadi sumber sukacita di dalam hidup.


Kedua. Menjawab panggilan Allah.


“Sebab semuanya itu terjadi oleh karena kamu, supaya kasih karunia, yang semakin besar berhubung dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah. Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” (2 Korintus 4:15-16).


Temukan panggilan Allah di dalam hidup kita, dan berikan segalanya untuk dapat memenuhinya. Di dalam kita melakukan panggilan Allah, segala sesuatu menjadi berarti dan mendatangkan ucapan syukur. Sekalipun berbagai kesukaran diizinkan tetap terjadi, kita tidak menjadi tawar hati karena kita terus bertumbuh secara rohani.


Semuanya terjadi untuk kebaikan kita. Hidup ini ada panggilan-Nya, bukan hanya sekadar untuk memuaskan kepentingan diri sendiri tetapi membuat kita semakin maju mendekat pada-Nya.


Mengapa manusia tidak pernah puas? Karena manusia tidak pernah diciptakan untuk memuaskan dirinya sendiri. Kita diciptakan untuk memenuhi kehendak Allah. Do something greater than ourself. Lakukan hal yang jauh lebih besar, dari sekadar hidup untuk memuaskan diri sendiri. Temukanlah panggilan Allah. Semua masalah di dalam hidup ini dapat membuat kita bertumbuh.


Stoicism hasilnya kita merasa menjadi pahlawan, tetapi bila mengalami kekalahan dapat menjadi frustasi. Kalau kehidupan Kristus yang muncul, maka kita bebas dari menilai diri sendiri. Kristus yang menjadi pusat segalanya di dalam hidup kita. Mau pekerjaan sepi, tabungan habis.. kita bisa tetap tenang. Tuhan itu tetap baik bagi kita.


Masalah terburuk adalah kematian, tetapi masalah paling buruk sebenarnya tidak ada. Karena semua masalah di dalam dunia ini sifatnya hanyalah sementara. Yang kekal itu kebaikan Tuhan di dalam hidup kita.


Ketiga. Fokus pada apa yang tak terlihat.


“Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Korintus 4:17-18).


Di balik dunia yang tidak baik ini, ada sebuah realita lain, yakni Kerajaan Sorga. Lihatlah melampaui semua penderitaan yang sedang kita alami hari-hari ini: Penderitaan ini sifatnya ringan dan pada akhirnya nanti akan mendatangkan kemuliaan. Karena apa yang tak terlihat (kekal) jauh lebih penting karena menentukan apa yang terlihat (sementara). Dengan kita mengarahkan pandangan pada Allah dan kerajaan-Nya, akan menimbulkan pengharapan di dalam hidup kita.


Di dalam 2 Raja-raja 6:8-23, diceritakan tindakan nabi Elisa dalam peperangan melawan Aram. Raja Aram begitu marah karena semua rencananya diketahui Raja Israel. Sampai berkatalah salah satu pegawainya kalau ada Elisa yang memberitahukan kepada raja Israel tentang segala perkataan dan rencana yang diucapkan Raja Aram di dalam kamar tidurnya. Singkat cerita, Raja Aram mengirim kuda serta kereta dan tentara yang besar ke Dotan. Dan bujang Elisa memberikan info pada tuannya,


“Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?”” (ayat 15).


Lalu Elisa menjawabnya,


“Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.” Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.” (ayat 16-17).


Selama ini kita mungkin hanya melihat apa yang tampak secara mata jasmani saja. Dunia sudah susah, kok begitu mudahnya bilang Tuhan itu baik? Orang-orang seperti ini membiasakan dirinya hanya melihat pada apa yang tampak di depan mata mereka saja. Kenapa di Surga tidak ada air mata? Kenapa di dunia ini kita harus bergumul dengan banyak hal?


Ketika kita nantinya akan berjumpa dengan-Nya di dalam kekekalan Surga, kita tidak akan sempat bertanya semua pertanyaan itu kepada-Nya. Sama seperti Ayub yang pada akhirnya melihat Tuhan di tengah penderitaannya, pada akhirnya dia berkata,


“Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” (Ayub 42:5).


Tuhan begitu besar, semua masalah yang kita hadapi di dalam dunia ini menjadi tidak ada apa-apanya.


Penderitaan memang ada yang berat. Tetapi sesungguhnya yang berat itu penderitaannya, atau rasa takut ketika menghadapi penderitaan tersebut? Dari apa yang dialami Kong Hee, penderitaannya memang berat. Tetapi ketika dirinya tetap bertahan dan terus mengakrabkan diri bersama Roh Kudus, dirinya dimampukan untuk bertahan dan melewati semua momen tersebut. Ketika penderitaan dilalui dengan cara yang benar, maka hal itu tidaklah seberapa menakutkan. Kelihatannya memang berat, karena membuat kita merasa takut dan gentar pada saat menghadapinya.


Ketika momen angin ribut diredakan yang tertulis di dalam Markus 4:35-41, mengajar kita kalau ada Tuhan Yesus yang menyertai di dalam perahu kehidupan, kita tidak perlu takut. Kalaupun seandainya napas kita diizinkan berhenti di dalam dunia ini, maka kita otomatis pindah “rumah” dari dunia ke dalam kekekalan Surga. Kekuatan Tuhan yang menyertai kita itu jauh lebih besar. Yang tidak kelihatan menentukan apa yang kelihatan. Sebelum yang kelihatan ada, semua bermula dari gagasan dan pemikiran yang dimiliki manusia terlebih dahulu.


Dunia yang kita hidupi bukan hanya dunia yang tampak saja, tetapi ada kekekalan Surga yang menanti. Hidup kita merasa susah, tetapi masih ada yang lebih susah lagi. Di bawah jurang, masih ada jurang yang jauh lebih dalam lagi.


Semua Tuhan ciptakan baik adanya. Dia memberikan Putra-Nya untuk dapat memperdamaikan hubungan Allah dengan manusia. Biarlah setiap kita terus dipakai-Nya untuk dapat menyatakan kebaikan Tuhan di tengah kegelapan dunia ini.


“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).


Tuhan itu ada dan selalu terlibat. Ada saatnya Dia memang tidak mencegah hal yang buruk terjadi, tetapi Dia tetap bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Pada akhirnya semuanya akan menjadi baik, dan ini semua bergantung dari pikiran kita. Karena apa yang terjadi di dalam hidup kita, semuanya bermula dari pikiran.


Kalau kita mengatakan semua baik, maka semuanya akan menjadi baik. Kalau kita selalu protes dan mengeluh, maka damai sejahtera di dalam hidup kita akan hilang. Kita menjadi seseorang yang mudah gelisah, berjuang mati-matian, mudah capai, mengalami depresi, dan jatuh ke dalam dosa pada akhirnya. Tidak ada sukacita lagi.


Sadarilah betapa baiknya Tuhan itu bagi hidup kita. Dia menyerahkan tubuh-Nya untuk diremukkan, untuk menebus dosa-dosa kita.


Bukti apalagi yang kita perlukan?


“Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5).


Tuhan Yesus memberkati..

23 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page