Catatan Khotbah: “Menjadi Pelaku Firman”. Ditulis dari sharing Bp. Pdt. Agus Lianto di Ibadah Minggu pada Tgl. 14 Mei 2023..
Banyak dari antara kita yang tahu tentang kebenaran firman Tuhan, tetapi tidak banyak dari kita yang mau melakukannya dengan sepenuh hati. Bahkan kelemahan terbesar gereja Tuhan di seluruh dunia pada hari-hari ini bukanlah tentang uang, dsb., tetapi tentang keputusan kita yang tidak mau melakukan kebenaran firman dengan seutuhnya. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Ayat Bacaan: Matius 7:21-27.
Di dalam ayat di atas kita mendapati bahwa tidak melakukan kebenaran firman dan kehendak Bapa itu dapat membawa akibat yang serius (ayat 21). Di ayat di atas tertulis orang-orang yang menerima teguran justru ditujukan pada mereka yang selama ini begitu giat dalam melayani, yang sebenarnya mereka adalah orang Kristen yang baik. Tetapi bila semuanya hanya diukur dari sekadar melakukan berbagai aktivitas pelayanan saja tidaklah cukup, kita harus melakukan kehendak Bapa di Sorga. Kita tidak bisa menjadi pelaku firman dengan setengah hati.
Selain itu, seseorang yang mendengar firman dan melakukannya dianggap sama seperti seorang yang bijaksana, yang membangun rumahnya di atas dasar batu. Goncangan apapun bentuknya pasti akan tetap terjadi, dan kita tidak akan dapat terhindar darinya. Tetapi permasalahannya di sini bukan terletak pada bagaimana rupa “hujan dan banjirnya,” tetapi pada apakah hidup kita ini dibangun di atas dasar apa? Kalau dibangun di atas dasar batu karang yang teguh, maka rumah yang kita bangun tidak akan roboh.
Mengapa kita tidak bisa melakukan firman dengan seutuhnya, padahal kita setia datang beribadah di setiap minggu, dan setidaknya kita menyediakan waktu untuk mendengar firman, untuk memuji dan menyembah-Nya. Dan kalau ditanya apakah kita rindu untuk mendengar firman dan melakukannya, kita pasti akan menjawab iya untuk pertanyaan tersebut. Tetapi hal itu tidaklah terjadi dengan serta merta. Butuh kerinduan mendalam, tekad, dan juga disiplin yang terus dibangun di dalam hidup kita.
Penghalang Melakukan Firman.
Pertama. Visi yang Tidak Jelas.
Kita tidak tahu apa untungnya melakukan kebenaran firman, padahal sangat banyak keuntungan yang didapat pada saat kita mau melakukannya. Kita hanya sekadar tahu bahwa apa yang tertulis di dalam firman itu adalah kebenaran, tetapi hal itu tidak membuat kita otomatis melakukan firman dengan segenap hati. Selain itu, kalau apa yang tertulis di dalam firman adalah hal yang mudah, maka kita akan dengan senang hati melakukannya. Tetapi sering kali kenyataannya tidaklah semudah itu, dan kita membutuhkan banyak perjuangan. Kita membutuhkan visi untuk mengetahui apa keuntungan dalam melakukan firman.
“Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.” (Matius 7:25).
“Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” (Yosua 1:8).
Ayat firman Tuhan di atas menjamin kalau kita melakukan kebenaran firman, maka hidup kita tidak akan roboh / tergoncang karena didirikan di atas dasar batu karang / Tuhan Yesus sendiri. Tetapi bila membangun rumah / kehidupan kita di atas dasar pasir / hikmat dan kekuatan sendiri, mungkin saja kita akan menemukan berbagai keberhasilan, tetapi selalu ada saja konflik yang menyertainya, karena Tuhan tidak terlibat di dalam setiap hal yang kita lakukan.
Memang, pada saat melakukan firman juga akan selalu ada risiko. Tetapi hidup kita dirancang untuk tidak menghadapi setiap masalah yang ada dengan kekuatan kita sendiri, tetapi dengan berjalan bersama Tuhan. Bahkan saat diizinkan “membentur tembok dan jalan buntu,” hal itu adalah bagian Tuhan untuk bekerja dan melakukan mukjizat-Nya di dalam hidup kita.
Tetapi kita terbiasa selama ini melakukan segala hal dengan hikmat dan kekuatan sendiri. Dan orang-orang seperti ini yang tidak mau melibatkan Tuhan dan merasa bisa berjalan dengan kekuatannya sendiri akan menjumpai berbuat dosa itu diperlukan. Kebohongan adalah dosa besar, tetapi sebagai “penolong” dalam kesesakan bisa jadi sangat terbukti pada awalnya. Tanpa penyertaan Tuhan bisa jadi kita berani marah, berbuat jahat, kasar, sebab bila tidak kita akan ditelan dengan berbagai kejahatan dari sekitar. Kita berani berbuat segala hal di atas karena kita sedang menghidupi kerajaan sendiri, bukan kerajaan-Nya.
Padahal bila ada kesulitan yang diizinkan-Nya terjadi pada saat kita melakukan kebenaran firman, hal itu berarti pertolongan Tuhan akan dinyatakan dan mukjizat-Nya akan terjadi.
“..Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b).
Tuhan Yesus berada di sebelah kita dan tidak akan pernah meninggalkan. Dan kalau Dia di dekat kita, maka kita tidak akan perlu berbohong dan juga melakukan perbuatan dosa lainnya, karena pasti akan ada penyertaan-Nya.
“Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya,” (Efesus 1:18-19).
Kita harus berdoa agar Dia terus menjadikan mata hati kita terang agar kita ini dapat mengerti pengharapan apa yang terkandung di dalam panggilan-Nya, dan dimampukan untuk dapat melihat hal apa saja yang sudah Tuhan sediakan bagi orang-orang yang percaya, dan yang selama ini menaruh harap hanya kepada-Nya.
Kalau ingin menjadi pelaku firman, maka kita harus memiliki visi yang jelas. Tidak ada kata-kata menipu, tidak ada perkataan kotor yang tak layak diucapkan, menepati setiap janji, dan banyak hal benar yang kita lakukan hanyalah untuk menyukakan hati-Nya. Ambil dan lakukanlah seluruh pengajaran Kristus untuk diterapkan seutuhnya dalam hidup kita. Doakanlah komunitas di mana kita ditempatkan. Lakukanlah kebenaran firman. Doakan orang-orang yang selama ini memusuhi kita. Pekerjaan kita pasti diberkati dan dijagai Tuhan, karena Dia hadir di sana. Ada damai dan sukacita sorga juga hadir di tempat di mana kita berada.
Kedua. Hambatan Kebiasaan.
Sadar atau tidak, hidup kita selama ini telah dikendalikan dan bergerak karena kebiasaan. Sesuatu yang kita lakukan, otomatis akan kita lakukan tanpa berpikir, sehingga ada prinsip-prinsip tertentu yang tidak bisa dilakukan karena kita sudah terbiasa melakukan sebuah perbuatan itu dengan terus-menerus.
Contohnya. Pada waktu Tuhan Yesus mengatakan pada para murid-Nya,
“Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea." (Matius 26:31-32).
Dan Petrus menjawab-Nya segera,
"Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." (ayat 33).
Dan Yesus menjawabnya,
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (ayat 34).
Tuhan Yesus tahu, di titik tertentu Petrus memiliki kebiasaan bila didesak terus-menerus dan berada dalam keadaan terjepit, maka dia akan menyangkal-Nya. Seserius apapun niat dan tekad yang kita miliki, akan ditelan oleh kebiasaan yang selama ini dilakukan di dalam hidup ini.
Kita mungkin sering berdoa untuk meminta agar kita tidak mudah marah dan diberi kesabaran, tetapi kenyataannya bukannya kita menjumpai banyak hal yang membuat kita sabar, tetapi malah yang membuat marah dan hilang kesabaran. Setiap trigger yang terjadi akan direspon dengan kebiasaan yang sering kita lakukan. Begitu ada situasi tertentu yang terjadi, maka habit / kebiasaan kita akan keluar.
Seseorang akan memikirkan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Dan bila masa belajar tersebut telah usai, maka hal itu dapat menjadi habit / kebiasaan barunya. Menghilangkan apa yang sudah dipelajari selama ini dalam kehidupan bukanlah hal yang mudah, karena tidak semuanya mendukung firman Tuhan.
Hambatan Kebiasaan yang kurang baik, yang harus diubah tidak cukup hanya dengan tekad / niat tetapi juga mengubah kebiasaan dan mendisiplin diri untuk tidak mengabaikan firman, terbiasa hidup “tidak nyaman” agar dapat membentuk kebiasaan yang benar, serta memiliki hidup yang tidak rumit / sederhana.
Tidak Mengabaikan Firman.
“Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka.” (Markus 4:15).
Kita tidak memiliki kemampuan untuk berfokus pada segala hal. Dan tanpa disadari, kita juga sering mengabaikan kebiasaan yang selama ini kita lakukan. Contohnya. Kita mungkin sudah hafal dan mengenal beberapa ayat di dalam firman Tuhan, tetapi karena kita selama ini sudah terlalu sering membacanya, akhirnya kita jadi mengabaikannya. Di ayat di atas dijelaskan pada kita, ketika kita mengabaikan firman Tuhan tersebut, maka “benih firman” itu akan dicuri oleh musuh sehingga tidak dapat bertumbuh dan berbuah di dalam hidup kita.
Demikian pula hal yang sama, kita mungkin sering mendengar pembicara yang sama, yang selalu menyampaikan topik khotbah yang kurang lebih sama. Tetapi dampak firman Tuhan tersebut sesungguhnya bukan pada pembicara yang menyampaikan, tetapi pada hidup kita. Semua kembali pada apa reaksi dan keputusan kita masing-masing, apakah kita mau mengizinkan firman Tuhan tersebut mengubah hidup kita? Atau kita malah mengabaikannya, dengan alasan kita sudah terlalu sering mendengarnya.
“Orang yang kenyang menginjak-injak madu, tetapi bagi orang yang lapar segala yang pahit dirasakan manis.” (Amsal 27:7).
Tidak salah bila kita hidup di tengah-tengah firman Tuhan yang dibagikan dengan berlimpah begitu mudahnya, setelah masa pandemi ini kita dapat mendengar banyak firman Tuhan dari berbagai sumber. Tetapi di ayat di atas kita diperingatkan agar jangan sampai kita “menginjak-injak madu”, atau dengan kata lain, jangan sampai kita meremehkan dan mengabaikan kebenaran firman Tuhan yang sudah sering kita baca dan dengar selama ini, baik dari pembacaan Alkitab secara pribadi maupun dari atas mimbar gereja.
Marilah membangun disiplin dalam hidup kita dengan setia di setiap harinya dalam membaca firman dan merenungkan dengan penuh kesungguhan hati. Hal ini tidaklah serta-merta dapat terjadi dalam satu atau dua malam, tetapi terus dibangun di sepanjang hidup kita.
Terbiasa hidup “Tidak Nyaman” agar dapat membentuk kebiasaan yang benar.
“Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad.” (Markus 4:16-17).
Terkadang kita merasa bahwa kalau kita mengikut Tuhan, maka semua akan berjalan dengan sangat baik dan hidup juga penuh kenyamanan. Tetapi kita dapat melihat di ayat di atas, justru hidup nyaman itu seperti benih firman yang ditabur di tanah yang berbatu-batu, dan mereka “.. mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja..”
Dengan melakukan kebenaran firman Tuhan, bisa jadi hidup kita mungkin tidak seenak dan senyaman hidup orang lain, tetapi kekurangan juga pasti tidak karena Tuhan pasti akan setia dalam memelihara hidup kita. Kenyamanan hidup ini memang tidak mudah untuk dipatahkan. Masalah terbesar kita sebagai seorang Kristen bukanlah kita tidak mengetahui apa yang benar, karena kita pasti telah mengetahui firman, tetapi kita tidak mau keluar dari zona nyaman yang selama ini telah begitu membelenggu.
Contohnya. Kita semua sudah tahu bila kita mau hidup sehat, maka kita harus menjaga makan tetap sehat, berolahraga, tidur yang cukup, dan juga berbagai kebiasaan sehat lainnya. Kita sudah tahu, tetapi berapa banyak resolusi untuk menjalani dan memiliki hidup yang lebih sehat justru hanya bertahan setidaknya tiga minggu di awal tahun? Hari-hari selebihnya, kita sudah mulai melupakan dan mengabaikannya.
Habit / kebiasaan tidak dapat dikalahkan dengan tekad, tetapi kita harus terbiasa untuk hidup tidak nyaman agar kita dapat membentuk kebiasaan yang baru untuk tetap hidup benar. Tekad / niat adalah breakfast / makan paginya habit / kebiasaan. Sekuat apapun tekad kita, kebiasaan lama kita pada akhirnya akan mengambil alih. Hal ini adalah masalah habit / kebiasaan yang harus diubah di dalam hidup kita.
Sering kali kita juga memiliki tekad untuk hidup kudus, dan tidak memiliki kebiasaan yang suka marah. Tetapi yang sering terjadi justru habit / kebiasaan lama kita yang malah take over / mengambil alih. Kita kembali marah-marah dan berbuat sesuatu yang menyakiti hati-Nya. Oleh karena itu, bangunlah kebiasaan yang baru dan tetaplah hidup dalam kebenaran. Hidup dalam zona nyaman memang terasa enak, tetapi hal ini membuat hidup kita tidak bisa berakar dan bertumbuh, dan memuliakan nama-Nya.
Memiliki Hidup Tidak Rumit / Sederhana.
“Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.” (ayat 18-19).
Jangan pernah bangga kalau ada yang bilang hidup kita begitu rumit / complicated. Dan yang sering terjadi justru orang yang hati dan hidupnya polos / sederhana sering dianggap bodoh dan diabaikan orang. Padahal Tuhan Yesus berkata,
“Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.” (Matius 19:14-15).
Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa orang-orang yang seperti anak-anak itulah yang empunya Kerajaan Sorga. Dan hal ini memiliki arti kita dapat belajar untuk memiliki hidup yang tidak rumit, dan simplify / sederhanakan hidup kita. Sebenarnya hidup ini berjalan sederhana, justru kitalah yang sering membuatnya rumit.
Tanpa keterlibatan Tuhan, kita akan menjumpai bahwa dosa itu diperlukan. Kita akan berjalan dengan hikmat dan kekuatan sendiri, dan juga dengan cara-cara dunia. Tetapi kalau kita hidup di dalam dosa, maka kita tidak akan pernah bisa untuk menjadi seorang pelaku firman.
Sikap Pelaku Firman.
Ayat Bacaan: Markus 4:21-25.
Ayat di atas konteksnya adalah tentang sikap dari pelaku firman Tuhan. Setiap kebenaran firman pasti akan disingkapkan oleh hikmat dari Roh Kudus, tidak ada yang tersembunyi. Tuhan Yesus berkata di dalam kitab Markus,
“Camkanlah apa yang kamu dengar!” (ayat 24).
Kita harus berusaha untuk mau mendengar dan memperhatikan dengan lebih sungguh, serta berusaha untuk lebih mengerti kebenaran firman. Yang memiliki kerinduan untuk mau mengerti akan semakin diberi hikmat dan tuntunan dari Roh Kudus, untuk dapat memahami lebih lagi kebenaran firman Tuhan di hidupnya.
Dan tanpa disadari, selama ini kita memiliki habit / kebiasaan menjadikan gereja hanya sebagai “tempat konsumen”, di mana kita menilai apakah seorang pembicara itu khotbahnya bagus / tidak. Padahal dampak dari firman Tuhan itu tanggung jawabnya tetap kembali pada kita masing-masing, bukan pada pembicara firman. Memang, motivasi dari sang pembawa firman tetaplah harus murni dan menjaga hidup kudus. Tetapi kita tidak boleh hidup dengan “hati konsumen,” hanya sebatas mengukur dan menilai apa yang disampaikan dari atas mimbar, dan kita tidak lagi mencari apa maksud Allah yang sesungguhnya bagi hidup kita, melalui apa yang disampaikan pembicara tersebut.
“Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun."” (Markus 4:10-12).
Kita sering mendapati bahwa cerita dan perumpamaan itu dipakai oleh pembicara firman untuk dapat lebih memperjelas apa maksud dan tujuan mereka dalam menyampaikan firman. Tetapi di ayat di atas kita malah mendapatkan perumpamaan tersebut telah dipakai Tuhan Yesus agar orang-orang yang selama ini tidak mau mengerti, malah semakin tidak dapat mengerti. Bahkan dikatakan “supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun.”
Apakah Tuhan Yesus jahat? Tentunya tidak. Tetapi melaluinya kita dapat belajar,
Kita harus mendefinisikan hidup kita, kalau kita mendapat firman apa yang akan kita lakukan dengan firman Tuhan tersebut, bagi hidup kita? Bagaimana firman Tuhan tersebut dapat berbicara bagi hidup kita, mengubah kita, dan memampukan kita untuk menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkan-Nya?
Dampak Melakukan Firman.
Kenapa kita harus menghafal firman? Apa keuntungan dan hal praktisnya? Dampak kalau kita mengetahui dan melakukan firman tersebut dengan setia sebagai kebiasaan di dalam hidup kita.. maka kita tidak perlu berpikir lagi untuk bagaimana caranya hidup dalam kekudusan, hidup dalam pengampunan, hidup dalam integritas dan kejujuran, dan banyak hal yang menyukakan hati-Nya. Semuanya akan otomatis kita lakukan. Dan sebenarnya, hidup dalam pengampunan justru lebih mudah dan bebas, karena kita bertemu siapapun tidak ada dendam di dalam hati kita. Karena dendam sendiri dapat menjadi kanker. Hidup susah, mati pun susah.
Sehingga kita menjadi murid Kristus untuk melakukan kebenaran firman-Nya tidak memerlukan usaha yang begitu keras, karena hal tersebut sudah terbiasa kita latih dan lakukan di sepanjang hidup kita. Firman tersebut sudah menyatu dalam hidup kita sehingga munculnya otomatis, tidak ada pikiran lain selain kita melakukan kebenaran firman Tuhan. Kalau dengan hikmat dan kekuatan sendiri, tidak akan bertahan lama. Kita bisa karena terbiasa.
Tidak ada firman yang tidak disingkapkan. Tinggal kita apakah mau mencarinya dengan bersungguh hati atau tidak? Renungkan setiap firman yang dibaca. Hafalkanlah supaya kita,
“..mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya,” (Efesus 1:18-19).
Setiap kita menghadapi ujian dan tantangan, yang muncul bukan lagi kita meresponnya dengan berbuat dosa, tetapi dengan firman-Nya.
Memang hal ini bukanlah proses yang mudah untuk dilakukan, karena setiap kita dilahirkan di dalam natur / sifat dosa. Kita membutuhkan untuk hidup direndam seutuhnya di dalam kebenaran firman Tuhan, dilatih dengan tekun, dan juga terus-menerus. Belajar sabar kecil-kecilan, sehingga ketika kita dimaki di depan umum, kita akan mendapati diri kita berkata sama seperti Tuhan Yesus berkata,
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” (Roma 8:29).
Kita dipanggil untuk dapat menjadi serupa dengan-Nya. Kita harus belajar untuk mengusahakan kebiasaan untuk berbuat benar yang sesuai dengan firman, sebelum trigger-nya ada. Dengan demikian, kita telah dilatih sebelumnya untuk siap menghadapi berbagai situasi dan juga kondisi.
“Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" (Markus 4:23).
Jangan pernah menganggap remeh setiap proses yang harus kita lalui agar kita dapat menjadi pelaku firman Ya dan Amin. Kita tidak berjalan dengan sendiri. Hidup kita pasti selalu disertai Tuhan yang luar biasa. Selain itu, kita juga harus mengubah hidup kita. Dari awal tetap libatkan Tuhan, seremeh apa pun pekerjaan kita. Renungkan firman Tuhan siang dan malam. Lakukan segala sesuatu di dalam nama Yesus! Dalam segala hal baik itu di dalam,
Perkataan, perbuatan, kehidupan pribadi, suami / istri, anak-anak, pekerjaan, pelayanan, hobi, kebiasaan, dan segala aspek di dalam hidup kita..
Bawalah nama Yesus di dalamnya. Libatkan Dia dalam segala hal yang kita kerjakan. Ketika kita melibatkan Dia, maka kita tidak perlu lagi hidup di dalam dosa dan yang menyakitkan hati-Nya.
“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6).
Tuhan Yesus adalah Jalan yang terbaik. Sama seperti ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan. Ketika firman Tuhan menerangi jalan-jalan kita, maka kita akan melihat dan menjumpai hidup tidaklah seberat yang kita bayangkan. Karena kita dapat memandang segala sesuatu dari sudut terang firman Tuhan. Proses dan bila diizinkan-Nya terjadi, aniaya, akan tetap ada. Tetapi kita tidak akan jatuh tertelungkup.
“TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” (Mazmur 37:23-24).
Hidup menjadi berat, karena kita menjalaninya dengan hikmat dan kekuatan kita sendiri. Padahal firman Tuhan telah berkata,
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." (Matius 11:28-30).
Kalau kita merasa hidup ini berat, karena kita tidak mau taat dan melakukannya dengan hikmat kita sendiri. Kita banyak berkompromi. Di bagian di atas dikatakan yang mau mengerti akan lebih mengerti. Berbicara tentang kita ini memiliki rasa lapar dan haus akan firman Tuhan. Kita mau merenungkannya siang dan malam. Kita mau belajar dari-Nya, karena Dia lemah lembut dan rendah hati dan jiwa kita akan mendapat ketenangan (ayat 29).
“Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.” (Matius 5:15).
Tidak ada terang yang tersembunyi. Pelita tidak mungkin disembunyikan di bawah gantang, tetapi justru ditaruh di atas kaki dian agar dapat menerangi semua orang di dalam rumah tersebut. Kita harus selalu rajin untuk membaca firman Tuhan, mencari apa maunya Tuhan bagi kita di dalam kebenaran firman-Nya. “Mental Konsumen” tidak dapat dipakai karena mental ini sifatnya hanya menunggu dan selalu mengritik. Tetapi firman-Nya berkata,
"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8).
Perlakukan firman Tuhan sebagai benih, itu ada di dalam tangan kita. Merupakan tanggung jawab kita untuk benih tersebut ditanam dan berbuah di dalam hidup kita, bukan tanggung jawab orang lain. Kalau kita terbiasa hidup di dalam zona nyaman sehingga kita tidak mau susah, pada akhirnya kita harus berkompromi dan melanggar firman Tuhan dan juga beberapa peraturan. Kalau kita mau taat dan lurus untuk hidup dalam kebenaran memang tidaklah mudah. Tetapi justru setiap kemustahilan yang diizinkan Tuhan untuk kita hadapi, memberi ruang bagi Dia untuk bekerja dan menyatakan mukjizat terbaik-Nya.
Mukjizat tidak diberikan pada orang yang tidak bertanggung jawab dan yang mengabaikan firman. Rumah yang didirikan di atas dasar pasir pada akhirnya diizinkan untuk hanyut dan roboh, agar kita mau mencari dasar batu karang / Tuhan Yesus, dan mulai membangun di atas-Nya.
Selama ini kita mungkin ingin dipandang menjadi seseorang yang kompleks, dipandang sebagai seorang yang begitu lihai. Tetapi ketika melihat dan membandingkan dengan kehidupan Yesus, Dia adalah seorang yang hidupnya tulus, jujur, dan tidak lihai. Dia apa adanya. Dan kita tidak perlu menjadi seorang yang sangat lihai, agar kita dapat menjadi serupa dengan-Nya.
Kita mungkin merasa takut dan kuatir. Tetapi firman Tuhan berkata,
“Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:31-32).
Habit / Kebiasaan hanya bisa ditaklukkan dengan terbiasa mendisiplin diri dengan membaca, merenungkan, dan juga melakukan kebenaran firman-Nya. Teruslah taat melakukan firman-Nya. Kalau kita sempat terjatuh dan gagal, segera bangkit kembali. Itu tandanya kita masih memiliki kebiasaan yang lama, dan jangan berkompromi terhadapnya. Hidup kita pasti akan terus dimampukan-Nya untuk dapat merubah pola pikir, merubah kebiasaan mental, berani menderita melakukan kebenaran firman, dan tidak berbuat dosa. Menyederhanakan hidup di dalam pikiran dan gaya hidup. Renungkanlah firman Tuhan siang dan malam.
Tanpa keputusan, kita tidak akan memiliki langkah awal. Izinkan Allah Roh Kudus yang selalu memimpin hidup kita, langkah demi langkah. Selama ini kita telah memiliki kebiasaan seumur hidup, dan hal ini memang tidaklah mudah untuk menggantinya dengan kebiasaan yang menyenangkan hati-Nya. Tetapi putuskan untuk selalu membangun disiplin rohani. Milikilah Saat Teduh pribadi, untuk kita membangun dan terus mengarahkan pikiran kita hanya pada-Nya. Suatu hari nanti, kalau kita terus setia dalam membangun disiplin rohani dan kebiasaan baru yang menyenangkan hati-Nya, hasil akhirnya akan membuat kita terheran.
Suatu hari nanti kita akan bisa mastering / menguasainya. Kita jadi terbiasa melakukan kebenaran firman, dan hidup kita jadi terpacu untuk rindu lebih lagi melakukan kebenaran firman Tuhan lainnya yang tertulis di dalam Alkitab. Teruslah setia melakukannya sampai Dia yang empunya hidup berkata,
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” (Matius 25:23).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments