top of page

Agus Lianto - Kuasa Kesungguhan Hati

Catatan Khotbah: “Kuasa Kesungguhan Hati.” Ditulis dari sharing khotbah Bp. Pdt. Agus Lianto di Ibadah Minggu MDC Putat Surabaya, pada Tgl. 24 September 2023..




Hidup Kekristenan tidak hanya berbicara tentang menerima Tuhan Yesus dan keselamatan, kita diampuni dari segala dosa, mengalami lahir baru, dan mati nanti masuk sorga.. tetapi kita harus melangkah di tahap selanjutnya. Mengapa? Karena tidak ada hal yang dapat kita lakukan setelah tubuh fana kita di bumi ini mati, dan setelah itu kita masuk ke dalam kekekalan. Keselamatan sesungguhnya lebih berbicara tentang kehidupan kita yang sudah diampuni-Nya, mengalami lahir baru, dan setelah itu agar kita dapat “berkuasa” di dalam dunia ini.


Sama seperti pesan Tuhan Yesus yang terakhir kali sebelum Dia terangkat ke sorga,


“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Rasul 1:8).

Hidup kita diisi dengan mempraktikkan kuasa yang sudah Tuhan beri, sehingga kita dapat memiliki otoritas Ilahi dan dapat menyelesaikan setiap rencana-Nya di atas muka bumi ini. Hal ini jelas berbeda dengan pesan dari Injil kemakmuran yang pengajarannya menolak segala macam bentuk penderitaan, karena sekalipun Tuhan memberi kita kuasa-Nya, bisa jadi hidup kita masih diizinkan untuk mengalami beberapa hal yang dapat memproses hidup kita untuk menjadi lebih baik.


Hidup yang berkuasa bukan untuk menguasai orang lain, tetapi melaluinya kita dapat belajar melayani dan juga merendahkan hati. Selain itu, hidup kita juga dapat diangkat karena “..Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (1 Petrus 5:5). Kita dapat belajar dari keteladanan hidup yang sudah diberikan Tuhan Yesus,


“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:5-11).


Tuhan Yesus telah menunjukkan kuasa-Nya dan menyatakan Diri-Nya sebagai Mesias yang membawa keselamatan bagi umat manusia. Tetapi bila Dia datang hanya sebagai Mesias yang menunjukkan kuasa-Nya dan dengan bersegera menghapuskan penjajahan bangsa Romawi atas Israel, maka pengabdian kita kepada-Nya setelah itu bukan atas dasar kasih tetapi atas dasar ketakutan. Kita mengiring-Nya bukan hanya karena Dia sudah menunjukkan kuasa-Nya dalam hidup kita, tetapi Dia sudah memberi keteladanan yang mau “..merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:8).


Dalam pelajaran “Kuasa Permintaan” kita telah belajar tentang posisi kita yang meminta sesuatu itu menempatkan kita “berada di posisi bawah”, karena kita meminta pada seseorang yang memiliki lebih dari apa yang kita miliki. Tetapi ketika kita meminta, sesungguhnya hal ini memiliki kuasa yang besar di dalam kerajaan Allah. Permintaan kita justru bisa “mengganggu,” karena sebenarnya permintaan kita “menguasai” orang yang sedang diminta. Membuat orang tersebut jadi kepikiran dengan permintaan kita. Demikian hal yang sama bila kita meminta sesuatu pada Allah sebagai Bapa kita, hal ini dapat “mengganggu”-Nya dan Dia yang akan memberi sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya yang terbaik bagi setiap kita.


Dari pelajaran “Kuasa Perkataan” kita belajar dalam Kejadian 1, langit dan bumi itu diciptakan melalui perkataan / firman-Nya. Dan melalui hal ini kita juga dapat belajar bahwa perkataan kita dapat menciptakan sesuatu dan memiliki kuasa. Firman Tuhan mengatakan,


“Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37).

Dengan kuasa yang sudah dipercayakan-Nya di dalam hidup kita, ada tanggung jawab yang menyertai dan yang harus kita jaga benar-benar. Karena itu berhati-hatilah dengan setiap perkataan yang kita perkatakan. Firman Tuhan juga mengatakan,


“Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar.” (Yakobus 3:4-5a).

“Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” (Amsal 18:21).

Kuasa yang Dia sudah beri bukan untuk merendahkan orang lain tetapi kita dapat belajar untuk merendahkan diri, dan melayani dengan perkataan tepat yang membangun iman.


Kuasa Kesungguhan Hati.


Tanpa kesungguhan hati, maka setiap perkataan, permintaan, dan pelayanan tidak akan berjalan dengan efektif. Melalui kesungguhan hati akan menentukan apa yang sesungguhnya kita anggap penting, yang mau diperjuangkan, dan kita anggap hal ini benar-benar berharga. Kesungguhan hati mutlak harus ada. Siapa diri kita ditentukan dari apa yang kita mau sungguh-sungguh perjuangkan. Kalau kesungguhan hati hilang, maka kuasa-Nya tidak akan dapat bekerja dengan efektif di dalam dan melalui kita.


Melalui kesungguhan hati, menunjukkan apa yang sebenarnya terpenting dan hal itu akan menentukan siapa jati diri kita. Dan akhirnya dapat memunculkan segenap potensi, dan juga menghasilkan yang terbaik dari hidup kita.


Sebagai Bapa yang baik, Dia rindu untuk dapat memberi pada kita anak-anakNya apa yang kita kehendaki di dalam dunia ini, sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya yang terbaik. Karena hal ini akan membuktikan kebaikan-Nya dan juga Pribadinya sebagai Tuhan yang berkuasa. Sebagai anak-anakNya kita dapat meminta kepada-Nya dengan bebas, karena kita mengetahui dan mengenal siapa Bapa kita dan apa yang menjadi kehendak-Nya.


“Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.” (2 Tawarikh 16:9a).

Allah rindu untuk memberi apa pun permintaan kita, asalkan kita juga bersungguh hati untuk mau mengenal apa yang menjadi kehendak-Nya bagi kita, dan kita pun juga mengasihi-Nya. Kesungguhan hati membuat iman dan hidup kita diselaraskan dengan karakter-Nya yang selalu bersungguh-sungguh dalam mengasihi kita.


“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:23-24).


Bila Tuhan berdiri di depan kita sekarang dan bertanya akan apa yang sesungguhnya kita kehendaki, maka sebagian besar dari antara kita akan berpikir lama.. kita akan berpikir apa yang sesungguhnya kita kehendaki, dan apa yang nantinya Dia akan kabulkan? Apakah semua yang kita inginkan itu hanyalah untuk memuaskan perasaan kita saja dan hanya sekadar mengejar sensasi hidup yang sering berganti-ganti?


Orang yang mengejar banyak tujuan dalam hidupnya, biasanya tidak mencapai suatu pun, karena dirinya tidak mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan. Bersungguh-sungguhlah untuk mencari cara dan mengerjakan apa yang sedang kita kerjakan. Lebih bersungguh-sungguh lagi dan mintalah hikmat-Nya.


Keberhasilan dan kesuksesan itu Tuhan yang beri, tetapi kita juga perlu melakukan bagian kita, yakni bekerja keras dalam membangunnya. Prinsipnya sama seperti yang dikatakan,


“Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.“ (1 Korintus 3:6-7).

Pertumbuhan memang menjadi bagiannya Tuhan, tetapi bagian kita adalah “menanam dan menyiram”, yakni bekerja dengan sungguh. Dan untuk kita dapat berada di posisi di mana Tuhan ingin memberkati kita, maka kita harus bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Dan tidak hanya dengan bersungguh-sungguh saja, tetapi kita juga harus tahu langkah apa saja yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh.


Dan untuk ini kita harus menyingkirkan semua distraksi, dan menjadi orang yang berfokus. Kita tidak mungkin dapat bersungguh-sungguh dalam mengerjakan banyak hal. Sama seperti yang dikatakan-Nya pada Marta,


"Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42).

Segala hal yang terjadi di hadapan-Nya harus kita pertanggungjawabkan pada suatu hari kelak. Hidup penuh distraksi (pengalih perhatian) yang bisa membuat kita tidak bersungguh hati dalam melakukan hal yang benar-benar penting. Oleh karena itu, teruslah memutuskan untuk mau hidup di dalam kebenaran. Sejauh apa selama ini kita berani dalam menetapkan batasan, dan kita memilih untuk tetap berbuat benar?


Bersungguh Hati dalam Kesepakatan.


“Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 18:19).

“Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu, dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.”” (Kejadian 11:5-6).


Kesungguhan hati ditambah kesepakatan akan membuat semua keinginan terwujud. Kesungguhan hati dapat menarik orang lain untuk ikut berperan serta dan bersepakat dengan kita dalam mencapai tujuan. Mintalah dalam rasa hormat kita pada Tuhan, dan dalam pengenalan yang benar akan Dia. Tuhan mau mengakui kesepakatan yang kita bangun dalam kesungguhan hati kita terhadap-Nya. Keinginan manusia itu sangat berharga bagi-Nya, dan bagi kita yang mengenal-Nya dengan sungguh.


Tanpa kesungguhan hati, kita tidak akan dapat berdoa kepada Tuhan dengan sungguh.


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

45 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page